Biografi Abdullah Saeed

Saeed atau dikenal dengan nama Abdullah Saeed ini pemegang tanggung jawab sebagai profesor Studi Islam dan Arab di Universitas Melbourne. Beliau merupakan keturunan suku bangsa Oman, suku ini terdapat di Maldives dan menurut sejarah beliau lahir di Maldives 25 September 1964. 

Beliau belajar bahasa Arab di Arab Saudi dan beliau juga mengajar sebagai dosen strata satu dan program pasca sarjana Studi Arab dan Islam salah satu Universitas besar yang berada di Australia. 

Abdullah Saaed dinilai sebagai seorang yang berwawasan luas dan ulet dalam segala hal. Saeed juga dikenal sebagai seorang yang professional dan konsisten terhadap setiap ilmu pengetahuan yang ia ajarkan dan ia amalkan. Saeed juga beberapa kali terlibat dalam kelompok dialog antar kepercayaan seperti Kristen dan Islam, dan juga kelompok Yahudi dan Islam.

Menurut sejarah, Saeed telah menyelesaikan studinya dengan gelar yang berbeda yakni di Negara Arab dan Australia. Karena keseriusan dan keuletannya di bidang keilmuan itulah namanya populer dan menjadi bahan perbincangan hingga ke taraf internasional.

Kiprah Saeed didukung dengan berbagai karya yang menjunjung tinggi namanya dalam bentuk buku maupun artikel ilmiah. Selain fokus pada tafsir al-Quran, Saeed juga mendalami isu-isu hubungan Islam dan Barat, perdebatan ini tidak hanya di Barat saja tetapi juga di komunitas Muslim di seluruh dunia.

Sudut Pandang Saeed tentang Hukum Kemurtadan

Bagi umat Muslim di seluruh dunia tantangan yang mereka hadapi adalah godaan yang datang tak terduga, seperti halnya apapun kegiatan atau perbuatan yang mengandung syirik itu akan memicu kemurtadan. Hukum untuk “murtad” ini akan mereka rasakan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Mereka akan dianggap mati bagi yang meninggalkan Islam.

Saeed berusaha untuk menjelaskan dan mengungkap latar belakang penyebab adanya formulasi hukum murtad, khususnya dalam konteks intoleransi intra-Islam dan politik. Menurut Saeed hukum ini telah dimanfaatkan kaum politikus untuk mengendalikan, menganiaya, menindas, atau menghabisi lawan politiknya. Oleh karena itu, penyalahgunaan undang-undang mengenai kemurtadan sering kali terjadi dan mewarnai perkembangan sejarah Islam.

Kemurtadan ini bertentangan dengan hak asasi manusia khususnya kebebasan dalam memilih agama atau sesuatu yang ia sembah dan ajaran yang ia yakini.

Kemurtadan dalam Islam, yang dimaksud murtad ini merupakan seorang Muslim yang pindah agama atau dengan kata lain meninggalkan agamanya, hal ini terlepas dia mengungkap bahwa telah meyakini agama lain atau tidak. Tindakan ini mengisyaratkan ketidakpercayaannya atau sekedar niat untuk tidak percaya.

Memahami Pendekatan Ijtihad Progresif Abdullah Saeed dalam Hukum Kemurtadan

Islam adalah agama surgawi yang tidak membumi dan telah kehilangan kekuatannya untuk menjawab permasalahan zaman. Fakta ini telah mengetuk kesadaran para pemikir Muslim kontemporer untuk memecahkan stagnasi dan membangun kembali wajah Islam yang responsif terhadap kemajuan zaman. Kemudian muncul istilah Islam Progresif, Muslim Progresif, dan Ijtihad Progresif.

Dengan memperhatikan sejarah perkembangan makna murtad sebelumnya, kita dapat menganalisis dengan menggunakan pendekatan hukum gerak bahwa pada awalnya pergerakan makna adalah sentripetal, yaitu pergerakan batin berupa hubungan transenden antara Tuhan dan hamba. Artinya, yang dimaksud hanyalah dosa.

Menurut Saeed Islam merupakan ajaran yang sangat istimewa, karena terdapat banyak nilai-nilai universal yang menjadi ruh semua ketentuan-ketentuan hukum Islam. Begitu halnya dengan hukum-hukum ketentuan tradisional yang tidak berpihak pada hukum nilai universal Islam.

Hal ini dikarenakan hukum-hukum tradisional haruslah diganti dengan hukum ketentuan masa kini dengan menyesuaikan hukum universal Islam melalui pendekatan ijtihad progresif. Maka dengan pendekatan inilah, Islam mampu eksis dan terus berkembang di era kontemporer saat ini. 

Persoalan tersebut menjadi bentuk implementasi kebebasan beragama, dan tentunya kebebasan berkeyakinan. Hal ini menjadi suatu nilai utama hak asasi manusia dalam periode modern ini. Pada pra-modern hukum kemurtadan telah kehilangan kemurnian makna yang bergantung pada hubungan komunitas politik dan identitas religius.

Pemaknaan Al-Quran Menurut Abdullah Saeed

Penyalahgunaan pemahaman terkait undang-undang kemurtadan bisa diantisipasi dengan melihat aspek sosio-historis. Memahami aspek sosio-historis dalam penafsiran al-Quran dilakukan guna memperoleh pemahaman dalam penafsiran yang sangat fundamental. 

Pemahaman ini bermakna legal-etis teks dan tentunya berguna bagi kehidupan kontemporer. Oleh karena itu, Saeed mengelompokkan makna teks dalam 2 macam, yakni historis dan kontemporer.

Makna historis merujuk pada makna teks masa Nabi dan selanjutnya bagaimana para generasi awal memahami makna teks tersebut. Sedangkan makna kontemporer menurut Saeed mengarah pada pemaknaan al-Quran bagi kehidupan umat Islam pada masa kini. Menurut Saeed, fenomena ini menuntut adanya perubahan pendekatan dalam memahami konteks suatu teks.

Ada Tujuh Pendekatan Ijtihad Progresif dalam Menafsirkan Teks-teks Al-Quran

Abdullah Saeed mencoba menjawab persoalan kontemporer, termasuk isu hak asasi manusia, melalui penerapan metodologi ijtihad progresif untuk menafsirkan kembali teks-teks Al-Qur’an. Menurutnya, ada tujuh pendekatan utama dalam melakukan reinterpretasi:

a. Memperhatikan konteks dan dinamika sosio-historis; 

b. Ada beberapa topik yang tidak tercakup dalam Al-Qur’an, karena belum tiba saatnya Al-Qur’an diturunkan; 

c. Setiap pembacaan kitab suci harus dipandu oleh prinsip-prinsip kasih sayang, keadilan dan kejujuran;

d. Al-Qur’an mengenal hierarki nilai dan prinsip. Dapat berpindah dari contoh konkrit ke generalisasi, atau sebaliknya; 

e. Perhatian harus dilakukan ketika menggunakan teks-teks lain dari tradisi klasik, terutama yang berkaitan dengan keasliannya; 

f. Fokus utamanya adalah pada kebutuhan umat Islam kontemporer.

Baca Juga: Ibnu Batutah