Upaya untuk memahami alam semesta serta segala isinya termasuk mengenai proses penciptaan selalu mewarnai sejarah kehidupan manusia. Teologi dan Filsafat memiliki pandangan masing-masing mengenai hal ini. Dalam ajaran iman Katolik khususnya, penciptaan ex nihilo berhubungan dengan penciptaan pribadi-pribadi manusia yang diciptakan menurut gambar Allah (imago Dei) untuk mengambil bagian dalam kodrat ilahi.
Dalam filsafat pertanyaan soal penciptaan alam semesta menjadi perhatian khusus bagi Kosmologi. Kosmologi merupakan ilmu mengenai refleksi filosofis manusia atas upaya menalar kosmos (alam semesta), serta uraian tentang sejarah alam semesta serta kehadiran manusia di dalamnya. Bisa dikatakan bahwa usia kosmologi sama tuanya dengan kehadiran manusia di bumi.
Kosmologi Dari Masa Ke Masa
Perkembangan kosmologi bisa ditarik dari pemikiran para filsuf Yunani Kuno sebagai batu pijakan. Penekanan utama kosmologi Yunani adalah gerak, yang mana maksudnya bukan dipahami sebagai perpindahan posisi objek, melainkan dilihat sebagai pemenuhan potensi menjadi aktus.
Dalam kosmologi Yunani, terdapat dua bentuk gerak, yaitu gerak melingkar yang dianggap lebih sempurna dan gerak lurus. Gagasan kosmologi Yunani melihat bahwa alam semesta terbentuk oleh sistem yang sempurna, dimana setiap bagiannya mengikuti bagian lainnya secara logis. Pada dasarnya, kosmologi Yunani menganggap bahwa tidak mungkin segala yang ada berasal dari ketiadaan/kekosongan.
Aristoteles meyakini bahwa terdapat sebuah penggerak yang tidak dapat digerakkan oleh siapapun atau apapun, penggerak ini berada di lapisan paling luar dari alam semesta dan merupakan sumber gerak langit yang disebut penggerak utama (primum mobile). Arsitoteles kemudian menjelaskan mengenai pembagian kawasan, yakni kawasan sublunar yang terdisi dari empat unsur (tanah, udara, api, air) dan kawasan superlunar yang terdiri dari unsur aether.
Kosmos dalam abad pertengahan masih dimengerti secara terbatas bersifat geosentris. Pada masa abad pertengahan masih diterima anggapan tentang tujuh planet dan bintang-bintang yang mengelilingi bumi. Objek superlunar bergerak melingkar dengan kecepatan stabil.
Pada masa abad pertengahan pemikiran kosmologi Yunani ditarik ke ranah teologi, misalnya pada The Divine Comedy, Dante yang menambahkan adanya kosmos spiritual di atas kosmos fisis, tempat kedudukan para malaikat.
Pada kosmologi masa kini banyak terpengaruh oleh oleh fisikawan Albert Einstein yang meninggalkan positivisme. Einstein, oleh karena bantuan positivisme model March yang diuraikan oleh Karlina Supelli, menghancurkan konsep sistem koordinat mutlak dan merumuskan teori relativitas pada tahun 1905.
Bagaimana Terjadinya Alam Semesta?
Para kosmolog dan astronom memunculkan banyak teori mengenai bagaimana terbentuknya alam semesta, salah satu yang terkenal adalah teori Big Bang. Istilah “Big Bang” dipopulerkan pertama kali oleh Fred Hoyle pada tahun 1950. Ia merupakan salah satu pencetus teori Steady-State yang sebenarnya merupakan lawan dari teori Big Bang.
Teori Steady-State berasumsi bahwa alam semesta tidak berubah tetapi dinamis. Sedangkan teori Big Bang menganggap bahwa alam semesta diawali dengan ledakan besar yang kemudian berkembang hingga membentuk sistem alam semesta saat ini dan terus berkembang.
Teori Big Bang menganggap bahwa alam semesta berukuran nol dan sangat panas. Pada saat alam semesta mengembang, suhu radiasinya berkurang. Satu detik kemudian, suhu alam semesta menurun sepuluh miliar derajat.
Ketika suhu mulai menurun dan alam semesta mulai mengembang, laju produksi pasangan elektron/antielektron dalam tabrakan menurun di bawah laju pemusnahan. Sekitar seratus detik sesudah Big Bang, suhu alam semesta turun hingga satu miliar derajat. Pada suhu tertinggi tersebut terjadi reaksi kimia yang menghasilkan inti helium, sejumlah kecil hidrogen berat.
Beberapa jam sesudah terjadinya Big Bang, produksi helium dan unsur-unsur lainnya berhenti dan alam semesta terus mengembang. Proses pengembangan alam semesta mengalami perlambatan karena adanya tarikan-tarikan gravitasi yang lebih besar.
Secara bertahap muncul kondisi yang diperlukan untuk pembentukan atom, kemudian kondensasi galaksi dan bintang, dan sekitar 10 miliar tahun kemudian planet mulai terbentuk. Apabila dihitung mundur dalam ukuran waktu, Big Bang terjadi pada saat kurang lebih 13,7 miliar tahun yang lalu.
Sebagian ilmuwan secara umum sepakat bahwa organisme pertama yang tinggal di bumi ada sekitar 3,5-4 miliar tahun lalu. Bukti-bukti penelitian di bidang ilmu fisika dan biologi memberikan dukungan terhadap teori evolusi yang menjelaskan perkembangan dan diverifikasi kehidupan di bumi, meskipun masih terdapat perdebatan tentang kecepatan dan mekanisme evolusi.
Antropologi fisik dan Biologi Molekuler secara umum meyakini bahwa asal-usul spesies manusia di Afrika sekitar 150.000 tahun yang lalu dalam populasi humanoid dengan garis keturunan genetik yang sama. Puncak dari evolusi manusia ditandai dengan ukuran otak yang terus meningkat hingga pada Homo Sapiens.
Perkembangan otak manusia ini membuat laju evolusi berubah secara permanen dengan diperkenalkannya faktor kesadaran, intensionalitas, kebebasan dan kreativitas manusia, sehingga evolusi biologis berubah menjadi evolusi sosial dan budaya.
Creatio Ex Nihilo dalam Iman Katolik
Paus Yohanes Paulus II pernah menekankan bahwa beberapa teori evolusi tidak selaras dengan iman Katolik, termasuk teori neo-Darwin yang secara eksplisit menyangkal peran penyelenggaraan ilahi dalam perkembangan kehidupan di alam semesta.
Paus Yohanes Paulus II mengkritik teori-teori materialistik tentang asal-usul manusia dan menekankan relevansi filsafat dan teologi untuk pemahaman yang memadai tentang “lompatan ontologis” pada manusia yang tidak dapat dijelaskan dalam istilah ilmiah murni.
Teori-teori evolusi dan asal mula alam semesta, memiliki implikasi dengan ranah teologis ketika mereka menyinggung doktrin-doktrin tentang penciptaan ex nihilo dan penciptaan manusia seturut gambar dan rupa Allah (imago Dei).
Dalam iman Katolik, pribadi-pribadi manusia diciptakan menurut gambar Allah untuk mengambil bagian dalam kodrat ilahi (bdk. 2Petrus 1:3-4). Inti dari tindakan ilahi penciptaan adalah keinginan ilahi untuk memberikan ruang bagi pribadi-pribadi yang tidak diciptakan dari Tritunggal Mahakudus melalui partisipasi adopsi di dalam Kristus.
Penciptaan ex nihilo adalah tindakan agen pribadi transenden yang bertindak bebas dan disengaja dengan tujuan untuk mencapai keterlibatan pribadi yang menyeluruh. Dalam tradisi Katolik, doktrin tentang asal-usul manusia mengartikulasikan kebenaran yang diwahyukan tentang pemahaman yang secara fundamental bersifat relasional atau personalis.
Doktrin creatio ex nihilo dalam iman Katolik, merupakan penegasan akan karakter ciptaan yang sungguh-sungguh pribadi dan tatanannya menuju pada makhluk pribadi yang dibentuk sebagai imago Dei.
Doktrin mengenai imago Dei dan creatio ex nihilo mengajarkan bahwa alam semesta yang ada merupakan latar bagi sebuah drama yang sangat personal, dimana Sang Pencipta Tritunggal memanggil dari ketiadaan orang-orang yang kemudian Dia panggil dalam kasih.
Maka dalam hal ini terdapat makna mendalam seperti dalam Gaudium et spes no. 24, “Manusia adalah satu-satunya makhluk di bumi yang dikehendaki oleh Allah demi kepentingan-Nya”.
Penutup
Sehubungan dengan creatio ex nihilo, para teolog mencatat bahwa teori penciptaan Big Bang tidak bertentangan dengan hal tersebut sejauh dapat dikatakan bahwa pengandaian tentang permulaan yang absolut tidak dapat diterima secara ilmiah.
Teori Big Bang pada kenyataannya tidak menafikan kemungkinan adanya tahap awal materi, sehingga secara tidak langsung mendukung doktrin creatio ex nihilo, yang hanya dapat diketahui melalui iman.
Berkaitan dengan teori evolusi dan kondisi-kondisi yang mendukung kemunculan kehidupan, menurut tradisi Katolik, sebagai penyebab transenden universal, Allah adalah penyebab tidak hanya keberadaan tetapi juga penyebab dari segala penyebab.
Tindakan Allah tidak menggantikan aktivitas sebab-sebab ciptaan, tetapi memampukan mereka untuk bertindak sesuai dengan kodrat mereka untuk mencapai tujuan yang dikehendaki-Nya.
Sumber Internet:
International Theological Commision, Communion and Stewardship. Human Persons Created in the Image of God, 2004, https://inters.org/International-Theological-Commission-Communion-Stewardship
Yogie, Pranowo, Tentang Diskursus Kosmologi: Beberapa Catatan Kritis, 7 Juli 2018, https://lsfcogito.org/tentang-diskursus-kosmologi-beberapa-catatan-kritis/