Sudah beberapa hari mama mengalami flu, pilek, dan batuk. Tak menunggu lama, mama berobat ke puskesmas. Obat-obatan diberikan. Setelah tiga hari meminum obat, flu, pilek, dan batuk tak kunjung reda. Rasa khawatir mulai muncul. Mama segera melakukan test PCR, hasilnya menunjukkan negatif. Namun, masalah sakit belum selesai. Pencernaan terganggu sampai kemudian harus dirawat di Rumah Sakit. 

Beberapa hari merawat mama di Rumah Sakit membawa keharuan bagi saya. Ingatan saya melambung ke belakang saat mama merawat semua anak-anaknya. Rasanya tak habis-habis seluruh hidupnya diabdikan untuk merawat keluarga. Kisah saya dan mama bukanlah kisah yang teramat istimewa. Tugas merawat diidentikkan sebagai tugas perempuan. 

Ada begitu banyak perempuan yang mengabdikan hidupnya untuk merawat keluarga. Kaum perempuan menyediakan makanan untuk seluruh anggota keluarga, merawat anggota keluarga yang sakit, intinya memastikan kebutuhan pokok anggota keluarga tercukupi. 

Sejak kapan persisnya perempuan dilatih untuk mengerjakan tugas rumah tangga? Perempuan dilatih melakukan tugas rumah tangga sejak kecil. Pembagian tugas perempuan berbeda dengan laki-laki, sebab kepada perempuan diberikan peran khusus untuk mengandung, melahirkan, dan merawat anak. 

Saat masih kecil, tugas yang diberikan kepada perempuan dan laki-laki memang belum tampak perbedaannya. Namun, ketika usia mulai bertambah, tampaklah perbedaan tugas itu. 

Tugas domestik dalam rumah tangga meliputi mencuci piring dan pakaian, menyeterika, memasak, menyiapkan makanan, membersihkan rumah, bahkan merawat anggota keluarga yang sakit. Nyaris seluruh tugas domestik dikerjakan oleh perempuan terlebih oleh kaum ibu. 

Kaum ibu tidak boleh sakit, sebab jika ibu sakit, maka berhentilah gerak rumah tangga, karena itu muliakahlah ibu. Di balik pernyataan ini sesungguh menyingkapkan keprihatinan tidak seimbangnya peran domestik dalam keluarga. 

Tugas domestik dianggap tidak memiliki nilai ekonomi, karena dianggap tugas yang sudah seharusnya dikerjakan. Kerap kali perempuan selain mengerjakan tugas domestik, mereka pun harus mengerjakan pekerjaan lain yang bernilai ekonomi untuk menambah pendapatan ekonomi keluarga. Bagi perempuan kelas ekonomi bawah, selain mengerjakan tugas domestik, mereka pun bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT). 

Pekerjaan yang mereka lakukan seperti mengasuh anak, membersihkan rumah, memasak, dan lainnya dengan upah yang sangat minim, tak ada perlindungan kesehatan, sebab belum ada undang-undang yang mengaturnya sampai sekarang. Ketika mereka bekerja sebagai PRT lalu siapa yang mengasuh anak-anak mereka? 

Contoh lain, ada juga perempuan yang mengerjakan pekerjaan industri rumah tangga di rumah masing-masing, agar mereka bisa mengerjakan tugas domestik dengan tujuan menambah pendapatan keluarga. Berapa upah mereka? Juga jauh dari layak. Mungkin karena para perempuan mengerjakan pekerjaan industri rumah tangga yang keterampilannya seperti tugas domestik, maka upah pun minim. 

Bagi perempuan kelas ekonomi menengah khususnya yang sudah menikah, mereka tetap bisa bekerja menambah pendampatan rumah tangga, sedangkan kebutuhan mengasuh anak diserahkan pada nenek. 

Lalu bagaimana dengan laki-laki? Kosnstruksi sosial membebankan tugas mencari nafkah pada laki-laki, membiayai pendidikan anak-anak, juga kesehatan. Uang yang didapatkan diberikan kepada istri yang mengelola agar kebutuhan pokok tercukupi, kebutuhan rekreasi, merawat relasi sosial, dan syukur-syukur bisa menabung. Apakah cukup? Bagi kalangan ekonomi kelas atas bahkan kaum oligarki tak perlu khawatirlah dengan uang. 

Apakah laki-laki juga mengerjakan tugas domestik? Apakah laki-laki juga ikut terlibat merawat keluarga? Jawabnya adalah "Ya". Bukankah Adam yang ditulis dalam Kitab Suci sejak semula ditugaskan untuk merawat taman dan makhluk yang ada di taman agar kehidupan terus berkelanjutan? Tugas merawat adalah tugas yang mulia. 

Namun, mengapa konstruksi sosial yang patriarki seolah menempatkan laki-laki minim melakukan tugas domestik rumah tangga? Melakukan peran merawat? Bahkan aturan negara pun melanggengkannya, salah satu contoh sampai sekarang belum ada hak cuti khusus untuk merawat anak bersama istri ketika melahirkan? 

Memang sudah diatur bagi perempuan hak cuti melahirkan dan merawat anak, tetapi belum ada bagi para laki-laki. JIka ada, hanya diberikan selama dua hari seperti yang diatur pada pasal 93 ayat 4, UU Ketenagakerjaan. 

Jika ara pekerja laki-laki ingin merawat anak bersama istrinya dalam waktu beberapa lama harus mengambil cuti tahunan. Berbeda dengan beberapa negara menetapkan cuti bagi laki-laki merawat anak (patternity leave) dengan durasi beberapa minggu, seperti Norwegia, Swedia, Finlandia. Negara lain yang sudah menetapkan patternity leave seperti di Jepang dan Korea Selatan. 

Namun, jumlah mereka yang mengambil cuti tersebut belum optimal, karena kekhawatiran karier kerja. Perusahan belum sepenuhnya berpihak pada cuti patternity leave yang justru membawa banyak manfaat kebaikan. 

Dibutuhkan kesungguhan melihat peran domestik dalam rumah tangga  adalah tugas laki-laki dan perempuan. Tugas domestik dalam rumah tangga adalah tugas luhur, karena mengambil bagian turut merawat keberlangsungan kehidupan dalam keluarga. 

Konstruksi patriarki yang tidak adil justru dapat diubah dalam keluarga. Dengan merawat kehidupan dalam keluarga melalui cara berpikir yang adil dan setara melakukan peran domestik membawa kesejahteraan bagi negara.