Kehidupan manusia pastinya takkan luput dari media. Semua orang memerlukannya untuk bertukar informasi. Media merupakan alat perantara yang menghubungkan komunikator dengan komunikan untuk menyampaikan pesan tertentu.
Perantara ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitu media visual (foto, meme, komik, majalah, dan sebagainya), media audio (suara, musik, lagu, dan lain-lain), dan media audio visual (film, TV, dan juga internet).
Menurut teori konflik Non-Marxis, konflik timbul karena kelompok-kelompok mempunyai kepentingan dan nilai yang berbeda, yaitu adanya perbedaan pandangan dari salah satu individu/kelompok terhadap individu/kelompok lainnya, dan seringkali kita melihat konflik ini dalam bentuk ujaran kebencian di media sosial, sejumlah masyarakat suka menyalurkan ujaran kebencian.
Ujaran kebencian dapat diartikan sebagai perkataan atau pendapat yang mengandung unsur kebencian/provokasi atau keinginan menjatuhkan pihak yang dituju. Hal ini dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, yaitu meme, komentar, dan video terutama pada media sosial.
Di era modern ini, siapa yang tidak mengenal media sosial? Sebagian besar warga dunia pastinya sudah menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari terlebih para generasi Y dan Z. Media sosial ialah media yang terhubung dengan koneksi internet dan dapat mempertemukan orang-orang dari berbagai wilayah tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Jika digunakan dengan baik, media sosial tentu akan memberikan banyak keuntungan bagi umat manusia. Kita bisa mendapatkan berita dan berkomunikasi dengan orang-orang dari belahan dunia hanya dari sentuhan jari saja.
Namun sayangnya, segala sesuatu tidak ada yang sempurna, tentu memiliki sisi positif dan negatif. Hal tersebut juga berlaku pada medium yang satu ini. Media sosial seringkali dipakai untuk menebarkan kebencian.
Masih segar di benak kita kasus Jonru Ginting yang ditangkap akibat unggahan akun Facebook-nya berisikan kritikan kepada Presiden Joko Widodo. Ia memberikan kritikan menyangkut unsur SARA yang dapat memicu pola pikir negatif pada para pembaca status Facebook-nya itu.
Unggahan dianggap menghina dan melanggar sejumlah peraturan yang berlaku. Berita tersebut sempat viral hingga beberapa saat dan kasusnya masih ditindaklanjuti hingga saat ini.
Jonru Ginting dijerat beberapa UU, seperti pasal 156 KUHP atas tindakannya yang menghina golongan tertentu (presiden) dan juga melanggar UU no. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis karena diduga telah melakukan tindakan yang berlawanan.
Berdasarkan berita lebih lanjut, Jonru Ginting baru saja dituntut hukuman 2 tahun penjara dan denda sebesar Rp 50.000.000,00 atas perbuatannya itu. Maraknya penyalahgunaan media sosial untuk kegiatan negatif sangatlah mengkhawatirkan sebab dapat membahayakan negara. Mengapa demikian?
Pertama-tama, penyebaran opini kebencian dapat membuat orang yang diarahkan sakit hati dan tersinggung sehingga mampu mengakibatkan permusuhan atau konflik yang lebih besar lagi jika terus-menerus berlanjut.
Apalagi jika hasutan tersebut memojokkan sebuah kelompok eksklusif yang juga tidak mau mengalah. Perihal ini bisa saja berujung pada tindak kriminalitas dan kekerasan, seperti kerusuhan dan bentrok antar warga satu dengan yang lain.
Dengan tindakan yang saling menghasut dan menjatuhkan kelompok lain, lalu lebih mementingkan kelompoknya sendiri atau kerap dikenal dengan sebutan etnosentrisme akan menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat.
Keadaan diperburuk dengan sifat multikultural NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang tersusun atas keberagaman etnis, suku, budaya, agama, dan ras. Semakin banyak perbedaan akan memperparah disintegrasi jika tidak disertai dengan sikap toleransi.
Tidak hanya itu saja, karena kicauan-kicauan pemecah belah tersebar di media sosial, semua warganet dapat mengaksesnya, tidak terkecuali anak-anak dan remaja. Sebagai seorang yang masih dalam masa pertumbuhan dan pencarian jati diri, anak-anak dan remaja cenderung masih labil sehingga juga lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan di sekitarnya.
Jika lingkungan baik, anak-anak cenderung akan tumbuh dengan baik. Jika tidak, akan terjadi hal sebaliknya. Jadi, secara tidak langsung dengan keberadaan kata-kata hujatan penuh amarah pada internet tentu akan merusak moral bangsa.
Selain dapat dibuka oleh penduduk dalam negeri, unggahan-unggahan tidak berkualitas itu juga dapat dilihat oleh warganet luar negeri. Karena penghujat berkewarganegaraan Indonesia, orang luar negeri juga bisa saja melabeli WNI (Warga negara Indonesia) sebagai orang yang tidak sopan (tidak bermoral) sebab terkadang warga adalah cerminan dari negaranya.
Tidak sekadar itu saja yang diketahui warga asing. Mereka juga akan menyadari apa saja seluk-beluk permasalahan yang terkandung dalam negeri kita.
Di kala WNA (Warga Negara Asing) menyelami banyaknya pertikaian, mereka pun akan segan untuk berkunjung ke Indonesia dengan anggapan Indonesia tidak aman. Kendala ini akan mengurangi jumlah turis internasional yang datang.
Alhasil, penerimaan negara dalam bidang pariwisata akan mengalami penurunan. Pada sisi lain, para investor asing juga akan ragu untuk menginvestasikan modalnya ke dalam negeri. Pada akhirnya, perekonomian Indonesia pun akan kian terpuruk.
Keterpurukan negara akan ditandai dengan inflasi. Harga barang-barang akan terus-menerus meningkat, menelan nilai mata uang. Dan siapa yang menjadi korban? Lagi-lagi penduduk NKRI.
Warga akan semakin kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya, kemudian akan berdampak kembali pada tindak kriminalitas tinggi yang akan memperparah laju inflasi. Apabila berkesinambungan, kapan Indonesia bisa menjadi negara maju? Hal sepele yang berdampak luar biasa, bukan?
Oleh karena itu, berhentilah menyebarkan kebencian! Belajarlah mengutarakan ketidaksetujuan dengan cara yang baik dan sopan! Semua orang memang memiliki hak untuk mengutarakan aspirasinya sebab hal tersebut memang terkandung dalam HAM (Hak Asasi Manusia), namun tetap saja harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku.
Jangan berbicara sebelum dipikirkan dengan matang! Karena bukan hanya diri sendiri yang bisa celaka, namun juga akan merugikan orang banyak yang sama sekali juga tidak berhubungan.
Ubahlah cara berpendapat Anda! Kalian bisa mencontoh esai ini yang ditulis untuk menyampaikan ketidaksetujuan terhadap ujaran kebencian yang beredar. Saya tidak menuliskan kata-kata kasar dalam menyatakannya.
Tetapi, menyertakan beberapa analisis mengenai akibat yang akan dihasilkan sehingga pembaca diharapkan dapat sadar akan perkara ini dan tidak mengikuti jejak salah yang sebelumnya terjadi.
Menurut pandangan saya, alangkah baiknya jika kita lebih banyak berkarya dan melakukan kegiatan-kegiatan positif dibanding dengan hanya berkomentar saja. Sebab ada pepatah mengatakan “Ubahlah dirimu sendiri sebelum mengubah orang lain”. Lalu, bagi para pengembang media sosial sebaiknya lebih mengawasi kegiatan warganet yang berada di media sosialnya untuk mencegah munculnya masalah yang sama.
Demokrasi memang demokrasi, akan tetapi demokrasi juga memerlukan aturan, bukannya segala hal diperbolehkan dengan alasan demokrasi. Jika pengujaran kebencian adalah demokrasi, apakah pembully-an (perundungan) secara verbal juga merupakan demokrasi? Kan, sama-sama hanya menyampaikan pendapatnya saja.
Pikirkanlah dengan baik! Anda pasti tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebab semua orang memiliki hati nurani yang memimpin akal budi untuk berpikir mengenai kebaikan dan kebenaran.
Dengan ini, saya mengajak Anda sekalian untuk menjunjung demokrasi dengan metode yang benar, seperti menyampaikan pikiran melalui kaidah yang tepat sebagai contohnya dan memandang perbedaan bukan sebagai kendala, namun sebagai ciptaan Tuhan YME agar manusia bisa saling melengkapi.
Dengan begitu, barulah kita dapat menghindari perpecahan dan memajukan negara terkasihi ini. Kita harus bersatu sebagaimana peribahasa “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.”
Referensi :
“Pengertian Media dan jenis Media”. pengertianahli.com. 15 Februari 2018. <http://www.pengertianahli.com/2014/07/pengertian-media-dan-jenis-media.html
Martin Pratama, Akhdi. “Jonru Ginting Dijerat Pasal Berlapis dalam Kasus Ujaran Kebencian”. megapolitan.kompas.com. 19 Februari 2018.
<http://megapolitan.kompas.com/read/2017/10/04/13044151/jonru-ginting-dijerat-pasal-berlapis-dalam-kasus-ujaran-kebencian
Erdianto, Kristian. “Ujaran Kebencian Picu Generasi Muda Jadi Intoleran dan Diskriminatif”. nasional.kompas.com. 19 Februari 2018.
<http://nasional.kompas.com/read/2017/12/08/18445061/ujaran-kebencian-picu-generasi-muda-jadi-intoleran-dan-diskriminatif
Hariyanto, Ibnu. “Kasus Ujaran Kebencian, Jonru Dituntut 2 Tahun Penjara”. news.detik.com. 20 Februari 2018.
<https://news.detik.com/berita/d-3874638/kasus-ujaran-kebencian-jonru-dituntut-2-tahun-penjara
M, Suyito. “Teori Konflik Non-Marxis oleh Suyito , M. Si Dosen Sosiologi Stisipol Raja Haji Tanjung Pinang”. titoopini.blogspot.co.id. 20 Februari 2018.
<http://titoopini.blogspot.co.id/2016/08/penekanan-dalam-teori-konflik-non.html