Beberapa pekan belakangan mungkin adalah pekan terhangat di dunia politik kita. Banyak kejadian panas yang bermunculan yang tidak jauh dari hingar bingar partai maupun para politisi tanah air. Yang terpanas mungkin adalah drama munculnya KLB partai demokrat yang memunculkan banyak spekulasi liar.
Yang bikin KLB demokrat riuh mungkin karena memang banyak politisi terkenal yang terlibat. Bahkan tak tanggung-tanggung, kasus ini juga melibatkan orang dalam istana yang juga salah satu kepercayaan Presiden. Keterlibatan pihak istana menambah bumbu drama politiknya semakin kental.
Jika dirunut dari awal kejadiannya mungkin plot drama politik Demokrat ini biasa-biasa saja. Bermula dari konflik biasa namun dibiarkan berlarut-larut. Dari masalah internal hingga berbuntut hadirnya pihak ketiga. Ruwet sekali pokoknya.
Masalah internal partai yang gagal diselesaikan dengan baik, berbuntut panjang. Bisa jadi karena ketidakpuasan beberapa orang yang juga orang lama partai menjadi masalah ini makin pelik. Terseretnya pihak ketiga yang notabene nya adalah orang di luar partai menambah bumbu pertikaian yang pelik.
Pak Moeldoko, pihak ketiga yang dianggap sebagai salah satu biang kerok menjadi salah satu bintang drama politik ini. Mantan Panglima era Presiden SBY ini dianggap sebagai tokoh utama perpecahan. Moeldoko yang juga lingkaran dekat Presiden saat ini sekaligus Kepala Staf Kepresidenan dicap publik dan kalangan Demokrat Pro AHY sebagai biang kerok permasalahan. Beliau adalah pemeran antagonis dalam drama politik kali ini.
Melihat drama politik Demokrat yang terjadi, mengingatkan kita kepada plot sinetron alay ala Indonesia yang saat ini marak tayang di TV-TV swasta tanah air. Plotnya hampir mirip semua. Alur percintaan yang super lebay, hingga perpisahan yang disebabkan pihak ketiga.
Plot klimaks sinetron tanah air selalu saja dimulai dari pertikaian karena hadirnya pihak ketiga. Bintang utama pada akhirnya akan selingkuh dengan orang lain yang lebih baik dari pasangan sebelumnya. Dengan sedikit dibumbui intrik-intrik, plot akhirnya hampir selalu sama. Pisah kongsi karena ada yang lebih baik, bisa karena lebih kaya atau lebih romantis dari pasangan sebelumnya.
Perhatikan saja sinetron-sinetron kita yang ada sekarang, hampir semuanya tak ada nilai moral yang jelas. Kalaupun ada yang paling mentok pesan moralnya hanya satu : “jangan sekali-kali ngambil istri atau suami orang kalau gak pengen nasibmu jelek.”
Semua jalan cerita sinetron kita hampir semuanya muter-muter gak jelas. Lebih banyak menampilkan gaya hidup hedon atau kalau tidak menampilkan kesengsaraan yang kalau kita ikuti sampai akhir si miskin akan berubah menjadi kaya raya juga. Ajaibkan? Caranya juga gampang, nikah sama orang kaya. Nah, nilai moralnya nambah satu lagi : “ kalau mau cepat kaya, nikah saja sama anak orang kaya!”
Kembali ke masalah heboh partai Demokrat tadi. Plotnya sebenarnya hampir sama saja dengan plot sinetron kita yang lebay tadi. Berawal dari masalah kecil, lalu membesar, ada intrik, ada pihak ketiga. Masing-masing elit mempertontonkan acting-nya masing-masing.
Elit-elit politik kita mungkin memang berbakat acting yang luar biasa. Berbohong di depan publik sudah fasih dilakukan. Di awal plot drama ini mereka dengan santai bilang tidak ada keinginan mengkudeta dan mencoba meyakinkan publik bahwa itu hanya halusinasi para pengurus lama. Namun ajaibnya di tengah cerita dengan bangga menunjukkan dia adalah ketua barunya.
Selain sirkus Demokrat, beberapa kali rakyat juga sudah disuguhkan drama politik busuk yang tak mendidik. Masih ingat dengan ribut-ribut para Menteri dengan Gubernur Anies Baswedan terkait Bansos untuk warga DKI di awal pandemi?
Salah satu Menteri yang saat itu begitu gigih menyalahkan pemerintah daerah terkait masalah bansos, saat ini malah telah jadi tersangka KPK penyelewengan bansos. Tak tanggung-tanggung triliunan rupiah Ia selewengkan. Diawal drama, Ia begitu sangar menyalahkan Pemda yang dicap lambat dan tak senonoh mengatur bansos. Diakhir cerita, Ia lah yang menjadi tukang tilep dananya.
Para politikus dengan tanpa rasa malu mengumbar hawa nafsu kekuasaan. Mereka dengan tanpa malu mempertontonkan kerakusan dan kesombongan. Mirip sekali dengan sinetron-sinetron kita. Mengumbar kekayaan, mengumbar nafsu percintaan, hingga hal lebay lainnya.
Sama seperti menonton sinetron tak bermutu, rakyat hanya cuma bisa kadang emosi sendiri melihat sirkus politik para elit saat ini. Mereka bahkan sadar bahwa apa yang dilakukan adalah hal yang buruk, namun tanpa rasa malu tetap mereka lakukan dan pertontonkan. Kerakusan dan hawa nafsu kekuasaan kadang membuat mata hati semua orang buta.
Dari kasus ribut-ribut partai Demokrat atau kasus ribut-ribut politisi lainnya, rakyat mungkin dibuat jijik melihat seluruh proses yang terjadi. Untuk kasus ribut-ribut Demokrat, terlepas dari entah siapa yang benar, seluruh rangkaian proses yang terjadi sungguh sangat memalukan dan tidak mendidik. Keterlibatan para politisi atau bahkan orang-orang di lingkaran Presiden menambah masalah-masalah yang muncul tersebut terlihat begitu bobrok dan menyedihkan. Rakyat terlanjur memandang para elit istana sudah bermain terlalu jauh.
Barangkali benar menurut beberapa pengamat, negeri kita mulai memasuki kemunduruan demokrasi. Banyak hal yang terjadi menyebabkan ancaman terhadap demokrasi yang sesungguhnya mulai dirintis sejak reformasi. Beberapa masalah yang muncul belakangan ini dianggap mulai mengancam kehidupan demokrasi negeri.
Mirip seperti sinetron kita yang semakin menurun kualitasnya. Demokrasi dan perpolitikan negara ini juga terancam. Sebagai contohnya adalah jika kita berkaca dari salah satu kasus yang saat ini menimpa partai Demokrat. Pemerintah harus cepat bertindak. Hal-hal yang mencoreng citra pemerintah dan intrik-intrik liar elit pemerintah harus dihentikan.
Entah sampai kapan negeri kita ini akan seperti ini.Mungkin perlu diperbaiki dulu mutu sinetron-sinetron kita, baru politiknya ikutan membaik. Karena bisa jadi para politikus kita atau para elit pemerintah kita adalah penggemar sejati sinetron-sinetron itu. Mereka begitu terinspirasi sehingga kelakuannya identik dengan jalan ceritanya.
Atau mungkin karena saking bagusnya acting para politisi ini, lebih baik mereka pensiun jadi politisi atau lingkaran istana. Mengingat bakatnya yang begitu luar biasa itu tadi, ada baiknya mereka banting stir jadi pemain sinetron murahan di tv-tv tanah air. Saya yakin mereka bisa. Saya yakin mereka mampu menjiwai, karena mereka punya bakat alami.