Memaksa adanya pernikahan antara korban dengan pelaku yang telah melakukan tindakan pemerkosaan atau kekerasan seksual terhadap korban kerap kali menjadi sebuah jalan keluar  jika ada kasus pemerkosaan. Kadangpula pernikahan tetap dilakukan walaupun si korban menolak untuk dinikahkan dengan si pelaku. 

Padahal, hukum dan negara telah melarang terhadap warga negaranya untuk tidak melakukan tindakan memaksa adanya pernikahan tersebut, antara si korban pemerkosaan dan pelaku pemerkosaan.

Karena tindakan Memaksa adanya pernikahan antara si pelaku dengan si korban pemerkosaan termasuk dalam tindakan yang melanggar hukum, dan si pelaku yang memaksakan adanya pernikahan tersebut juga dapat dijerat hukum pidana.

Pengaturan Kekerasan Seksual di Indonesia adalah Semua orang  di perbolehkan untuk menikah, karena menikah merupakan hak asasi manusia yang di lindungi oleh negara. Hak untuk menikah terdapat dan di atur dalam UU nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia (HAM).

Pasal 11 UU HAM menyatakan, “1. Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah; 2. perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Dan adapun yang terdapat di dalam ayat 2 dari pasal ini, yaitu menegaskan bahwasannya : "terjadinya pernikahan yang sah, hanya dapat berlangsung jika adanya kehendak dari kedua calon pasangan yang bersangkutan dan bukan karena adanya pihak yang memaksa."

UU Nomor 11 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Bahwasannya jika ada kasus pemaksaan yang dilakukan oleh pihak tertentu, kepada korban pemerkosaan untuk menikah dengan si pelaku, maka tindakan ini termasuk dalam kekerasan seksual. Karena, pada UU  Nomor 11, telah dijelaskan bahwa menekan dan melakukan pemaksaan perkawinan itu tergolong ke dalam tindak pidana kekerasan seksual.

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 11 ayat (2) huruf f, UU (TPKS) pemaksaan perkawinan adalah juga termasuk dalam tindakan kekerasan seksual. Karena adanya penyalahgunaan kekuasaan dengan menyertakan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau tekanan psikis lainnya. Sehingga seseorang tidak dapat memberikan persetujuan yang sesungguhnya untuk melakukan adanya perkawinan.

Ancaman pidana yang sesuai dengan pasal 11 ayat (2) huruf f, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan material ataupun untuk membayar hutang, maka akan di berikan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (tahun) dan paling lama hukuman 10 (tahun). Juga disertai dengan pidana tambahan, yaitu membayar ganti rugi sebanyak 200 juta.

Maka dari itu, solusi untuk mengadakan pernikahan antara pelaku dengan si korban pemerkosaan dengan memaksa dan dikarenakan oleh hal tertentu, maka dari itu hal ini berarti menjadi impunitas bagi si pelaku atas tindak kejahatan yang dilakukan nya. 

Maka dari itu, si korban pemerkosaan ataupun korban kekerasan seksual lainnya harus di wadahi fasilitas hukum, agar tidak ada kasus pemaksaan pernikahan ini. Dan pemikiran ini pun dapat diubah dengan maksud tujuan tindakan ini bukanlah solusi yang dapat di lakukan, walaupun dengan maksud dan tujuan untuk melindungi aib keluarga.

UU TPKS dijadikan sebagai Payung Hukum Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan. Karena, UU penghapusan TPKS merupakan salah satu solusi guna untuk melindungi korban kekerasan seksual dan menjadikan hukum sebagai payung perlindungan bagi si korban. 

Dalam UU TPKS, menjelaskan jika negara memiliki kewajiban untuk menguatkan peran dan tanggung jawab keluarga, komunitas, dan masyarakat, guna memenuhi hak-hak para korban dari kekerasan seksual.

Walaupun telah dilindungi hukum, tetapi masih banyak juga korban kekerasan seksual yang masih enggan untuk melapor, karena dalam realisasinya kasus kekerasan seksual masih dijadikan sesuatu hal tabu dan aib yang tidak boleh di sebarluaskan. 

Karena hal ketabuan ini, sehingga muncul lah rasa malu untuk memberikan laporan ke pihak lembaga hukum, karena rasa takut, malu, dan di cemooh oleh masyarakat umum. Karena hal tersebut, para korban yang ingin speak up menjadi tidak memiliki ruang untuk mendapatkan keadilan.

Alasan Menikahkan Korban Dan Pelaku Kekerasan Seksual adalah untuk melindungi nama baik keluarga. Namun tanpa di sadari, hal ini merupakan suatu Kesalahan dan bisa menjadi suatu tindak pidana. Sebenarnya masih banyak solusi yang bisa dipilih untuk menghukum pelaku kekerasan seksual. 

Namun, masih banyak pula pihak tertentu yang menjadikan pernikahan secara paksa antara pelaku dan korban pemerkosaan, dengan dalih agar dapat bisa menyelamatkan nama baik keluarga. Maka dari itulah ada pihak, bahkan orang tua nya pun menjadikan dan memilih hal yang melanggar ini untuk dijadikan suatu solusi.

Komnas perempuan juga mempunyai suatu pemikiran agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi. Komnas perempuan juga menambahkan, bahwa seharusnya korban mendapat hak perlindungannya dan mengetahui haknya, juga di berikan ruang sehingga korban pun dapat mengadu ke lembaga layanan Komnas perempuan. 

Karena ini menjadi hal khusus agar si korban mendapatkan pendampingan dalam penanganan kasus, berupa proses pemulihan yang didampingi pengacara, agar korban kekerasan seksual memiliki dan mendapatkan perlindungan sesuai dengan hak nya.

Karena jika tidak di tindak lanjuti, maka korban tidak hanya mengalami trauma psikis atau gangguan psikologi saja, tapi juga bisa dapat mengalami stigma yang dapat membahayakan  kesehatan mental korban. 

Jadi kita tidak dapat menyalahkan korban bahkan sampai memberikan tekanan untuk memaksa  pernikahan antara pelaku dan korban pemerkosaan. Karena hal tersebut akan berpontensi memperburuk keadaan psikologi korban dan juga memperburuk stigma korban.

Maka dari itu, pentingnya memberikan pemahaman terhadap  masyarakat mengenai tindak pidana hukuman yang akan diberikan, jika masih ada pihak ataupun orang tua yang masih menjadikan tindakan ini sebagai solusi. 

Guna untuk melakukan pengenalan agar terciptanya orang tua yang memiliki pemahaman untuk tidak menjadikan solusi tersebut sebagai jalan terbaik, karena hal tersebut bukannya menjadi solusi namun akan semakin memperburuk keadaan.