“Lha ini lho! Masak gak terasa?” Sambung saya...

Dikira Gempa

Alhamdulillah, seminggu lalu, hari Rabu, 23 Maret 2022, menjelang tengah siang, saya terkena serangan strok. Kejadiannya sewaktu saya hendak menjemput anak bungsu saya pulang sekolah. Masih di teras rumah, perasaan saya ada Lindu, gempa bumi.

Anak-anak saya yang sedang sekolah daring di rumah langsung saya panggil biar pada keluar rumah, “Ada gempa, hayo pada keluar rumah.” Ucap saya agak berteriak.

“Gempa apa’an Pak, gak ada.” Jawab anak ketiga saya, keluar kamar sambil bawa tablet sekolahnya.

“Lha ini lho! Masak gak terasa?” Sambung saya, sambil masuk rumah lagi mau panggil anak-anak saya yang lain. Tangan saya memegang gagang besi pegangan tangga ke lantai 2.

Loh! Gak ada Paak…” Tukas anak saya, lalu dia menaruh tabletnya dan menghampiri saya.

Ternyata saya oleng sendiri pas itu. Saya digandeng anak saya ke kursi terdekat, kursi meja makan. Dari lantai 2, anak sulung saya lalu turun agak panik, “Ada apa Pak?” Bilangnya bertanya.

Sadar saya oleng sendiri, saya pun minta bantuan anak saya mengambil alat tensi meter. Saat menunjuk lemari tempat menyimpan alat medis dan obat, saya merasa tangan saya lemas. Tak hanya lemas tapi juga bergoyang-goyang lemah, gliyur-gliyur.

Saya tambah sadar bahwa saya kena serangan strok, siang itu.

“Ya Allah, bapak kena strok kayaknya Le, tolong ambilin Amlodipin.” Ucap saya agar berteriak, takut suara lemah karena badan terasa ringan. Saya pun minum dua tablet Amlodipin dosis 5 mg sekaligus.

Lalu saya ukur tekanan darah saya menggunakan tensi meter elektronik. Hasilnya mencengangkan, 182/122. Pantas saya oleng bagai diguncang gempa bumi, bangsa 6 skala Richter.

Tak lama istri saya datang, pulang dari pengajian. Dia agak panik melihat saya lemas. “Bilangnya bapak kena gejala strok.” Jelas anak sulung saya, yang membantu mengoperasikan tensi meter.

“Oh coba bapak direbahkan ke kasur, bantu jalannya.” Istri saya mencoba tenang. Saya dibantu jalan sama anak sulung saya, menuju kamar tidur. Kaki kanan saya terasa lemas, meski masih bisa melangkah.



“…Pak jangan sampai ketiduran ya. Juga jangan mikir yang macem-macem…”

Hindari Panik

Duduk di kasur, Istri saya memegang tangan kanan saya. “Lah kok adem banget!” Kata istri saya mencoba tenang, lalu menelpon temannya yang pernah kena strok.

Telepon tersambung. Istri saya sengaja setel suara speaker handphone. Suara ramah, lembut lalu terdengar. Teman istri saya, asalnya Jawa Tengah.

“Assalaamualaikum, Bu”

“Waalaikum Salaam Bu Nur, wonten nopo njih?” Istri saya memang lebih dikenal dengan sebutan namanya sendiri, bukan nama suaminya, saya. Berarti saya kurang gaul dan nggak ngetop di lingkungan perumahan.

“Njih Bu, ini bapak e Iyan kayaknya kena gejala strok, nganpunten, gimana ya penanganannya, kados njenengan riyen?”

“Oh nggih Bu?! Pun tenang dulu. Bapak masih bisa ngomong jelas?”

“Iya taksih saged, Bu.” Saya ikutan menjawab sekalian ngetes suara saya masih lemah apa sudah kuat.

Nggih, Pak jangan sampai ketiduran ya. Juga jangan mikir yang macem-macem.” Saya dengar jelas perintah teman istri saya dari speaker handphone Samsung, merk favorit istri saya.

Setelah itu, teman istri saya memberi saran-saran penanganan sesuai pengalaman yang pernah dihadapinya beberapa tahun lalu. Meski bersifat saran, namun istri saya mematuhinya bagai instruksi. Melihat istri saya patuh, ya saya jadi manut, pasrah.

Pertama, ujung ketiga jari-jemari kedua tangan saya, yaitu telunjuk, tengah, manis, ditusuk jarum yang steril dan tak karatan.

Anak sulung dan istri saya pun mencoba menusuk-nusuk keenam ujung jemari saya biar darah keluar. Biar tekanan darah berkurang dan darah yang bertekanan darah tinggi pun keluar lega.

Apa-apa saja dalam tubuh, jika keluar memang bisa menimbulkan sensasi kelegaan.

Hanya saja keenam ujung jemari saya langsung ledes dedel duwel, berdarah, berkat sentuhan paramedik dadakan, yaitu; anak sulung dan istri saya. Tapi yang penting, rasa lemas di tangan kanan saya mulai berkurang.

Saran kedua adalah segera cari obat pengencer darah, merk Aspilets Trombo yang ramah lambung. Biar darah menjadi lebih encer dan mengurangi tekanan darah yang terpompa. Juga minum Amlodipin yang dosis 10 mg, merknya TensiVask.

Obat yang ditebus di apotek terdekat datang dibawa anak sulung saya yang mau tak mau melanggar aturan berkendara di perumahan yakni maks. 5 km/jam. Kedua obat itu pun, tanpa banyak langsung tak minum, masing-masing saya jeda bangsa 1 menit.

Saran ketiga sekaligus mengakhiri pembicaraan telpon antara istri saya dengan temannya di seberang, adalah memanggil dokter klinik langganan dekat rumah. Mungkin karena teman istri saya melihat kondisi saya via video call masih bisa tertangani melalui penanganan darurat pertama di rumah, belum sampai rumah sakit.



…langsung tersugesti lebih dari 50% sehat.

Penanganan Dokter

Sambil menunggu dokter datang, atas saran tetangga baik saya, maka saya kudu dibekam, mengeluarkan darah kotor. Ahli bekamnya ya tetangga saya sendiri.

Aduh! Apa-apa kok saya dipermudah dibantu sama tetangga. Alhamdulilah berkat saling mengenal dan mendoakan yang baik-baik.

Hampir ½ jam-an saya dibekam. Agak lama karena ada titik-titik tertentu yang kudu diulang pengambilan darahnya pake alat cop bekam. Sebagian besar titik-titik bekam ada di area punggung dan satu titik tepat di ubun-ubun.

“Wah, ini penyumbatan Pak. Lha ini, lha ini… Wih ini namanya darah kental!” Ujar tetangga saya yang ahli bekam menjelaskan. Tadinya saya belum percaya, cukup membatin “Ah masak?”.

Tapi setelah ditunjukin bentuk –maaf– darah saya hasil bekam ternyata berbentuk seperti jeli berwarna kehitaman, maka langsung saya skip ungkapan membatin “Ah masak?”

Jelas saya terkena strok akibat pengentalan darah!

Tak lama setelah bekam usai dan saya sudah kembali rebahan di kasur, Bu Dokter dan Asistennya, Mbak Paramedis datang.

Setelah saya ungkap selengkapnya kronologi yang saya alami, saya pun diperiksa tekanan darah lagi oleh Mbak Paramedis. Sudah turun, mendekati angka sistol 170-an dan dites kandungan gula, kolesterol dan asam urat.

Hasilnya, gula normal, kolestrol dibawah ambang batas, tapi asam urat 10 melebihi angka maksimal asam urat bagi pria, 7.

“Ada sesek-sesek Pak?” Tanya Bu Dokter mendekati saya.

“Belum Bu… Mudah-mudahan nggak.” Jawab saya mencoba tak sombong.

“Ha ha… Mudah-mudahan nggak lah Pak, saya periksa dadanya ya Pak?” Tanya Bu Dokter lagi.

Tapi belum sempat saya menyetujui, ternyata Bu Dokter langsung menaruh Stetoskopnya ke dada saya. Apakah ini yang dinamakan sugesti medis? Menjalankan amanah kesembuhan meski tak diminta.

“Coba tarik napasnya, bapaak?” Pinta Bu Dokter penuh kelembutan. Saya menurutinya, saya menarik napas dalam-dalam memenuhi seisi rongga dada saya, membuktikan saya tak sesak.

“Baik paak, coba hembuskan napasnya.” Lagi Bu Dokter meminta lebih lirih, karena sambil mencermati nada-nada irama degup jantung saya via stetoskop. Saya pun pelan-pelan menghembuskan napas dengan arah mulut agak berpaling, demi kesopanan.

Beberapa titik area dada saya tersentuh Stetoskop yang ujungnya terasa adem. Terus perut saya diketuk-ketuk sama Bu Dokter dengan ujung telunjuk kanannya. Jelas bukan posisi jari mengetuk pintu kayu, ya.

Aman, tak ada keluhan.

“Baik paak, kalo gitu penyebab stroknya ini darah tinggi, sudah betul konsumsi obat tensi. Lalu ada asam urat juga ya.” Jelas Bu Dokter sambil merapikan Stetoskopnya.

“Iya ya Bu Dokter, penyebab tensinya apa ya? Padahal setiap pagi saya rutin minum Amlodipin.” Saya mencoba menambah informasi medis.

“Oh, kalo Amlodipin diminum malam pak. Kecuali jika satu resep sama obat kolestrol, atau asam urat misalnya, baru diminum pagi.” Jelas Bu Dokter lagi.

Lhoalah, berarti saya keliru ya selama ini, ya udah saya mulai sekarang minum malam Amlodipinnya, Bu Dokter.” Saya mencoba berkomitmen.

“Baik pak, nanti saya kirim obatnya, disarankan periksa scanning ya pak, supaya nanti lebih dapat info detail.”  Bu Dokter merekomendasi langkah selanjutnya.

Inggeh siap Bu Dokter, saya manut.” Saya mencoba memberi kepastian.

Bu Dokter dan Mbak Paramedis pun berpamitan. Senengnya saya sudah diperiksa oleh Bu Dokter kilinik langganan.

Tepatnya sih bukan Bu tapi Mbak Dokter. Karena masih muda banget, lajang, dari nada intonasi suara, tertawa, tatapan mata dan guratan alisnya, maka saya yakin Bu Dokter muda ini cakep banget.

Lulusan FKUI lagi. Wis ayu, pinter pula.

Mateng koen!

Diperiksa oleh Bu Dokter ini langsung tersugesti lebih dari 50% sehat.



…beberapa titik jarumnya dialiri setrum ampere ringan…

Terapi Akupuntur

Jelang Isya, kedua obat yang diharus dikonsumsi oleh Bu Dokter pun datang yakni obat syaraf Beneuron buat malam hari dan obat Allopurinol buat siang hari.

Jelang malam dan setelah mendapat kuliah cinta dari istri saya, sebelum terlelap saya pun bertanya-tanya dalam hati tak menyangka terkena serangan strok. Banyak penyebabnya yang saya coba kira-kira. Antara lain pola hidup dan pola makan.

Termasuk, saya baru menjalani donor darah 10 hari sebelumnya.

Pola hidup karena saya keseringan begadang. Sudah diingetin istri dan anak-anak, tapi saya tambeng kalo sudah keasyikan menulis, misalnya. Bisa baru tidur lewat jam 1 malam.

Pola makan, saya sering menyerah sama masakan berbumbu kacang atau cemilan berbasis kacang. Juga masakan yang gurih terus ada asin-asinnya, lalu pedesnya ukur-ukur. Sambil asyik di depan komputer, di sebelah kanan ada sekotak Tupperware isi kacang atom. Terus lupa kalo usia lebih ½ abad.

Alhamdulillah saya masih diberi peringatan oleh Allah.

Besok sore, setelah hampir seharian mencoba melawan lemas dengan berjalan kaki selama ½ jam pas sinar matahari pagi menghangat sekitar pukul 9, ditemani ahli bekam tetangga saya. Juga mencoba melatih syaraf motorik langkah tegap dengan cara PBB (Prosedur Baris Berbaris) meliputi;

  • Siap Grak!
  • Hormat Grak!
  • Istirahat di tempat Grak!
  • Tegap Grak!
  • Jalan di tempat Grak!
  • Majuj Jalan!
  • Brentii Grak!
  • Balik Kanan Grak!

Terus diulang-ulang sepanjang ruang tamu sampai ruang makan bolak-balik 10 menitan, maka habis Ashar saya diterapi tusuk jarum, Akupuntur.

Ada 33 titik di sekitar kepala kiri, pipi kanan, lengan dan telapak tangan, serta sepanjang pangkal paha hingga telapak kaki. Tak hanya ditusuk jarum Akupuntur, tapi juga beberapa titik jarumnya dialiri setrum ampere ringan, kecuali pipi dan kepala.

Rasanya sensasional, mak ‘deert..tik, tik, tik, deeert…tik, tik, tik, deeeert’, ada rasa bergetar di dalam otot dan syaraf, selama 20 menitan.

Pas mak ‘deeert…’, rasanya Enak.

Sempat mengobrol dengan Dokter Akupuntur, mendapat saran saya perlu konsumsi obat khusus untuk nutrisi otak saat terkena strok. Senyama kimia bernama Citicoline, merknya Brainact. Paling rekomendasi merk itu untuk mengupayakan otak tetap mendapat nutrisi pasca serangan strok.

Kabarnya PON (Pusat Otak Nasional) Jakarta juga menggunakan merk Brandact. Sehingga Citicoline yang bermerk itu, relatif langka di apotik. Biasanya ditawari merk lain asal mengandung Citicoline. Merk tersebut biasanya tersedia di apotek waralaba seperti KF.



“…menggunakan tongkat kesehatan berkaki empat…”

Terapi Mandiri

Selama dua harian hingga Sabtu, badan saya sudah lebih terasa baik. Meski ada beberapa titik motorik di wilayah jari-jemari dan kaki yang kurang bertenaga pada posisi tertentu.

Misal, sewaktu berwudlu pada tahap mencuci hidung, seringkali tangan kanan saya terlalu bertenaga, sehingga berasa nabrak hidung, bukan menyentuh.

Atau sewaktu latihan jalan PBB, pas perintah yang saya ucapkan sendiri sambil latihan lidah dan pipi, “Balik Kanaaan Grak!”, maka telapak kaki kanan saya belum sepenuhnya berputar 180o.

Juga sewaktu chatt WA, sering misstypo, kudu pelan-pelan.

Mengetik pesan ke istri; “Nanti masakin sup jagung ya Say…”

Bisa terbaca “Janyi nasali  sou jahung ys Sau” (tanpa tiga titik).

Sehingga kudu telaten direvisi agar pesan ejlas terbaxa.

Selama beraktifitas di dalam rumah, maka saya mencoba selalu menggunakan tongkat kesehatan berkaki empat milik Ibu Mertua saya, yang pernah menjalani perawatan terapi rutin pasca strok, beberapa bulan di rumah kami. Untuk sementara Ibu Mertua saya kembali ke Kalimantan Selatan.

Kebetulan ada tongkat kaki empat itu. Atau sejatinya kebetulan itu tak ada, sudah digariskan bahwa suatu saat yang tepat pasti saya menggunakannya. Terutama pas beraktifitas di kamar mandi.

Tongkat berkaki empat milik Ibu Mertua, yang berjasa mengawal keseimbangan selama terapi mandiri.

Bagus bentuk tongkat kaki empatnya. Ergonomis dan terlihat kokoh. Kadang-kadang kalo iseng saya gunakan tongkat kaki empat itu jadi tembakan 4 laser ala Star Wars.

Ciuw! Ciiuw! CiuuWW!...BhuaaW!” Demikian saya berkhayal sambil duduk, mengangkat-angkat itu tongkat.



“…menggunakan pantulan tebaran gelombang suara…”

Menuju Perbukitan

Hari Sabtu pagi, saya ikut bareng keluarga sahabat istri saya, yang hendak mengikuti terapi rutin bagi putrinya yang masih remaja, guna perawatan menghilangkan batu empedu, tanpa operasi. Berempat, saya, sahabat istri saya, suami dan putrinya, pukul 06:30 WIB berangkat menuju RSU Holistic di Purwakarta.

Perlu waktu hampir 2 jam perjalanan, hingga sampai di Rumah Sakit yang bersensasi Villa di perbukitan, berpemandangan alam lingkungan sangat asri.

Sama dengan yang dialami oleh putri sahabat istri saya, maka dalam rumah sakit tersebut, saya mengikuti proses Brain Resonance Scanning / BR-Scan.

Berupa teknologi pemindai medis, menggunakan pantulan tebaran gelombang suara, ke dalam seluruh bagian tubuh, sehingga titik-titik yang bermasalah dalam hal kesehatan, bisa dipetakan.

Setelah melalui proses Obsevasi pindai mulai telapak kaki hingga otak, saya diarahkan untuk mengikuti Konsultasi oleh Dokter Ahli. Seorang Ibu Dokter yang seusia dengan saya, ramah dalam memberi saran dan teliti dalam menganalisa hasil BR-Scan dalam tubuh saya.

Rupanya, Ibu Dokter juga seorang saintis, sesuai dengan gelar Sarjana Sains (SSi) di belakang namanya.

Ada beberapa saran yang kudu saya patuhi berkenaan dengan fakta hasil BR-Scan saya di beberapa organ dalam dinilai tengah dalam kondisi tak sehat. Saran yang menjadi wajib itu adalah;

  1. Pola hidup sehat, tak boleh merokok.
  2. Makan dan minuman sehat, menjadi Vegetarian.
  3. Rajin berolah raga dan turunkan berat badan.

Saran nomor 1 dan 2, saya siap. Sementara saran nomor 3 setelah ‘dan’, itu baru tantangan.

Tapi pada dasarnya saya menyanggupinya. Sudah siap merubah mindset, demi perbaikan diri sendiri dan harapan keluarga. InsyaAllah.

Selanjutnya, saya mengikuti tahap Terapi di Rumah Sakit yang berhawa sejuk perbukitan ini. Ada tiga jenis terapi yang saya jalani, yaitu Ozon, Nano Pulse sama Laser Hemo. Untuk Akupuntur saya tak mengikutinya, karena kemarinnya sudah.

Hingga waktu Ashar proses Observasi, Konsultasi serta Terapi yang saya dan putri sahabat istri saya untuk masalah kesehatan yang berbeda, telah kami ikuti.

Ada jeda Isoma kisaran pukul 12:00 – 13:00 WIB. Selama masa jeda, usai sholat Duhur di masjid dalam Rumah Sakit, maka kami menikmati masakan pesanan di Gazebo yang menghadap alam perbukitan berangin semilir sepoi menuai kantuk.

Seusai sholat Ashar, maka kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Menyisir jalan raya yang di kanan dan kiri sepanjang jalan adalah dereta warung Sate Maranggi. Betapa cobaan pertama bagi saya yang telah ketuk palu berkomitmen menjadi Vegetarian.

Selama perjalanan melewati jalan raya Sate Maranggi itu pula sontak pikiran saya melayang kembali saat proses Scanning saya ikuti. Tak hanya otot luar badan mulai ujung rambut ke ujung kaki, namun juga organ-organ dalam selengkapnya.

Mulai otak, mata, lidah, jantung, paru, usus, babat, limpa, ati, ginjal hingga torpedo, semuanya dipindai. Betapa nama-nama organ dalam yang mengingatkan saya akan olahan Soto Jerohan yang segar gurih penuh cita rasa.

Sebagai pria Vegetarian pemula, maka saya pun langsung mendeklarasikan bahwa Soto adalah mantan saya yang terindah.

Alhamdulillah perjalanan lancar, kami tiba di rumah tepat adzan Maghrib berkumandang. Saya sangat bersyukur mendapat kesempatan mengenal keluarga sahabat istri saya yang sangat baik. Semoga Allah melipat gandakan kebaikan dan kemuliaan atas mereka. 

Aamiin.



…sebagai ungkapan niatan berbagi pengalaman…

Berikhtiar dan Saling Mendoakan

Sejak hari Sabtu petang itu, hingga sekarang saya pun rutin mengkonsumsi obat-obatan serba Herbal yang diracik oleh Tim Farmasi RSU Holistic.

Ada Herbal multivitamin umum, Herbal untuk nutrisi otak, Herbal untuk tensi darah, Herbal untuk syaraf dan kapsul minyak Omega-3 buat jantung dan pemerlancar edaran darah.

Juga, sejak terkena strok minggu lalu, ditambah saran-saran dari Ibu Dokter Saintis RSU Holistic, saya pun mencoba mematuhi ketiga saran wajib tersebut.

Sebagian ragam obat sebagai terapi herbal pasca strok.

Alhamdulillah, semakin hari saya semakin membaik dan memang perlu proses penyembuhan pasca strok. InsyaAllah.

Hari ini saya mulai bisa mengetik di atas laptop pribadi saya yang itu-itu saja sejak hampir 10 tahun lalu.

Meski perlu waktu lebih lama agar ketikan terbaca sempurna, tetap saya coba, sebagai ungkapan niatan berbagi pengalaman, dalam hal kesehatan dan upaya mencegah ataupun penanganan strok kepada para Sahabat Qureta yang budiman.

Dalam kesempatan ini, saya juga mohon ijin berpesan kepada Sahabat Qureta, khususnya yang telah berusia 40 tahun ke atas;

  1. Jaga pola hidup sehat dan asupan bergizi yang sehat pula.
  2. Untuk Sahabat yang punya riwayat tekanan darah tinggi, harap rutin selalu konsultasi ke dokter atau terapi pencegahan, juga jangan pernah mengabaikan makna darah tinggi.
  3. Sedia tensi meter yang mudah kenakan (portable), rutin periksa kondisi tensi darah pada pagi, siang, sore dan malam. Adapula tensi meter yang satu paket dengan Smartwatch.
  4. Dan paling utama adalah senantiasa berdoa, memanjatkan Kepada-Nya agar diri kita senantiasa dalam Lindungan dan Berkah Kemuliaan-Nya.

Demikian, Sahabat Qureta yang dimuliakan. Seperti biasa, agak panjang tulisan saya. Karena, selain saya hendak melatih syaraf dan motorik, juga semoga tulisan berbagi pengalaman ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Aamiin yaa Rabb.

Salam sehat untuk Keluarga tercinta.