Tidak bisa dipungkiri bahwa kertas masih memegang perananan penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat, termasuk keberlangsungan dalam urusan pemerintahan. Kertas, secara administratif diperlukan guna kelancaran seseorang dalam pemenuhan aktivitas politik maupun sosial-ekonominya.

Secara administratif, kertas pada umumnya berfungsi sebagai syarat mengurus suatu agenda melalui surat menyurat, dapat pula berfungsi, round trips perjalanan ke luar negeri bagi wisatawan. Di sini secara administrasi, kertas masih memiliki nilai guna yang tidak dapat ditinggalkan dan secara administratif pula menghubungkan person to person atau people to people.

Contohnya, secara administratif saat kita hendak bepergian melintasi negara lain, kita memerlukan sebuah dokumen administrasi perjalanan untuk sampai pada negara yang kita tuju.    

Secara tidak langsung, kertas sangat dekat dengan kita, tanpa disadari dia juga ikut andil membangun sebuah “peradaban” umat manusia. Saking dekatnya kita dengan benda bernama kertas, tanpa kita sadari kita sering menyepelekan keberadaan benda yang satu ini. Namun pada momen tertentu sering kali kita dibikin kebingungan jika dokumen penting itu hilang.

Memang di zaman digital saat ini, dokumen bisa saja disimpan melalui media perangkat elektronik seperti smarthphone. Sayangnya tidak semua dokumen bersifat digital. Dari hal itu, dokumen tetap membutuhkan media kertas. Meski umumnya kertas diidentikan dengan buku, akan tetapi dari sebuah kertas bisa menghasilkan lebih dari sekedar buku.

Dalam perkembangannya, kertas dipergunakan untuk dunia perkantoran dan pemerintahan, perkembangan kertas yang multifungsi tidak lepas dari peranannya sebagai media untuk menulis, mencetak dan bahkan juga media itu melukis.

Identitas kita sebagai entitas manusia tertera dalam sebuah dokumen, bahkan hidup dan interaksi kita ditentukan olehnya. Dari hal kecil seperti dokumen akte kelahiran bisa melahirkan hal besar. Dari selember kertas dokumen akte kelahiran, dapat berkembang bermacam dokumen pribadi. Identitas kita sebagai manusia terverifikasi melalui dokumen, kehidupan kita terikat olehnya. 

Salah satu kasus yang saya tampilkan untuk menggambarkan sebuah dokumen berupa kertas teramat berpengaruh, kasus ini membawa kita pada peradaban modern dan keterbukaan, namun tidak sepenuhnya terbuka, relasi buruk hubungan antar negara, bisa menghambat perjalanan ke negara yang hendak dikunjungi.

Negara Amerika Serikat akan melakukan pemeriksaan ketat bagi wisatawan yang akan masuk wilayahnya, fenomena ini terjadi ketika sistem keamanan Amerika Serikat bekerja pada negara yang dianggap bersebrangan, misalnya Korea Utara atau Iran. Saat anda hendak pergi ke Amerika Serikat, namun anda sebelumnya berkunjung ke Korea Utara, bisa saja dokumen perjalanan anda tidak dapat membawa sampai ke Amerika Serikat.

Kehidupan kita tidak bisa lepas dari kertas, peristiwa politik pun bisa menentukan nasib anda dalam selembar stempel negara lain, atau administrasi perjalanan dinas yang hendak anda ajukan ke kepala eksekutif, tentu dalam proses meminta approve adalah melalui media kertas. Kegunaan kertas begitu penting, namun polemik asal muasal kertas sering mendapatkan kritikan, dan keberadaanya bisa dinilai paradox.

Kita membutuhkan kertas untuk pemenuhan berbagai aktivitas kita, di sisi yang lain proses produksi kertas memunculkan pertanyaan dan menuai kritik, kritik dilayangkan oleh aktivis peduli lingkungan dan pemerhati lingkungan. Kertas disorot dari sisi penggunaan kayu dan secara penggunaanya juga terbilang tidak memperhatikan pembangunan berkelanjutan, kertas sering kali terbuang percuma.

Dalam hitungan matematis, diperlukan 1 batang pohon berusia 5 tahun untuk menghasilkan 1 rim kertas. Dari sisi hasil limbah kertas pun baik secara kuantitatif dalam bentuk cair, gas dan padat, dan limbah itu tidak asal buang, diperlukan wadah dan teknologi yang mampu menguraikannya kembali untuk menjaga ekosistem alam.

Di Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan kertas nasional sekitar 5,6 juta ton pertahun, dibutuhkan bahan baku kayu dalam jumlah besar, kebutuhan kertas indonesia sebagian besar habis pada media penyampaian informasi seperti koran, majalah, brosur, katalog produk, bungkus atau kemasan produk, serta dokumen.

Sayangnya, pemakaian kertas sebagai media kebutuhan pakai dalam jumlah yang tinggi ini mengorbankan ekosistem lingkungan (Dhea Nadya, dalam Kompasiana, 2015).

Fenomena kertas memiliki sisi yang menarik untuk dibahas, sisi kompleksitas kelestarian lingkungan yang diakibatkan dari industri kertas, memunculkan persinggungan argumentatif, dapat pula menimbulkan ironi ketika berbicara kebutuhan akan kertas dan dampaknya terhadap lingkungan, memunculkan dua hal yang kontraproduktif, bagai koin memiliki bentuknya yang sama tapi tidak sama secara sudut pandang. Dan argumentasi yang terbangun adalah gap pemahaman atas nilai guna kertas dengan pengorbanan ekosistem alam.

Kertas berperan besar dalam berlangsungnya peradaban manusia, meski dalam dunia akademis atau dunia jurnalis, kertas bisa digantikan keberadaanya oleh perangkat elektronik canggih, namun tetap saja kebutuhan kertas adalah media yang utama. Misalnya, komunikasi antar kepala pemerintahan saat ini bisa dilakukan dengan berbagai sosial media dan dapat dimuat di media online.

Namun kesepakatan perjanjian antara negara, baik tempoe doeloe dan sekarang, sangat setia membutuhkan media kertas. Segala kegiatan administratif melibatkan keabsahan produk hukum yang harus terlampir dalam lembaran kertas, maka tidak semua aktivitas publik lepas dari kertas.

Donald Trump beberapa waktu yang lalu, membuat keputusan yang menguncang perpolitikan seantero dunia. Keputusannya menjadikan Yerusalem, ibu kota Isreal, menampik berbagai reaksi. Namun jika dicermati lebih detail, akankah keputusan Donald Trump akan sah, apabila orang nomer 1 di Amerika Serikat mengumumkan pemindahan Tel Aviv ke Yerusalem tanpa menandatanganinya pada kertas?

Yang mungkin berisikan kalimat pernyataan seputar Yerusalem dan Isreal. Kertas dan tandatangan Donald Trump lah, memperkuat keputusan politiknya. Peristiwa keputusan politik Trump, melemparkan bola api pertanyaan krusial, jika kertas digantikan oleh media digital, lantas akankah digitalisasi bisa membuat seseorang beralih tidak menggunakan kertas, sedang keputusan Trump ditandatangani dalam media kertas, padahal media digital pun ada saat peristiwa itu terjadi.

Menjadi ganjal dan bisa jadi suatu keniscayaan ketika kita sebagai pelaku media kertas, mengkritik proses industri kertas. Kritik yang tidak relevan, ketika kebutuhan akan kertas tinggi dan tidak diselaraskan pada upaya meminimalisir penggunaannya, nilai kertas pun menjadi niscaya bagi lingkungan, dari sebuah keniscayaan dapat melahirkan sikap ketergantungan, jika sudah bergantung pada kertas, maka penggunaanya bakal semakin tidak terkendali.

Dampaknya pada lingkungan pun beragam, seperti pencemaran air. Meskipun demikian, kertas tetaplah memainkan peran penting. Zaman sah saja berubah dan bergerak dinamis, namun tidak dengan kertas, kertas tetaplah menjadi kertas yang terus hidup dalam dunia literasasi.

Kertas, saya pun tidak memungkiri proses pembuatannya berasal dari alam, bisa jadi merusak ekosistem alam, tapi dibalik keniscayaan kita terhadap kertas, kertas selalu dibutuhkan, bagai hitam dan putih yang tidak pernah senyawa, begitu pula kertas, terkadang terbuang percuma namun sering pula kertas mengambil peran sebagai penentu langkah kita.