Presiden Joko Widodo resmi menaikan harga BBM pada 3 September 2022 lalu. slang beberapa hari banyak penolakan yang timbul dari masyarakat, mulai demo oleh mahasiswa, buruh, hingga nelayan. Semua lini merasa kenaikan harga BBM sangat memberatkan. Dampak kenaikan BBM juga dirasakan para nelayan di Padang, pasalnya 70 persen bahan pokok melaut nelayan adalah BBM.
Perubahan cuaca berdampak sangat luas pada kehidupan masyarakat. Kenaikan suhu bumi tidak hanya berdampak pada naiknya temperatur bumi tetapi juga mengubah sistem iklim yang mempengaruhi berbagai aspek pada perubahan alam dan kehidupan manusia, seperti kualitas dan kuantitas air, habitat, hutan, kesehatan, lahan pertanian dan ekosistem wilayah pesisir
Selain kenaikan BBM, perubahan cuaca juga menjadi kendalanya. Menurut Adi, seorang nelayan yang memiliki perahu untuk membeli BBM saat ini terhalang regulasi " sekarang beli BBM pertalite untuk perahu harus ada surat izin atau surat rekomendasi Dinas Perikanan dan Kelautan" ucap nya.
Harga pertalite yang semula Rp 7.650 menjadi Rp 10.000, bagi nelayan di Padang hal tersebut terbilang mahal. "Sementara sekali melaut bisa habis 50 liter sampai 70 liter . Kalau melaut itu hasilnya tidak tentu, kadang banyak, kadang tidak ada sama sekali." ucapnya.
Sebelum terjadi kenaikan harga BBM, para nelayan tidak memerlukan surat izin dari Dinas Perikanan dan Kelautan untuk membeli kebutuhan bahan bakar perahunya. Terlebih, Akhir-akhir ini cuaca sangat buruk dan gelombang yang tinggi membuat para nelayan tidak pergi melaut . "Kami tidak melaut karena cuaca buruk, jika cuaca membaik akan coba melaut sore ini," ucapnya.
Karena nelayan sulit mendapatkan ikan dalam keadaan cuaca sekarang ini. Kalaupun mendapatkan ikan harga nya sangat mahal. Karena ikan-ikan yang didapat ini di jual melalui agen ikan,kemudian baru agen ini menjual lagi ke penjual-penjual ikan.
Misalnya harga ikan yang di beli oleh agen tersebut seharga Rp 12.000 per kilogramnya kemudian penjual ikan membeli dengan harga Rp 15.000 per kilogramnya, dan penjual ini menjual lagi dengan harga yang lumayan mahal, mulai dengan harga Rp 20.000 hingga Rp 25.000 per kilogram. Harga ini sebelum terjadi kenaikan harga BBM.
Setelah harga BBM naik, agen membeli ikan seharga Rp 18.000 per kilogram yang kemudian di beli oleh penjual ikan seharga Rp 22.000 per kilogramnya, dan dijual lagi dengan harga yang sangat mahal, bisa mencapai Rp 30.000 per kilogram. Hasil penjualan ikan tidak sebanding dengan modal yang dikeluarkan.
Karena hal tersebut membuat penjual ikan menjual dengan harga yang tinggi dan membuat pembeli ikan berkurang. Di saat harga ikan melambung tinggi membuat orang-orang yang biasanya membeli ikan lebih memilih mengkonsumsi telur, tahu, tempe, atau sayur karena harga nya lebih murah.
"Kalau harga jual ikan tidak naik, sementara kebutuhan melaut semakin tinggi , itu akan berakibat kepada pendapatan nelayan yang semakin menurun" ucap Adi. Karena pengaruh cuaca , membuat para nelayan tidak pergi melaut. Terkadang bisa sampai 3 hari hanya dirumah saja.
Akibatnya pendapatan para nelayan menjadi turun dan membuat nelayan pusing tujuh keliling. " Nasib kami para nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini makin parah pasca kenaikan BBM ditambah lagi dengan pengaruh cuaca buruk, dan terkadang kami harus meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ". ucap Afri salah seorang nelayan di Padang.
Hal yang sama juga di sampaikan oleh Adi, " Saya pribadi juga merasakan dampak nya, apalagi membeli bahan bakar untuk melaut membutuhkan uang yang tidak sedikit, saya sampai berhutang untuk membeli nya".
Para nelayan juga berharap supaya pemerintah menurunkan kembali harga BBM seperti semula. Setidaknya bisa meringankan beban para nelayan untuk membeli kebutuhan bahan bakar perahunya. Dan para istri nelayan juga berharap agar cuaca menjadi cerah kembali, supaya suaminya bisa mencari ikan dengan aman, tidak terombang-ambing karena cuaca buruk dan mendapatkan banyak ikan, agar perekonomiannya bisa terkendali lagi.
Sampai saat ini belum ada pernyataan atau keterangan resmi dari Menko Marves atau Menteri Kelautan dan Perikanan yang menjelaskan hasil bantuan masalah dan langkah-langkah yang akan diambil oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini.
Setelah merasakan akibatnya, sekarang para nelayan kalau ingin melaut harus melihat perkiraan musim ikan dan cuaca. Seperti yang dikatakan Adi " Misalnya hari ini saya tidak pergi melaut, kemudian nelayan pasir sebelah yang melaut di hari itu memberitahu bahwa ikan sedang naik ke permukaan. Dan besoknya kami segera pergi melaut".
Tapi itupun hanya nasib-nasiban , kalau memang rezeki nelayan tentu membawa ikan pulang , kalau tidak rezeki tentu saja pulang dengan tangan kosong. Dan lagi-lagi mereka rugi dibahan bakar.
Karena tinggal didaerah pesisir pantai tentu saja pekerjaan utama masyarakat sebagai nelayan. Mau tidak mau kehidupan seperti ini memang harus di jalaninya.