Perubahan zaman selalu beriringan dengan perkembangan teknologi, hal ini ditandai dengan lahirnya ide dan gagasan baru yang inovatif. 

Tentu ini menjadi sebuah penanda bawa ada sebuah fase pergeseran peradaban baru untuk menuju dunia masa depan.

Saat ini dunia terus didorong untuk melakukan transformasi digital di tengah berbagai keterbatasan yang timbul akibat pandemi Covid-19.

Baru-baru ini isu yang berkaitan dengan dunia masa depan telah digagas oleh raksasa teknologi Facebook, yang kemudian Facebook rebranding nama menjadi Meta.

Alhasil dari nama meta tersebut sang pendiri Mark Zuckerberg berinisiatif untuk membuat dunia baru dengan mengawinkan hasil akuisisi alat teknologi Virtual Reality dari Oculus.

Apabila gagasan Mark Zuckerberg tersebut benar-benar terjadi, dan mampu mengubah dunia yang ada saat ini.  Maka kemungkinan besar dunia akan tergantikan oleh teknologi digital dimasa depan.

Karena faktanya kalau kita melihat perkembangan yang dihasilkan Meta untuk membuat metaverse, range nilai berada pada trend positif. Artinya metaverse bakalan terwujud dengan konsep digital berbasis Virtual Reality dan menuju dunia baru.

Pertanyaannya, apakah hanya teknologi saja yang mampu mendominasi untuk mengubah dunia karena telah memberikan perubahan besar di segala sektor.

Kalau kita melihat, teknologi memang berperan besar mengubah dan menggeser sebuah abad untuk menuju revolusi dimasa depan, namun jangan meninggalkan aspek lain yang mempengaruhi dunia saat ini. 

Seperti yang kita ketahui keberadaan politik jauh mampu mengatur regulasi yang ada, dengan aturan suatu negara yang ketat dan kebijakan-kebijakan pemerintah di dalamnya. 

Maka hak suatu individu akan terbatasi dan terus terkontrol oleh aturan-aturan yang harus di taati. Pemakaian teknologi dan barang dari negara lain pun akan difilter sesuai kepentingan elit politik.

Negara yang menciptakan teknologi yang canggih dan tersebar di seluruh jagat dunia jauh lebih berbahaya ketika adanya regulasi pribadi suatu negara yang mengedepankan kepentingan politik negara lain.

Dampaknya teknologi hanya menjadi sebuah alat untuk menunjukkan superior sebuah negara atau entitas tertentu dalam mengontrol negara lain.

Konflik yang terjadi di Eropa hingga detik ini, menjadi bukti bahwa dunia sedang tidak baik-baik saja. Sebut saja Rusia dan Ukraina banyak menimbulkan ketegangan kepada negara-negara lain untuk  tetap waspada apabila terjadi perang dunia ke III (World War III ).

Amerika Serikat sebagai Pro Ukraina terus memberikan dukungan dan menyuarakan aspirasi untuk memblokir Russia di segala sektor. Yang terjadi ketegangan tidak hanya didunia teknologi saja, konflik Rusia dan Ukraina serta Amerika bergeser di ranah politik dan kebijakan.

Sejumlah perusahaan mengambil inisiatif untuk kurangi pasokan peralatan teknologi pendukung yang dibutuhkan oleh perusahaan-pabrik di negara Rusia.  

Dominasi Sanksi

Perusahaan teknologi terbesar nomor satu didunia yang kita tahu Google sepakat memberikan sanksi terhadap Rusia berkaitan hak akses. Google kemudian menambahkan, bahwa mereka juga melarang media yang didanai pemerintah Rusia menggunakan teknologi iklannya.

Dilansir dari Reuters, Minggu (27/2/2022). "Media Rusia tidak akan dapat membeli iklan melalui Google Tools atau memasang Iklan di layanan Google seperti pencarian dan Gmail," kata juru bicara Google, Michael Aciman.

Tidak hanya Google, Facebook ikut memberikan punishment kepada Russia seperti halnya google yang tidak memberikan hak akses ke teknologi digitalnya.

Perusahaan besar dari negara Amerika ini yakni Meta, Microsoft, dan Google serta YouTube telah mengambil tindakan dalam beberapa hari terakhir untuk membatasi media pemerintah Rusia menghasilkan uang dari iklan di platform mereka.

Tidak kalah pintar Russia juga memblokir Facebook di negara itu sebagai upaya lebih jauh membungkam perbedaan pendapat dan membatasi disinformasi tentang invasinya ke Ukraina.

Mengutip Bloomberg, Sabtu (5/3/2022). “Regulator komunikasi Rusia, Roskomnadzor, mengatakan Facebook akan diblokir karena diskriminasi terhadap media Rusia dan sumber informasi.”

Ketergantungan Terhadap Negara Lain 

Terbaru krisis utang melanda negara Sri Lanka. Negara yang berada di Asia Selatan ini disebut sedang mengalami krisis terparah sepanjang sejarah sejak merdeka pada 1948. Akhir pekan kemarin, Presiden Srilanka bernama Gotabaya Rajapaksa mengumumkan keadaan darurat nasional.

Hutang yang besar karena tidak mampu membayar Rp 732 Triliun mengakibatkan protes keras karena ekonomi memburuk menjadi biang keladinya. Awal pekan ini, seluruh menteri yang ada di kabinet pemerintahan Sri Lanka juga memutuskan untuk mengundurkan diri.

Dilansir dari  BBC, Selasa (5/4/2022). "Putra PM Mahinda, Namal Rajapaksa, termasuk di antara mereka yang mengundurkan diri, mencuit bahwa dia berharap itu akan membantu keputusan presiden dan PM untuk membangun stabilitas bagi rakyat dan pemerintah,"

Mengambil dari pelajaran Negara Sri Lanka tersebut. Maka harus ada cara untuk menjadi negara maju dan unggul di segala sektor. Mengedepankan pemakaian produk dalam negeri dan memberdayakan Sumber Daya Alam serta SDM yang ada.

Maka seiring  hadirnya perubahan teknologi memiliki peran penting untuk terus memakai produk buatan dalam negeri, sehingga negara tidak akan selalu bergantung pada negara lain.

Di Indonesia sendiri, perkembangan infrastruktur serta budaya mengembangkan kecanggihan teknologi semakin maju. Ini membuktikan Indonesia mampu menciptakan inovasi di bidang teknologi.

Belum lagi munculnya banyak Startup dan produk UMKM menjadi bukti bahwa negara harus berani mandiri untuk memakai hasil lokal.

Goalnya adalah negara tidak harus ikut-ikutan negara lain untuk memakai produk pihak luar meskipun negara-negara lain gencar menawarkan produk negara mereka.