Sekarang ini penggunaan media sosial sangat digemari oleh masyarakat, penggunaan media sosial juga berdampak positif dan negatif terhadap kehidupan masyarakat. Namun penggunaan media sosial juga menjadi salah satu dampak negatif untuk masyarakat yang memang sudah menyebarluaskan berita bohong ke media sosial.
Keberadaan media sosial sebagai media online membuat informasi yang belum terverifikasi benar dan tidaknya tersebar cepat. Hanya dalam hitungan detik, suatu peristiwa sudah bisa langsung tersebar dan diakses oleh pengguna internet melalui media sosial. Namun, saat ini banyak orang menggunakan media sosial untuk menyebarkan kebencian, provokasi dan berita bohong.
Hukum pidana Indonesia ini mengatur tentang alat bukti yang terdapat dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP bahwasanya alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Dalam penggunaan sosial media, ada beberapa perbuatan-perbuatan yang dilarang, perbuatan tersebut diatur pada UU ITE Pasal 27 yang berbunyi:
(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman. Perbuatan menyebarkan berita bohong sendiri diatur dalam Pasal 28 Ayat 1 UU ITE yang berbunyi Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Namun seiring berjalan nya perkembangan di Indonesia sekarang ini muncul alat bukti baru yang tidak diatur dalam KUHAP yaitu Alat Bukti Elektronik. Sekarang ini alat bukti elektronik seperti Screenshot/Tangkap Layar sering kali digunakan dalam persidangan untuk bukti.
Kemudian alat bukti ini diatur dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. I1 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sering disebut dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Setiap informasi elektronik yang sudah di sebarluaskan oleh pengguna akan menjadi dokumen elektronik sebagaimana pula yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Peran pemerintah dalam menangani masalah kasus Berita Bohong di indonesia ini memiliki kepentingan untuk menjaga ruang digital di Indonesia yang sehat, beretika, produktif dan berkeadilan. Namun pemerintah Indonesia sudah bergabung dengan Menteri Komunikasi dan Informatika bersama Jaksa Agung Republik indoensia dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menangani kasus berita bohong.
Hukuman bagi pengedar berita bohong akan dipidana dengan Pasal 45 ayat 1 dalam UU ITE “ Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam psal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000.00.- (satu miliar rupiah).
Terlepas dengan kasus berita bohong, ternyata screenshot juga bisa menjadi alat bukti untuk orang yang memang membuat berita bohong dan itu akan di tuntut, jika orang yang terlibat dalam percakapan itu merasa tidak senang dengan orang yang membuat berita bohong.
Salah satu contoh dengan kasus penyebaran berita bohong seperti kasus Pencabulan Pimpinan dan Guru Dayah, 3 orang menjadi tersangka yang membuat berita bohong dan mengunggah berita bohong di media sosial Facebook dan Whatsapp. Dengan adanya berita bohong seperti itu masyarakat mudah sekali untuk melaporkan ke pihak kepolisian dengan membawa alat bukti Screenshot atau Tangkap Layar sebagai alat bukti elektronik.
Karena Setiap orang berhak untuk melindungi data pribadinya dan berhak untuk mendapat ketentraman hidup. Kemudian jangan sekali-kali menyebarluaskan Screenshot di media sosial yang berisi tentang berita bohong yang memang tidak benar dengan kenyataan.
Bijaklah dalam penggunaan media sosial. Karena setiap kegiatan yang masyarakat lakukan di media sosial sudah di atur dalam Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE). Jika melanggar, Masyarakat harus siap menanggung risikonya.