keadilan sosial tentunya menjadi sebuah kalimat sakti yang dimana kita sebagai manusia ketika mendengarnya dapat merefleksikan masalah-masalah yang terjadi di negara ini. 

mengingat banyak sekali kasus yang sangat menyimpang dari makna keadilan sosial dan tidak bisa dipungkiri lagi penguasa hari ini hanya memandang kepentingan para kapitalis dari pada kepentingan masyarakat.

Banyak sekali kasus yang melibatkan pemerintah dalam melancarkan bisnis para kapitalis, contohnya seperti pembebasan lahan untuk di dirikannya industri ekstraktif yang sebetulnya merugikan dan ditentang oleh masyarakat.

Pada pembahasan kali ini mari kita refleksikan bersama apa saja kasus yang sudah terjadi di negara ini yang memperlihatkan bagaimana ketidakadilan negara dalam mengambil kebijakan.

Baru-baru ini Desa Wadas kembali gempar dengan pengiriman ratusan aparat kepolisian untuk mengawal pengukuran tanah agar dijadikan pertambangan, namun hal ini tentunya mendapat penolakan dari masyarakat setempat.

Jika kita melihat sedikit ke belakang tentang awal mula terjadinya konflik di desa wadas kita akan menemukan beberapa hal yang sebetulnya merupakan permainan penguasa untuk memberikan privilege terhadap pengusaha. Perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Wadas sangat wajar melihat dari kondisi sosial hingga profesi yang mereka lakukan sangat bergantung pada tanah yang ada di Desa Wadas.

Melihat gambaran kondisi geografis yang diberikan oleh Watchdoc dalam dokumenternya yang berjudul “wadas waras” lahan yang akan dibebaskan sekitar 64 Hektare dan pertambangan ini sangat dekat dengan pemukiman warga, bisa dipastikan ada beberapa perkebunan warga yang akan digusur demi pertambangan ini dan ada beberapa titik mata air yang akan hilang.

Permasalahan ini tentunya sangat disayangkan apalagi ditambah dengan perlakuan aparat yang begitu keras terhadap warga Wadas yang tidak menginginkan adanya pertambangan di desa mereka.

Banyak sekali laporan dari berita-berita nasional tentang kekerasan yang dilakukan aparat kepada warga Wadas, mulai dari pemukulan, diseret hingga penangkapan yang sebetulnya tidak memiliki dasar yang kuat.

Tentunya kita sudah mengetahui tentang bagaimana prosedur penangkapan dalam kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) pada pasal 16 ayat 1 yang mengatakan bahwa “penyidik dapat memerintahkan penyelidik untuk melakukan penangkapan, dengan begitu jika tidak ada perintah dari penyidik maka penyelidik tidak berwenang melakukan penangkapan.

Dan juga hal ini dijelaskan bahwasanya penangkapan diperbolehkan apabila sudah ‘cukup bukti’ artinya seseorang keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Selain meminimalisir adanya tindakan subjektif penyidik atau penyelidik dalam penangkapan, alasan ini juga agar penangkapan tetap memerhatikan dan menghormati Hak asasi manusia atau terdakwa.

Akan tetapi dalam implementasinya yang terjadi di Wadas sangat bertolak belakang dengan apa yang tertulis pada KUHAP, pertama mereka tidak memiliki izin untuk menangkap warga, kedua mereka melakukan kekerasan yang sudah melanggar Hak Asasi Manusia.

Apalagi kalau kita lihat tujuan awal diturunkannya aparat keamanan ke desa Wadas hanya untuk mengawal pengukuran lahan Dan juga dijelaskan bahwa jika tidak memiliki surat penangkapan terdakwa harus diserahkan bersama dengan bukti di lapangan. Namun pada saat penangkapan beberapa warga desa Wadas alat yang dijadikan sebagai bukti hanya sabit yang sebetulnya digunakan untuk membuat besek.

Hal-hal seperti ini merupakan contoh nyata aparat keamanan hanya sekedar alat negara yang tidak memiliki hati, mengapa penulis mengatakan demikian? Karena kasus ini merupakan salah satu dari jutaan kasus yang terjadi di negara ini dan kekerasan tersebut terpampang jelas di depan mata kita sendiri bahkan banyak diliput oleh media sehingga kita bisa putar berulang-ulang kali dan hal ini juga sebetulnya sudah keluar dari tugas dan kewajiban mereka sebagai aparat keamanan yang seharusnya mengayomi, menjaga dan melayani masyarakat.

Bahkan di waktu yang sama ada aksi penolakan tambang yang dilakukan warga di kabupaten Parigi Moutong, provinsi Sulawesi Tengah. Ada salah satu masa aksi tewas tertembak, diduga tertembak peluru aparat kepolisian saat melakukan pengamanan aksi.

Masyarakat Parigi Moutong melakukan aksi untuk menolak tambang emas karena pada konsesi lahan tersebut yang seluas 15.725 hektar terdapat pertanian serta perkebunan warga yang masuk dalam wilayah pertambangan. Sehingga masyarakat terpaksa harus turun ke jalan dan melakukan aksi. Akan tetapi dalam aksi tersebut belum ada peran negara yang seharusnya melindungi atau setidaknya turun untuk mendengarkan apa keluhan masyarakat.

pertanyaannya adalah “Apakah mereka masyarakat bukan bagian dari negara ini dan apakah kalian para penguasa hanya memandang masyarakat sebagai hewan yang dapat diusir secara semena-mena?”.

Dari beberapa kasus di atas kita bisa mengetahui bahwa negara sudah keluar dari tujuannya. karena pada dasarnya Tujuan dibentuknya sebuah negara untuk melindungi manusia yang ada di dalamnya, dan jika manusia yang di dalamnya sudah tidak dilindungi atau bahkan dibunuh secara perlahan maka negara itu sudah melenceng dari tujuannya dan tidak pantas disebut sebagai negara.

Maka dari itu kita sebagai manusia yang sadar seharusnya kritis terhadap permasalahan-permasalahan ini dan kita juga mempunyai tugas penting untuk melakukan suatu tindakan untuk menentang para penindas rakyat di negara ini.

Akan tetapi saya sebagai penulis yakin, bahwasanya negara tetap melanggengkan ekspansi kapitalis dalam menjalankan kegiatan ekstraktifnya untuk memperkaya dirinya sendiri. penulis yakin dalam beberapa tahun ke depan seluruh masyarakat akan sadar dengan kejamnya negara ini dalam memperlakukan rakyatnya.

negara harus memakai hati serta intuisi mereka untuk mengambil segala bentuk kebijakan yang akan diterapkan di masyarakat dan seharusnya negara harus lebih berpihak dan mendukung masyarakat bukan malah mengikuti keinginan para korporat.

jika hal ini terus terjadi maka kita sebagai manusia harus melawan dan kalau perlu bubarkan saja negara ini karena mereka para penguasa sudah melupakan demokrasi serta keadilan sosial yang menjadi pilar berdirinya negara ini.