Sebagai negara ekonom terbesar se-Asia Tenggara, Indonesia dianugerahi sumber daya alam yang sangat melimpah. Dengan luas wilayah yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau bahkan lebih dan berada dalam iklim tropis, membuat sumber daya alam di Indonesia tidak terbatas pada kekayaan hayatinya saja. 

Berbagai daerah di Indonesia juga dikenal sebagai penghasil berbagai jenis bahan tambang, seperti petroleum, timah, gas alam, nikel, tembaga, bauksit, timah, batu bara, emas dan perak. Dengan kekayaan sumber daya alam inilah optimisme Indonesia kelak akan merajai perekonomian dunia. 

Dilansir dari hasil survei ekonomi Indonesia yang dirilis oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), mengatakan bahwa dewasa ini perekonomian Indonesia tumbuh dengan positif. Hal ini patut di apresiasi mengingat adanya tekanan ekonomi global.

Menurut pakar ekonom, pembangunan manusia sebuah negara tergantung pada dua pendorong utama, yakni pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan antar penduduk. Di bawah pemerintahan Jokowi, anggaran negara untuk program pengentasan kemiskinan meningkat dari 9 persen menjadi 12.8 persen. Kebijakan lainnya adalah pembangunan infrasruktur untuk mempermudah transaksi antar masyarakat. 

Kesenjangan ekonomi umumnya berpusat atau banyak diderita oleh warga kampung atau desa. Untuk itulah pemerintah setiap tahunnya selalu meningkatkan alokasi dana desa. Cara ini dianggap satu-satunya cara untuk mengurangi kesenjangan ekonomi global.

Besarnya alokasi dana desa menurut penulis hanya membantu mengurangi kesenjangan ekonomi secara jangka pendek. Kurangnya pengetahuan masyarakat dalam mengalokasikan dana tersebut akibatnya tujuan pemerintah berjalan kurang maksimal. Meskipun ada penurunan menurut survei akan tetapi hasilnya tidak sebanyak dan secepat yang diharapkan. 

Dana desa seharusnya digunakan untuk bersama bukan dibagikan kepada masyarakat secara individu. Bersama artinya digunakan untuk kesejahteraan satu desa tersebut. Dalam hal ini penulis mengambil contoh dari Desa Ponggok, Klaten, Jawa Tengah. Potensi alam yang dimiliki desa Ponggok seperti air yang melimpah, pertanian yang berpotensi besar dan didukung oleh sumber daya alam lainnya membuat desa Ponggok mampu mandiri.

Melalui kepala desanya, yaitu Junaedhi Mulyono, Desa Ponggok mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, bahkan meningkat 48 x selama 12 tahun pemerintahannya. Junaedhi Mulyono menggandeng para mahasiswa dalam mengentas kemiskinan desanya. Pembangunan desa yang terencana itu muncul untuk menepati janjinya saat kampanye, menjadikan desa wisata mandiri, berkelanjutan, merata dan adil, maju dan peduli pada lingkungan. 

Sejumlah program kemudian lahir dari empat strategi itu gebrakan pertama adalah program satu rumah satu kolam. Program ini ada di awal ia menjabat dan ditujukan pada rumah di sekitar irigasi dan sungai sekaligus memanfaatkan aliran sungai. Ada pula program potong satu pohon tanam empat pohon yang ditujukan untuk konservasi lingkungan. 

Aturan 30% zona hijau juga diterapkan disetiap pembangunan hunian baru. Tahun 2009 BUMDES didirikan untuk mengembangkan perekonomian warga. Hasilnya kini terdapat sekitar 160 usaha kecil dan menengah milik warga setempat yang dipasarkan BUMDES. 

Letak Ponggok yang berada di antara jalur Solo-Yogyakarta menjadi salah satu modal keyakinan membangun desa wisata. Wisata yang semakin berkembang dampaknya merembet pada mata pencaharian warga yang berkembang dari bertani dan budidaya ikan meluber pada jasa kuliner dan jasa lain mengikuti perkembangan wisata. 

Program lainnya, seluruh RT RW dibekali android untuk ikut menggenjot pemasaran pariwisata. Meskipun menjadi desa yang mandiri dengan adanya BUMDES, menurut junaedhi Mulyono kucuran dana desa dirasa sangat bermanfaat mempercepat pembangunan yang salah satunya berdampak pada meningkatnya pendapatan desa pertahun hingga tahun ini ditargetkan sebesar Rp 4.4 miliar.

Potensi alam yang ada di Indonesia sangat mendukung jika semua desa yang ada di Indonesia berusaha menggalinya. Anggap seperti pemerintah hanya menfasilitasi modal dengan adanya dana desa tersebut, untuk pemanfaatan tergantung penggerak kebijakannya. Tentu tidak mudah untuk merubah kebiasaan masyarakat komsumtif menjadi masyarakat produktif, tapi tidak ada yang tidak mungkin jika memang berusaha ingin mengubahnya. 

Jika hanya menggantungkan kesejahteraan masyarakat atau berakhirnya kesenjangan ekonomi antar masyarakat dengan dana desa, maka tidak akan bisa optimal cita-cita pemerintah tersebut, apalagi untuk mengentaskan kemiskinan.

Dilansir melalui laman kemenkeu.go.id, anggaran dana desa mulai tahun 2015 hingga 2017 mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2017, anggaran dana desa meningkat menjadi 60 Triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar 800 juta. Berdasarkan hasil evaluaai tiga tahun pelaksanaannya, Dana Desa terbukti telah menghasilkan sarana/prasarana yang bermanfaat bagi masyarakat. 

Selain itu, desa juga mempunyai kesempatan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat, melalui pelatihan dan sarana pemasaran kerajinan masyarakat, pengembangan usaha peternakan, perikanan maupun pertanian, dan pengembangan kawasan wisata melalui BUMDes (Badan Usaha Milik Desa).

Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani menambahkan, kunci sukses untuk menyejahterakan masyarakat dalam membangun desa adalah kuatnya sentuhan inisiasi, inovasi, kreasi dan kerjasama antara aparat desadengan masyarakat dalam mewujudkan apa yang menjadi cita-cita bersama. Pembangunan desa tidak mungkin bisa dilakukan aparat desa sendiri, tapi butuh dukungan, prakarsa dan peran aktif dari masyarakat.