Sukses adalah proses yang bisa dijelaskan dengan matematika sederhana. Penjelasan itu setidaknya membuat saya sedikit lebih waras saat tidak berhasil melakukan sesuatu. Sudut pandang ini bukan karena saya suka matematika lho ya.  Melainkan karena matematika itu terdengar lebih jujur apa adanya. 

Contohnya saat saya mendapatkan penolakan. Mendapatkan penolakan bukanlah pengalaman menyenangkan. Jangankan ditolak orang yang kita cintai, ditolak mesin ATM saja kita jadi sensi. Pengalaman saya di tolak dewan redaksi juga tak kalah bikin keki. Setelah menunggu kurasi sekian hari, eh balasan emailnya menghempaskan nyali. Rasanya kok saya jadi trauma tiap kali melihat notifikasi email masuk. Menunggu penuh harap ujungnya penolakan. Nasib oh nasib, itulah pengalaman belajar menulis di media. Pokoknya penolakan itu tidak enak deh.

Pahitnya lagi kadang kita melihat teman lebih sukses padahal kemampuannya tak jauh beda dengan kita. Pengalaman pun kurang lebih sama tapi ternyata nasibnya lebih beruntung. Kita mengira itu faktor kebetulan. Berapologi seolah itu cuma soal dia lebih hoki. 

Sebenarnya jika kita jeli, ini bukan soal kebetulan. Melainkan tentang proses perpangkatan kemampuan. Bilangan 0,99 dan 1,01 memang terlihat beda tipis. Hanya beda 0,02. Secara matematis tidak banyak selisihnya. Kita baru melihat signifikansinya saat dipangkatkan 365. Ohya 365 itu adalah jumlah hari dalam setahun. Hasilnya ternyata sangat signifikan.

Perpangkatan bilangan pertama hanya menghasilkan 0,03 tetapi perpangkatan bilangan kedua menghasilkan 37,8. Sangat signifikan bukan? Bagaimana hasilnya jika dipangkatkan jumlah hari dalam 4 tahun? Coba hitung dengan kalkulator. Hasilnya sungguh menakjubkan. Maka jangan heran jika di masa depan teman kita lebih sukses padahal kemampuan kita beda tipis. Startnya aja beda Bro! Apalagi jika membahas soal konsistensinya. Jangan-jangan teman kita sudah melangkah sejak dia dibangku SMU. Jangan-jangan kita berhenti bermimpi, dia konsisten melangkah.

Ada dua kunci yang bisa kita ambil dari melihat kasus diatas. Pertama adalah memulai dengan start yang bagus. Kedua adalah menjaga konsistensi percepatan. Walau dikata hanya naik 1% tapi jika dilakukan setiap hari maka kita akan jauh melaju. Ini mirip sekali dengan berlari marathon. Tetap stabil untuk waktu yang lama akan mengantarkan kemenangan. Ini jauh lebih efektif daripada memforsir diri sejak semula lalu berleha-leha santai saja. 

Hadeuh ini rada butuh energi di masa pandemi begini. Betapa tidak, lha sehari-hari di rumah saja sementara kenikmatan hidup begitu menggoda. Bisa rebahan sembari ditemani hp berselancar ke pintu mana saja.  Kita pun mulai terbuai angan. Tanpa sadar bahwa sang waktu  berjalan dan kalkulator terus mengkuadratkan kemampuan seseorang dengan apa seseorang mengisi harinya. 

Dikatakan bahwa penting untuk memulai dengan start yang bagus. Start bagus yang bagaimana ya? Salah satunya bisa dengan mengupload keunikan kita. Keunikan pribadi yang disadari dan diberdayakan bisa menjadi faktor pembeda. Itu cukup untuk membuat kita tidak akan disamai oleh siapapun juga. Menggali keunikan adalah ibarat mendalamkan galian untuk mencari mata air. Setelah ditemukan akan mengalirkan sumber daya dari dalam. Kita tetap sejuk walau di luar gersang. 

Contohnya adalah kawan saya yang baperan, bekerja di mana saja tidak kerasan. Sedikit-sedikit merasa dizalimi orang. Ucapan candaan bisa membuatnya kepikiran sampe tak doyan makan. Ketika akhirnya ia memilih pindah divisi menjadi pegawai di perpustakaan harinya justru lebih menyenangkan. 

Berhati lembut adalah juga keunikan. Saking lembutnya kadang ada tipikal yang lebih cocok berhadapan dengan benda mati daripada bertemu manusia yang tak bisa menahan lisannya. Konon berinteraksi intens dengan manusia membuatnya harus sedia hansaplast untuk membalut hatinya. Hhmmm... masuk akal juga.

Di perpustakaan ia tak perlu banyak bicara. Ia habiskan waktu dengan membaca dan telaten merawat buku-buku.  Uniknya setiap hari ilmunya pun justru lebih berkembang di ruang sunyi itu. Ia menjadi penulis produktif. Karyanya mulai bertebaran di time line sosial medianya. Dicetak dan memberi doku. 

Keunikannya justru mengantarkan kesuksesannya. Seperti kata pepatah lama yang mengatakan kekuranganmu adalah kelebihanmu. Sebaliknya kelebihanmu adalah kelemahanmu.

Kuncinya adalah proporsionalitas dan profesionalitas. Jika kelemahan disikapi sewajarnya dalam proporsi yang pas maka ia akan jadi kekuatan. Terlahir dengan wajah kejam pun bisa menjadi berkah jika ditambahkan unsur intimidatif untuk memaksimalkan kerja seorang sipir Penjara di Nusa Kambangan. Keren kan?

Sukses itu perlu waktu untuk mengkuadratkan hasil. Seperti ragi kue mengembangkan adonan. Tidak terlihat tapi bekerja diam-diam. Tidak apa meski prosesnya hanya 1% saja.

1% itu bisa jadi adalah hal-hal yang sering kita abaikan. 1% itu bisa jadi mengurangi sebatang rokok demi alasan kesehatan. 1% itu bisa jadi menyisihkan 1000 rupiah untuk sedekah harian. 1% itu mungkin adalah pedagang yang menyelipkan doa untuk kebaikan pelanggan. 1% itu sangat mungkin senyuman manis kita yang memberikan penghiburan pada sesama di masa sulitnya. 1% itu adalah peningkatan terus menerus yang kita lakukan.

Setiap hari adalah proses menguadratkan diri kita. Tak perlu bandingkan diri dengan orang lain. Tak perlu terlalu keras mencoba. Cukup 1% saja setiap hari. Menuju hari ini lebih baik dari hari kemarin. Menuju hari esok lebih baik dari hari ini.