Hai, pernah kah kamu melihat orang yang lihai berdebat atau pandai berargumen? Entah itu di kampus, ruang public atau di gedung Pemerintahan. Dimanapun itu apakah kamu insecure dengan public speaking mereka? Jika iyah, tenang saja. Kamu tidak sendirian. Hehehe.
Di Indonesia, kita punya banyak. Ada Najwa Shihab, Sherly Annavita, Gamal Albisaid, Merry Riana, Pandji Pragiwaksono, Rocky Gerung dan masih banyak lagi. Dan ada satu orang lagi yang karena takut berbuat salah dia menyimpan potensi tersebut, orang itu adalah kamu. Iyah, kamu yang sedang membaca tulisan ini.
Kalau kamu pernah menonton film Spider-Man karya Sam Raimi di mana Tobey Macguire berperan sebagai Peter Parker (Tokoh Spider-man) ada satu scene saat Paman Ben menasihati Peter dengan sebuah kalimat yang saya rasa adalah nasehat untuk semua anak muda seumuran Peter Parker. Frasa itu begini;
“With great power come great responsibility”
Entah siapapun orang pertama yang mengatakan kalimat ajaib ini. Saya hanya menyampaikan, setiap kita punya potensi. Dan semua orang termasuk saya dan kamu harus bertanggungjawab atas potensi tersebut. Kalau rasa takut dan insecure yang membuatmu menutup rapat potensimu dalam-dalam. Coba baca tulisan saya yang ini: Berdamai dengan Ketakutan.
Okey, back to business. Kemampuan berbicara sangat bermanfaat buat kamu yang masih mahasiswa, yang mau menjadi motivator, atau kamu yang mau menjadi public figure atau, kamu yang mau meluluhkan hati mertua agar direstui dengan calon idamanmu. Hihihi.
Nah, untuk menjadi seseorang yang membangun argumentasi dengan baik dan mampu mempengaruhi banyak orang, kamu tidak harus menjadi Najwa Shihab dan sederatan nama di paragraf dua tulisan ini. Yang harus kamu lakukan adalah mengenal passion yang ada pada dirimu.
Apa yang mendasari antusias dan motivasi kamu untuk bisa menyampaikan argumentasi yang dapat diterima oleh orang lain? Itulah yang menjadi dorongan utamanya. Misalkan, kamu mau lulus skripsi, berarti kamu harus antusias menguasai hasil skripsi yang kamu presentasikan di hadapan penguji nanti.
Contoh lain, kamu mau mendapatkan beasiswa atau pekerjaan impian, maka kamu harus menguasai kriteria apa yang diinginkan pemberi beasiswa dan HRD perusahaan. Dengan begitu kamu akan menyampaikannya secara lugas dan bisa dipercaya.
Kalau kamu berpikir ah susah, ingat pesan Simon Sinek tentang lima aturan hidup, salah satunya adalah ketika orang lain melihat tantangan untuk mencapai tujuan, kamu harus focus melihat tujuan. Maka sudah ada dua hal yang kamu lakukan, pertama mengenal passionmu, dan itulah yang membawamu pada purpose (tujuan). Dan kedua mengetahui purpose-mu, itulah yang membawamu pada expert (Keahlian).
Dari purpose mencapai expert, kamu harus menyelesaikan dua tahap lagi. Yups, searching many of knowledge about your expert. Kemudian temukan seseorang yang bisa mengajarimu entah itu teman yang ahli atau kamu yang di depan cermin. Coba saja.
Kalau kamu sudah mencobanya, artinya tulisan ini menyampaikan pesan untukmu. Itu yang kita sebut komunikasi persuasif. Anak-anak muda mengenal kata ini sebagai seni meyakinkan orang untuk percaya pada harapan mereka.
Komunikasi persuasif membutuhkan teknik yang teratur untuk memenangkan hati orang lain. Saya belajar teknik ini dari Jay Heindrichs beberapa hari lalu melalui buku “Thank You for Arguing”. Saya tertarik di halaman 38 ketika Jay menceramahi saya tentang Bab Soften Then Up, ia memulainya dengan cerita tentang George, seorang anak yang berdebat dengan orang tuanya karena memakai celana pendek dimusim dingin.
Sebagai orang tua, tentu mereka tidak mau George sampai sakit akibat cuaca dingin karena memakai celana pendek. Ayah George berusaha meyakinkannya dengan argumentasi yang dibangun menggunakan 3 teknik dari Aristoteles.
Saya pun tertawa menyaksikan cerita tersebut bersama Jay Heindrichs. Tapi bukan itu yang ingin saya ceritakan. Jay akhirnya membawa Aristoteles ke Ternate hari itu juga untuk mengajari saya tiga teknik tersebut. Ini yang mau saya beritahukan padamu. Tiga teknik itu adalah argumentasi berdasarkan pada Logos, Ethos dan Pathos.
Logos (Argument by Logic)
Kamu yang senang membaca buku logika dan memiliki tingkat berpikir yang tinggi bisa membangun argumentasi dengan teknik ini. Argumentasi berdasarkan logika adalah cara meyakinkan orang dengan mempengaruhi mereka secara rasional. Gaya ini sering dipakai oleh Rocky Gerung untuk mengelabui lawan bicara. Ia menggunakan pikiran untuk membawa mereka setuju dengan pandangannya.
Teknik ini juga sering dipakai buaya untuk mengatakan “hanya kamu yang aku cinta, hahaha” kalau yang ini hanya bercanda.
Ethos (Argument by Character)
Jika teknik pertama gagal, don’t worry, I have a solution for you. Betul, argumentasi berdasarkan karakter. Di banyak kasus argumentasi berdasarkan karakter mampu mengalahkan logika. Argument ini dibangun berdasarkan karakter tokoh yang menyampaikan sesuatu.
Misalnya, kalau saya mengatakan cara terbaik untuk menjadi pebisnis adalah dengan mempelajari keahlian berbisnismu. Kamu mungkin tidak akan percaya, karena saya bukan seorang pebisnis hebat melainkan hanya anak muda biasa-biasa saja. Tapi kalau kalimat ini dikatakan oleh Jack Ma, Elon Musk atau Mark Zuckerberg kamu langsung percaya dan merasa kalimat tadi memiliki kekuatan super yang mengubah hidupmu.
Itulah kekuatan argument berdasarkan karakter, orang-orang akan lebih percaya jika yang berbicara adalah pelaku utama atau pencetusnya. So, Tempatkan dirimu sesuai karaktermu dan bangun argumentasi berdasarkan karakter yang kamu miliki. Kata anak-anak marketing adalah bangun personal branding-mu.
Pathos (Argument by Emotions)
Kalau yang ini, membangun argumentasi berdasarkan emosional. Argumentasi seperti ini digunakan untuk menyentuh emosi para pendengar atau pembaca. lalu membawa mereka merasakan emosi yang sama dan terbawa dengan suasana. Ini teknik yang sering dipakai oleh para motivator untuk mempengaruhi audiensi.
Teknik seperti ini juga sering dipakai oleh si beban keluarga untuk merayu ibunya agar dibelikan motor kesukaannya. Ini juga argumentasi yang sangat sering dipakai ciwi-ciwi saat mengatakan “Yang, beliin seblak dong”.
Akhirnya dari tiga teknik di atas, semuanya bisa dipakai secara bersamaan berdasarkan situasi dan kondisi saat kamu merasa sesuai untuk menggunakannya. Dan itu tidak akan work-it kalau kamu tidak melatihnya. Yok keluarkan potensi dalam dirimu yang terbaik dari versimu.
Oke, karena Jay Heinrichs dan Aristoteles mau pamit pulang. Kita udahan dulu yah bacaanya, aku tahu kamu sudah bosan membaca sampai di paragraf ini. Intinya kamu hebat!!! Salam!