Banyak pengamat (baik yang profesional maupun dadakan) yang mengatakan demokrasi kita mundur. Alasannya beragam. Ada yang objektif, subjektif, sebagian karena sakit hati setelah kalah bertanding, sisanya mungkin mereka yang kurang kerjaan. 

Sayangnya, pernyataan mereka ini dipercaya banyak kalangan. Lalu pesimis terhadap kemajuan bangsa kita, untuk kemudian bermalas-malasan. Setelah terdesak tuntutan ekonomi, mereka terpaksa memilih jalan pintas: kriminal.

Bagi saya, demokrasi kita makin baik. Mungkin saya subjektif, atau berdasarkan alasan dengan pemikiran sempit, atau hanya dari pengalaman melihat orang-orang sekitar. Entahlah. Yang jelas, saya melihat masyarakat akan makin mendapat manfaat dengan 'tolok ukur' yang saya pakai. Apa itu?

Hanya beberapa hari setelah pemilu 2019, dua orang teman saya menyatakan diri akan ikut "pertarungan" politik di tahun 2024. Yang satu akan maju sebagai bacabup, satu lagi sebagai bacaleg. Keduanya di daerah yang berbeda. Satu di pinggiran kota Pematang Siantar, yang lain di daerah pedalaman Kalimantan. Kedua orang itu saya kenal dengan baik. Memang satu melalui Facebook, yang lain teman saya sejak kuliah.

Mengapa keputusan untuk maju dalam pertarungan politik, saya sebut sebagai kabar baik? Sebab mereka terang-terangan telah mendeklarasikan diri. Tidak malu-malu, atau menusuk dari belakang. Tidak takut bertarung dengan ide dan gagasannya. 

Bahkan salah satu dari mereka telah membentuk tim kerja. Kabarnya, dia akan maju sebagai calon independen. Bayangkan bila semua calon kepala daerah atau presiden berbuat demikian, bisa jadi lima tahun ke depan masyarakat merasakan perubahan yang signifikan. 

Kegiatan sosial, semacam donor darah atau periksa kesehatan gratis, tidak hanya dua-tiga bulan sebelum pemilu, tetapi sepanjang tahun selama 5 (lima) tahun. Bayangkan berapa orang yang akan terjamah manfaatnya. 

Ini masih kegiatan sosial. Bagaimana kalau mereka membuat program kerja di bidang seni, pendidikan, pertanian, dan lain sebagainya? Kampanye seperti ini jauh lebih bermanfaat daripada yang hanya dilakukan menjelang pemilu.

Saya rasa ini kabar baik yang patut kita syukuri. Dua teman saya ini sudah punya rencana untuk bertarung lima tahun lagi. Mereka pasti sudah mempersiapkan diri. Mengenali 'medan juang' dan lawannya. Proses ke sana juga, secara tak langsung, memberi manfaat bagi masyarakat. Paling tidak, ada yang mendengarkan masyarakat kita berkeluh kesah. 

Pastinya lawan politiknya secara otomatis tak mau kalah. Ia akan berbuat seperti itu juga untuk menjaga suara lima tahun lagi. Kalau persaingan sehat seperti ini, tiga orang calon saja bisa berbuat banyak bagi masyarakat. Belum lagi petahana yang memiliki fasilitas lengkap.

Kabar baik ini perlu kita sebar luaskan agar di seluruh daerah lahir calon-calon pemimpin yang memang bekerja untuk kebaikan bersama. Sudah saatnya masyarakat kita disodori pilihan strategi kampanye yang beda dari tahun-tahun sebelumnya.

Pastilah kita muak dengan strategi kampanye yang "menjual" agama dan suku. Selain tak bermanfaat dari segi pembangunan ekonomi, strategi itu juga berpotensi memecah belah kita sebagai sebuah bangsa yang besar. Menyuburkan kebencian dan memperdalam kecurigaan di tengah-tengah masyarakat. Jika tak mau hanyut dalam penyesalan karena sebuah perang saudara, saatnya kita berbenah.

Hari-hari belakangan kita saksikan, bagaimana dinamika politik membuat kita kehilangan banyak energi. Waktu terbuang. Dan sebagian anak muda kita tak produktif -- kecuali untuk memproduksi hoaks. Kita bisa menyalahkan tokoh politik atau elite politik kita yang kurang kompeten, tetapi setelahnya apa yang kita dapat?

Menurut saya, ketika ada orang baik di sekitar yang akan berkiprah di politik, mungkin sudah saatnya kita bantu secara sukarela. Jangan berharap balasan berupa materi atau jabatan atau proyek setelah mereka menang. Itu hanya membebani mereka.

Belakangan memang sudah banyak anak muda yang terjun. Tapi kabar terakhir, mereka tak lolos ke Senayan. (Saya tak sebut nama, karena hanya mendengar kiprah mereka dari media sosial. Belum pernah bertemu secara langsung.) 

Politik kita sudah naik kelas sejak 20 tahun yang lalu. Berbagai aspek sudah sangat baik. Jangan lagi tertinggal, apalagi turun kelas. 

Demokrasi memang banyak cacat, tetapi yang pasti menjembatani suara semua orang. Yang miskin, yang kaya, profesor, petani, nelayan, penjual koran, dan semua profesi maupun kalangan mempunyai suara yang sama dalam hal memilih pemimpin. 

Kita tak bisa memastikan, karena seseorang menyandang gelar profesor, maka pilihannya (pemimpin) akan lebih baik. Kita sudah melihat dengan nyata, bagaimana seorang profesor bisa menyebar hoaks. Dan di lain tempat, seorang petani bisa melihat ketulusan seorang pemimpin. 

Profesor dan petani sejatinya hanya berbeda "tempat" meraih ilmu untuk menilai seseorang layak atau tidak menjadi pemimpin. Itulah sebabnya demokrasi harus kita jaga.

Agar tahun politik ke depan tidak membosankan dan menjenuhkan seperti tahun ini, kita harus mempersiapkan mulai sekarang. Saya memilih untuk menyebarkan kabar baik, bagaimana dengan Anda?