Pada awal musim kompetisi musim 2021/2022 dibuka pada Agustus 2021 yang lalu, peluang Real Madrid untuk meraih gelar Liga Champions Eropa hanya 4 %. 

Favorit utama adalah Manchester City dengan peluang juara 25 %, kemudian disusul oleh Bayern Munchen 20 %, Liverpool 14 %, Ajax 13% dan Juara Bertahan Chelsea 10%. 

Faktor kegagalan meraih gelar musim sebelumnya menjadi alasan utama. Ditambah kepergian Kapten Sergio Ramos ke PSG dan pemecatan Pelatih Zinedine Zidane menjadi faktor lainnya.

Apalagi Real Madrid kembali memperkerjakan Pelatih Carlo Ancelotti dari klub Inggris sekelas Everton yang performanya dianggap biasa-biasa saja. 
Ancelotti seperti halnya Mourinho, dianggap sebagai pelatih miskin taktik yang masa kejayaannya telah habis, seiring dengan berkembangnya pola dan taktik permainan sepakbola menyerang dengan pressing tinggi, seperti yang dimainkan Klopp di Liverpool, Pep Guardiola di Manchester City atau Tuchel di Chelsea.

Pun sebenarnya musim lalu, Los Merengues punya kesempatan merekrut Antonio Conte selepas berhenti melatih Inter Milan kala menjuarai Serie A Italia. Namun, Presiden Real Madrid Florentino Perez memutuskan memilih Carlo Ancelotti dengan alasan pembayaran gaji yang relatif lebih murah.

Selain itu, para Socio (pemilih suara) Real Madrid menyadari musim 2021-2022 adalah masa transisi bagi El Real. Bisa dibilang, kompetisi musim ini sejatinya adalah masa membangun tim kembali setelah kejayaan dengan banyak piala selama satu windu lamanya sejak tahun 2013-2021, yang mana Real Madrid praktis diisi oleh skuad pemain yang itu-itu saja.

Bayangkan pemain-pemain seperti; Gareth Bale, Benzema, Carvajal, Casemiro, Isco, Kroos, Marcelo dan Modric adalah pemain-pemain yang telah memenangkan 4 gelar Liga Champions untuk Real Madrid. 

Kasarnya Real Madrid sejak awal musim lalu sudah melepas raihan gelar untuk tahun ini dan Florentino Perez telah menyiapkan alternatif pelatih yang akan di pekerjakan untuk menggantikan Carlo Ancelotti. Akan tetapi, hal itu terjadi 10 bulan yang lalu. Sebelum seperti sekarang ini.

Sebuah kejutan besar bagi Real Madrid musim ini, ketika pemain-pemain muda seperti Valverde (23 tahun), Vinicius Junior (21 tahun), Militao (24 tahun) dan Rodrygo (21 tahun) berkembang pesat diluar dugaan banyak orang. Keempat pemain itu didatangkan ke Real Madrid ketika umur mereka belum genap 20 tahun. Pun dua musim sebelumnya mereka hanya bermain untuk Tim Real Madrid B di Liga Segunda (Seri B Spanyol).

Selain itu Eduardo Camavinga (19 tahun) yang dibeli Real Madrid dari Klub Prancis Rennes diawal musim awalnya tidak banyak diberi beban. Mirip dengan penugasan yang diberikan kepada Valverde,  Vinicius, Militao dan Rodrygo yaitu bermain di Tim B Real Madrid. Tanpa diduga sebelumnya, justru nama-nama diatas telah memberikan peran penting mengambil tanggung jawab besar untuk keseluruhan pertandingan yang dimainkan Real Madrid musim ini.

Selebihnya tentu saja, kedatangan David Alaba (29 tahun) bisa jadi menjadi perekrutan yang sempurna sesuai harapan untuk Los Galaticos. Pengalamannya di Bayern Munchen menjadi modal penting untuk mengisi pos bek tengah yang ditinggalkan oleh Kapten Sergio Ramos.

Juara Eropa

Ketika waktu memasuki bulan Februari 2022, Real Madrid sama sekali tidak difavoritkan lolos dari hadangan Klub Kaya Baru asal Prancis bernama PSG di babak 16 besar.

Pasalnya PSG yang diisi oleh Mega Bintang ; Lionel Messi, Neymar, Mbappe, Ramos dan Donnarumma. Kekalahan 0-1 di pertemuan pertama membuat PSG sempat membusungkan dada sebelum ujungnya dihempaskan Real Madrid 3-1 di pertemuan kedua.

Pada babak 8 besar, Real Madrid bertemu juara bertahan Chelsea. Banyak pengamat yang memprediksi bahwa hasilnya akan sama saja seperti musim lalu kala Chelsea memulangkan Real Madrid di semifinal, akan tetapi performa striker Karim Benzema menjadi pembeda pertandingan tersebut sehingga Los Merengues dengan come back sempurnanya mampu menyingkirkan Chelsea.

Pada babak semifinal, Real Madrid bertemu Manchester City. Pertemuan antara pelatih yang dianggap kaya akan taktik bernama Pep Guardiola diprediksi akan mudah menghancurkan skenario permainan yang dibangun oleh Ancelotti bersama Real Madrid yang dianggap miskin taktik dan biasa-biasa saja.

Namun, Pep dan Manchester City kadung terlalu optimis dengan skuad yang dimiliki hingga mereka melupakan bahwa sepakbola bukan hanya soal penguasaan bola dan pemainan tiki-taka dengan umpan-umpan pendek tapi tentang bagaimana mencetak gol dan meraih kemenangan. 

Dua gol penyerang sayap Real Madrid Rodrygo di menit-menit akhir dan satu gol Karim Benzema diperpanjangan waktu berhasil memupus harapan Manchester City untuk melaju ke final. Real Madrid lolos dengan agregat 6-5 atas Manchester City.
Sialnya masih banyak yang menganggap Real Madrid bisa lolos ke Final Liga Champions 2021-2022 karena keberuntungan. 

Meski Los Merengues telah menyingkirkan PSG, Chelsea dan Manchester City secara bergantian. Dampaknya seluruh bursa taruhan menempatkan Liverpool diatas angin menghadapi Real Madrid di final.

Padahal untuk mencapai Final, Liverpool hanya menghadapi tim macam Inter Milan, Benfica dan Villareal. Praktis dari ketiga lawan Liverpool itu hanya Inter Milan satu-satunya klub yang bisa dibilang serius mengejar Tropy si Kuping Besar ini.

Selain itu, sebelum bermain melawan Real Madrid, Liverpool telah memainkan dua final yaitu FA dan Piala Carling yang mana keduanya Liverpool tidak mampu mencetak satu gol pun. Dan tentu saja, kedua piala yang dimenangkan itu didapatkan dari usaha perpanjangan waktu dan babak adu penalti melawan Chelsea.

Tidak diunggulkan melawan Liverpool adalah keuntungan bagi Real Madrid. Liverpool mengusung misi balas dendam, penyerang sayap Liverpool Mohammed Salah sendiri yang mengatakan bahwa dirinya lebih suka bertemu Real Madrid di final daripada Manchester City. 

Bisa saja, rasa sakit kekalahan 1-3 Liverpool atas Real Madrid di Final Liga Champions Kiev 2018 belum sembuh hingga dirinya terobsesi mengalahkan Real Madrid pada partai puncak Liga Champions.

Apalagi, Salah baru saja gagal membawa negaranya Mesir lolos ke Piala Dunia Qatar 2022 sehingga kesempatan menang di final untuk meraih Ballon 'd Or menjadi momentum untuk mengubah persepsi bahwa musim ini dirinya tidak lebih buruk dari Karim Benzema. 

Walaupun faktanya Benzema pada Oktober 2021 lalu baru saja membawa negaranya Prancis menjuarai UEFA National League, menjuarai La Liga pada Mei 2022, menjadi top score Liga Spanyol, dan menjadi Top Score Liga Champions 2022.
Memainkan laga Final Liga Champions 2022 di Paris, membuat Liverpool memilih memainkan pola menyerang sejak awal. Vinicius dan Benzema dikawal ketat berlapis oleh Kanote, Fabinho, Trent Arnold dan Van Dijk. 

Selain itu penyerang sayap kiri luar Liverpool Diego Jota aktif memberikan pressing bagi pertahanan Real Madrid. Jumlah 15 shoot Liverpool berbanding 2 shoot Real Madrid serta penguasaan bola yang dominan Liverpool mungkin saja menjadi sebuah angka yang berbahaya bagi Real Madrid. 

Namun, Carlo Ancelotti telah membaca strategi Klopp ini sejak awal. Casemiro yang sebelumnya berada beberapa langkah di depan bek Real Madrid yang jarang meninggalkan posisinya tiba-tiba diberi keleluasaan dalam mengalirkan bola dibanyak posisi dan membaca permainan untuk memberikan ruang pada Modric dan Kroos memberi umpan jauh pada Valverde bergerak dari sayap kanan. 

Kenapa Casemiro yang mengambil peran ini, padahal ini peran yang biasa dimainkan oleh Luka Modric ? alasannya adalah fisik dan stamina Casemiro lebih prima daripada Modric atau Kroos.

Selain itu Real Madrid banyak memperlambat tempo permainan. Ini mirip strategi yang dimainkan khas pelatih-pelatih Italia tahun 1990-an, dimana tempo lambat dengan bertahan memancing pemain Liverpool kehilangan kesabaran dan bergerak maju ke luar. Opsinya tentu saja memberikan bola pada Kroos atau Modric yang memiliki kemampuan memberikan umpan jauh pada Valverde atau Vinicius.

Momentumnya adalah menit ke-58, ketika Casemiro memberikan umpan pendek pada Modric kemudian meneruskannya kepada Valverde. Telihat jelas bahwa Van Dikj kebingungan antara maju kedepan atau menunggu pemain jangkar Liverpool Fabinho menghalau Valverde. Namun, Valverde memberikan umpan jauh dan keras pada Vinicius yang pada akhirnya berhasil mencetak gol.

Dari menit 60 sampai pertandingan selesai, Real Madrid hanya mengubah sedikit pola pemain di lapangan dengan menumpuk pemain tengah. Formasi 4-5-1 benar-benar tidak bisa mudah ditembus oleh Liverpool. Tentu kemenangan 1-0 sampai akhir pertandingan dibantu oleh kegemilangan Courtois di bawah mistar gawang. Real Madrid menang. Real Madrid juara. Real Madrid meraih piala Liga Champions ke-14 nya.

Satu hal yang saya kagumi musim ini adalah ketika Bale dan Hazard mengangkat Piala Champions tanpa mengeluarkan keringat sedikitpun di final. Ini mirip anak kuliah yang sedang melaksanakan tugas kelompok, di mana keduanya tidak melakukan apa-apa dengan hanya menitipkan namanya ditulis di cover makalah. Kemudian tentu saja keduanya sama-sama dapat Nilai A.

Pesan buat penggemar sepakbola Eropa yang timnya bermain di Liga Champions, kalau mau juara jangan biarkan Real Madrid berada di Final. Karena jika Real Madrid berada di Final Liga Champions, mohon maaf bahwa bemimpi pun Anda tidak punya hak karena pada akhirnya Real Madrid-lah yang akan menjuarainya. 

Itu doktrinnya, karena dengan cara itu DNA Real Madrid diwariskan. Lewat semangat Madridismo dan keangkuhan Real Madrid adalah klub terbaik sepanjang masa.