Jarum suntik itu menghujam tulang belakang bagian pinggang saya, sambil meringis menahan rasa sakit yang menyelinap diantara ruas tulang belakang, kemudian dua suster di sisi kanan dan kiri merebahkan saya ke meja operasi. Tidak sampai 5 menit, sebagian tubuh saya dalam keadaan mati rasa. Dari kondisi itu saya masih sadar mendengar percakapan dokter Eko dengan empat suster yang membantunya sembari mempersiapkan alat-alat operasi.
Jari jempol kiri saya dijepit alat yang terhubung dengan Patient Monitor untuk memantau frekuensi suhu dan pernapasan, sementara lengan kanan saya dibalut tensimeter yang setiap 10 menit sekali secara otomatis mengukur tekanan darah. Tepat di bagian dada dipasang tirai kain biru setinggi 50 cm dan selebar ukuran badan saya sehinggga menghalangi pandangan ke area operasi, namun dari pantulan kaca lampu operasi secara samar saya masih dapat melihat gerakan tangan dokter mengoyak perut selebihnya saya tak kuasa melihat.
Waktu sekitar 1 jam bagi saya terasa berlalu lama, maklum ini pengalaman pertama saya menjalani operasi yang selama ini hanya mendengar dan melihat dari orang lain. Doa tiada henti saya panjatkan dengan tubuh sedikit menggigil menahan rasa takut juga udara dingin dari hembusan AC karena saya hanya mengenakan baju operasi. Sesekali suster mengingatkan agar saya tidak mengangkat kepala terlalu tinggi yang bisa menyebabkan pusing efek dari obat bius.
Dokter Eko memberi aba-aba pada timnya untuk berdoa terlebih dahulu sebelum memulai operasi, tak berapa lama terdengar desing seperti suara gerinda menimbulkan aroma kulit yang terbakar diselingi desis mirip kran air, dan denting gunting menjamah perut. Suasana semakin mencekam ketika terdengar suara sayup dokter berkata pada suster bahwa usus saya sepanjang 3 cm terdapat kotoran yang sudah mengeras, ujung usus itu telah bernanah dan pecah membuat saya semakin takut, sambil memejamkan mata, jemari tangan kanan saya meremas-remas ujung meja operasi sampai akhirnya dokter Eko mengucap kata selesai hati ini merasa lega.
Dalam kondisi yang masih lemah saya dibawa ke salah satu ruangan kemudian dipindahkan dari tempat tidur operasi ke tempat tidur standar rumah sakit oleh dua orang suster dan satu orang OB layaknya memindahkan barang, karena pengaruh obat bius masih mati rasa. Dari salah satu ruangan kemudian saya di bawa keluar dipertemukan dengan istri yang sudah setia menunggu di luar ruang operasi, selanjutnya dibawa ke ruang rawat inap.
Hari- hari terasa berjalan lambat apalagi pasca operasi 1x24 jam saya hanya diperbolehkan berbaring bahkan untuk sekedar miring pun untuk mengurangi rasa pegal tidak boleh karena mempengaruhi posisi jahitan sepanjang 7 cm di bawah pusar. Sebelah kiri perut saya terpasang selang drainase, sebelah kanan selang kateter. Rasa harus ditahan menunggu 12 jam, dan hanya boleh minum susu yang disediakan rumah sakit.
Hari ketiga stamina mulai membaik, saya pun mulai dapat menyantap bubur saring. Pada saat dokter yg bernama lengkap, dr. M.Eko Andaru, Sp.B melakukan kontrol saya memberanikan diri bertanya seputar penyakit usus buntu. Dengan sigap dokter muda nan baik hati itu menjawab
Bukan Sakit Perut Biasa
Banyak anggapan penyakit usus buntu disebabkan oleh biji-bijian semisal biji cabai atau biji dari jambu biji yang bersarang di usus buntu , ada pula karena sering mengkonsumsi mie instan. Padahal itu hanya kasus kecil bahkan untuk mie instan tidak ada hubungan sama sekali, penyakit ini terjadi karena bagian rongga usus buntu mengalami penyumbatan kemudian terjadi infeksi. Saat mengalami infeksi itulah bakteri berkembang cepat dalam usus buntu menjadi radang akhirnya berisi nanah. Ada banyak faktor penyebab, yaitu cedera perut, penyumbatan karena benda asing (biji-bijian), tinja, parasit, terjadinya pembengkakan yang menghalangi rongga usus buntu, juga penyumbatan karena tumor.
Gejala awal penyakit usus buntu nyaris sama seperti sakit perut pada umumnya ditandai perut terasa sakit, tidak bisa kentut, mual, muntah, diare terkadang disertai darah, nafsu makan berkurang, bahkan demam, karena itu banyak yang meremehkan menunda berobat, termasuk saya pun tidak menyadari dan hampir saja terlambat. Dari beberapa persamaan tersebut ada satu ciri khas gejala penyakit usus buntu apabila sudah akut, jika dalam waktu lebih dari 2 jam sakit perut sekitar pusar berpindah pada perut bagian bawah sebelah kanan dengan rasa nyeri luar biasa. Kapan dan berapa lama gejala penyakit usus buntu itu terjadi? Tiap orang berbeda-beda tergantung kasus dan daya tahan tubuhnya.
Apabila kasus penyakitnya masih ringan cukup diberi obat antibiotik, untuk usus buntu yang sudah bernanah namun belum pecah dilakukan dengan sayatan membuat lubang kecil untuk memasukkan alat ke dalam usus buntu, sedangkan untuk kasus usus buntu yang sudah bernanah dan pecah dilakukan bedah terbuka dibagian bawah pusar dengan panjang 5 -10 cm guna memudahkan pembersihan nanah yang sudah menyebar di rongga perut dan pengangkatan usus buntu. Jika tidak dilakukan, akan sangat berbahaya karena dapat menimbulkan komplikasi akibat organ tubuh lain terinfeksi dan berujung pada kematian.
Pencegahan
Penyakit Usus Buntu berhubungan dengan pencernaan karena itu penting memilih asupan seimbang empat lima sempurna. Asupan makanan miskin serat, tinggi karbohidrat berpotensi memicu penyakit usus buntu, perbanyak minum air putih, kurang minum air putih menyebabkan tinja keras sehingga terjadi sembelit, menunda BAB, terlalu sering mengkonsumsi minuman berkafeiin dan alkohol, cukup kebutuhan vitamin A dan D yang baik untuk menjaga imunitas dari serangan bakteri dan infeksi.