Excitement Before the Disaster
Semenjak pandemi Covid-19 hampir seluruh perayaan-perayaan festival di dunia harus dibatasi, dikarenakan dapat mengundang kerumunan massa dalam jumlah yang besar, termasuk festival Halloween. Seperti yang kita tahu, virus Covid-19 dapat ditularkan melalui kontak fisik dengan seseorang, oleh karena itu, penting untuk menjaga jarak tetap aman dan menghindari terjadinya suatu kerumunan massa.
Pada tahun 2022 ini, seperti yang telah diketahui, kasus Covid-19 telah menurun di seluruh dunia, manusia mulai berdamai dengan virus ini, dulu manusia mengalami rasa takut yang berlebihan bahkan hingga paranoid dengan virus ini, semua hal itu dikarenakan banyak orang yang meninggal akibat virus Covid-19.
Namun, manusia adalah makhluk yang dinamis, manusia selalu mampu bertahan dan beradaptasi dengan segala hal yang terjadi, kita melihat manusia yang selalu mampu berjuang dan bertahan sejak jaman prasejarah hingga era modern saat ini. Sehingga pada tahun 2022, konser musik dan festival perayaan besar di seluruh dunia mulai kembali di selenggarakan.
Korea Selatan adalah sebuah negara yang maju di Asia Timur, Korea Selatan dalam beberapa tahun ini telah menunjukkan potensi dan prestasinya dalam kancah seni internasional lewat musik dan dramanya yang diminati oleh berbagai kalangan di seluruh dunia.
Korea Selatan sendiri memiliki pengaruh yang besar dalam trend-trend dunia saat ini, banyak orang asing yang mengetahui kota-kota atau distrik terkenal yang ada di sana. Salah satunya adalah distrik Yongsan-gu, yang memiliki pemukiman bernama Itaewon, dan berada di ibukota Korea Selatan yaitu Seoul.
Pemukiman ini mulai populer semenjak banyak muncul di drama-drama Korea yang telah mendunia seperti “Itaewon Class”. Banyak orang di seluruh dunia yang ingin berkunjung ke pemukiman yang satu ini. Itaewon termasuk pemukiman tempat berkumpulnya para artis dan tokoh terkenal di Korea Selatan.
Dilansir menurut CNN Indonesia, pada hari sabtu tanggal 29 Oktober 2022, sebanyak 100.000 orang berkumpul di jalanan pemukiman Itaewon untuk merayakan Halloween.
Festival Halloween seharusnya membahagiakan karena festival ini adalah yang pertama kalinya diadakan setelah pandemic Covid-19 melanda seluruh dunia dalam kurun waktu dua tahun. Banyak orang yang merasa tertarik dan turut ikut untuk menghadiri festival ini. Namun naas, kejadian yang harusnya membahagiakan ini berubah menjadi tragedi mengerikan yang menewaskan 156 orang, dan menyebabkan 198 orang mengalami luka-luka.
Faktor penyebabnya hingga saat ini masih diselidiki, peristiwa mulai ricuh diawali dengan seseorang yang tiba-tiba jatuh dari ketinggian salah satu bangunan yang berada di Itaewon, hal tersebut menyebabkan kepanikan dan ketakutan di tengah padatnya kerumunan tersebut.
Orang-orang mulai panik dan berusaha untuk menyelamatkan diri hingga terjadi dorong mendorong yang menyebabkan banyak orang mengalami kesulitan bernafas, jatuh terinjak-injak bahkan serangan jantung.
Philoshper’s Theories
Banyak pandangan tokoh filsafat yang dapat menganalisis fenomena tragedi Itaewon ini. Salah satunya adalah pandangan Eksistensialisme Das Man menurut Martin Heidegger. Martin Heidegger lahir di Messkirch, Jerman, pada tanggal 26 September 1889.
Pada tahun 1909 sempat masuk ordo Jesuit, tetapi keluar dan mengambil bidang teologi di University of Freiburg. Pada tahun 1911 berganti bidang studi menjadi filsafat. Ia menyukai tulisan-tulisan Aristoteles tentang metafisik dan juga karya- karya Kant, Kierkegaard, Nietzsche.
Filsafat Heidegger disebut Ontologi Fundamental, adalah ilmu dasar tentang makna Ada (being). Ilmu yang mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban atas makna ADA.
Heidegger menemukan lebih lanjut bahwa makna Ada (Sein) ternyata adalah sesuatu yang “mengada di sana” (being there) yang disebut Dasein. “Ada”-nya manusia berbeda dengan “ada”-nya benda mati. Manusia mampu menyadari “Ada”-nya, tetapi benda mati tidak. Dikatakan benda-benda “berada”, sedangkan manusia “bereksistensi”, sehingga hanya manusialah yang bereksistensi dalam dunia.
Dasein pada dasarnya adalah ada dalam dunia (in-der-welt-Sein), struktur dasar Dasein adalah manusia, sehingga eksistensi manusia tidak bisa lepas dan tidak dapat terealisasi tanpa dunianya.
Menurut Heidegger eksitensialisme sendiri dibagi menjadi beberapa tema, salah satunya adalah “Das Man”. Eksistensi manusia punya kecenderungan pada “keterjatuhan”. Artinya, dalam kesehariannya, manusia membiarkan dirinya jatuh dan terperangkap dalam eksistensi yang sekedar ikut-ikutan orang lain (they), Das Man.
Tanpa disadari Dasein kehilangan keunikan atau kesempatan menjadi versi terbaik bagi diri sendiri. Heidegger beranggapan bahwa manusia pada mulanya memang berada pada pola eksistensi yang sarat dengan Das Man, sehingga hal itu wajar dialami manusia.
Tidaklah otentik membiarkan orang lain yang memutuskan apa yang terbaik. Hal ini, membuat manusia bebas dari rasa cemas dan beban tanggung jawabnya karena kegagalan nantinya akan ditanggung bersama dengan orang lain yang memutuskan hal tersebut.
Padahal manusia sebenarnya memiliki kehendak yang bebas. Di mana ia bisa memilih untuk menjadi apapun yang dia mau, memilih jalan apapun yang ingin dia tempuh dan tidak mengikuti orang lain (kehendak bebas yang menghasilkan Authenticity).
Kehendak bebas juga membuat manusia lebih mampu untuk menjadi dirinya sendiri dan bisa keluar dari zona Trend, sehingga mampu menjalani hidup sesuai keinginan hati nuraninya. Menurt Heidegger, Dasein mempunyai karakter personalnya, individualitasnya, keotentikannya sendiri (gameneigkeit). Menjadi otentik mengubah perhatian dan keterlibatannya sehari-hari terhadap dunia.
Untuk dapat menemukan wujud eksistensinya sendiri, Heidegger mengajak manusia untuk bersedia mendengarkan panggilan hati nuraninya sendiri. Hati nurani "BUKAN" suara dalam diri tentang perilaku moral yang benar dan salah. Hati nurani adalah suara dari dalam diri sendiri yang perlu didengarkan dengan penuh perhatian untuk memahami keunikan diri kita sendiri.
Hati nurani dianggap sebagai suara dari dalam diri manusia yang sejati. Momen saat Dasein benar-benar otentik dan unik adalah saat manusia mampu menemukan kejelasan tentang diri sendiri.
Untuk menjadi manusia yang otentik, manusia perlu menghayati kesendirian (resoluteness) dan manusia mampu menangkap pentingnya hati nurani sehingga bisa menyadari perlunya untuk bertindak sesuai dan konsisten dengan hati nurani dari waktu ke waktu.
The Connection
Tragedi Itaewon ini bisa dimasukkan ke dalam teori Das Man, di mana orang-orang berbondong-bondong untuk mengikuti orang lain menghadiri acara Halloween di Itaewon, yang saat itu menjadi trend tersendiri. Orang-orang membiarkan dirinya terjatuh dalam eksisteni (kerumunan massa) yang sekedar ikut-ikutan, demi merayakan Halloween yang sudah lama tidak digelar di Korea Selatan karena adanya pandemic Covid-19. Sehingga tanpa disadari perayaan yang awalnya menyenangkan berakhir menjadi sebuah tragedi dengan duka yang menewaskan banyak orang.
Oleh sebab itu, sebagai manusia, kita harus bisa melepaskan diri dari keterjatuhan (Das Man). Manusia harus mampu untuk menjadi dirinya sendiri atau mencapai authenticity agar bisa lepas dari “Das Man”. Karena pada hakikatnya ketika manusia mengalami kejatuhan, mereka akan saling melempar tanggung jawab dan mencari bentuk keselamatan untuk dirinya sendiri, meskipun jatuh bersamaan, manusia akan selalu mencoba untuk bertahan dengan mengorbankan banyak hal termasuk manusia lain yang saat itu jatuh bersamanya.