Jari-jari manusia yang tidak bertanggung jawab

           

Di era digital yang berkembang di Indonesia sekarang ini, banyak orang yang mulai mengenal mengenai Social Media. Social Media ini sendiri merupakan sebuah Website ataupun Software Programs yang digunakan sebagai jejaring sosial yang bisa digunakan untuk menghubungkan banyak tempat sekaligus dan juga untuk berkomunikasi, seperti contohnya ada Twitter, Facebook, Instagram, Snapchat, TikTok, dsb.

Berdasarkan hasil Data Digital Indonesia pada bulan Februari 2022 didapatkan seberapa banyak User Social media di Indonesia, dengan pengguna Platform YouTube yang paling banyak yaitu 139 Juta user, disusul oleh User Facebook dengan 129.9 Juta user, disusul oleh User Instagram sebanyak 99.15 Juta user, dan yang terakhir adalah TikTok dengan 92.07 User. Hal tersebut merupakan jumlah yang besar dalam penggunaan Social Media. 

Dengan berkembangnya Social Media maka ada juga beberapa masalah yang muncul akibat hal tersebut, seperti contohnya berita hoax di Social Media, Ujaran kebencian di Social Media, Berkata kasar dan memaki orang di Social Media. hal -hal tersebut merupakan beberapa masalah yang muncul di dalam ber-Social Media. 

Mari kita perjelas tentang apa itu berita Hoax, Ujaran kebencian, dan Berkata kasar. Berita Hoax adalah sebuah berita yang berisikan informasi-informasi yang direkayasa dan juga dilebih-lebihkan maupun dikurangi, Ujaran kebencian adalah sebuah ujaran yang menyerukan kebencian terhadap orang atau kelompok tertentu, Berkata kasar adalah ketika seseorang mengatakan kata-kata yang tidak pantas dan mengandung unsur penghinaan.

Mari kita bedah mengapa kejadian tersebut muncul, berdasarkan survei yang dilakukan oleh databoks.katadata.co.id, masyarakat menyebarkan berita hoax, berkata kasar dan melakukan ujaran kebencian tersebut dikarenakan mereka hanya ikut-ikutan dan mereka FOMO (Fear of Missing of) terhadap Hype dari berita tersebut. Sehingga mereka ikut-ikutan dalam menyebarkan hal-hal negatif tersebut.

Berdasarkan data dari KOMINFO terdapat kurang lebih 800.000 website penyebar hoax yang berada di internet, belum termasuk penyebaran hoax melalui WhatsApp, Line, dll. Dan juga menurut Survei mengenai tingkat kesopanan (Tidak berkata kasar dan menyebarkan kebencian) Netizen Indonesia menduduki peringkat yang cukup tinggi dalam hal ketidaksopanan.

Berdasarkan Digital Civlity Index (DCI) yang dilakukan oleh Microsoft, Netizen Indonesia menempati Netizen paling tidak sopan se-Asia Tenggara dan paling tidak sopan nomor 3 di dunia, dimana Indonesia mendapat point 78/100 dimana semakin tinggi angkanya maka itu menunjukan semakin tidak sopan Netizen di negara tersebut.

Dalam penilaian oleh Digital Civility Index (DCI) yang dilakukan oleh Microsoft terdapat 3 kriteria penilaian yaitu, Tingginya tingkat Hoax dan penipuan, Ujaran kebencian, dan Tingkat diskriminasi di suatu negara. Digital Civility Index (DCI) mengeluarkan hasil bahwa Netizen di Indonesia mengalami peningkatan paling tinggi di point Hoax dan Penipuan dengan total point 47% (sebelumnya 34%), disusul oleh Ujaran kebencian dengan point 27% (sebelumnya 22%), dan terakhir adalah Tingkat Diskriminasi dengan point 13% (sebelumnya 15%)

Berdasarkan data dari Digital Civility Index kita bisa menelisik sedikit kebelakang mengenai penyebab maraknya berita hoax, ujaran kebencian, dan kata-kata kasar tersebut. Di tahun 2019 terjadi lumayan banyak peristiwa yang menyerang bangsa Indonesia ini, mulai dari isu pilpres, hingga covid-19 yang menyerang bangsa Indonesia.

Pada isu Pilpres 2019 banyak munculnya orang-orang fanatik yang ikut-ikutan sekelompok provokator yang memberikan berita hoax kepada lawan politik dari calon presiden yang didukung, serta mereka mengumpat dan menjelek-jelekkan lawan politik dari calon presiden yang mereka dukung. Hal tersebut merupakan satu dari banyak peristiwa maraknya penyebaran berita hoax, penggunaan kata-kata kasar dalam melakukan ujaran kebencian.

Lalu pada akhir tahun 2019 muncullah virus covid-19, dan virus tersebut masuk di Indonesia pada 2 Maret 2020 dan menyebabkan terjadinya lockdown di seluruh Indonesia, karena diberlakukan lockdown, orang-orang merasakan kejenuhan di rumah dan sering mengakses social media, serta karena pandemi ini sesuatu yang baru orang menjadi gampang panik dan termakan hoax, dan untuk beberapa orang hal ini mereka manfaatkan untuk menyebarkan hoax dan karena masyarakat panik dan takut mereka pun ikut menyebarkan berita hoax tersebut.

Di masa-masa ini kebanyakan orang akan mengetik apapun yang mereka inginkan, mereka tidak memikirkan bagaimana pendapat orang lain, pandangan orang lain, dan mereka juga tidak memikirkan perasaan orang lain. Mereka hanya benar-benar akan melakukan apapun yang mereka suka dan mengesampingkan pendapat orang lain asal hal tersebut membuat ego mereka senang, serta demi kepuasan pribadi mereka.

Kehendak Buta, Das Mann , dan Kecemasan ketika tidak mengikuti trend yang terlihat pada pribadi Netizen Indonesia.

           

Kehendak buta oleh Arthur Schopenhauer adalah sebuah pemikiran yang menjelaskan mengenai bagaimana sebuah kehendak yang dimiliki oleh manusia dapat mengatur perilaku atau kebiasaan manusia itu sendiri. Kehendak ini merupakan representatif dari alam bawah sadar kita (Id), alam bawah sadar ini digambarkan seperti orang buta kuat yang sedang menggendong orang yang bisa melihat tetapi lumpuh.

Bagi Schopenhauer kesadaran dan intelektual merupakan sebuah permukaan dari jiwa, di bawah intelek terdapat alam bawah sadar, suatu kehendak yang tidak sadar itulah yang mengatur ataupun mengambil keputusan tentang apa yang akan dilakukan oleh seorang individu tersebut.

Das Mann adalah sebuah karya pemikiran yang dikemukakan oleh Martin Heidegger mengenai eksistensi manusia yang tidak otentik, dimana ketidakotentikan tersebut dikarenakan kecenderungan manusia untuk mengikuti arus yang ada. Das Mann sendiri berarti eksistensi manusia itu bersifat keterjatuhan. Keterjatuhan di sini diartikan sebagai ketidakmampuan manusia untuk bangkit, dan tetap membiarkan dirinya terperangkap dalam eksistensi yang sekedar ikut-ikutan terhadap orang lain (they).

Das Mann akan berujung pada kehilangan keotentikan diri, keunikan diri, dan kesempatan untuk menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri. Mereka akan merasakan dirinya bebas dari rasa cemas dan rasa tanggung jawab yang ada, karena jika mereka mengalami kegagalan mereka akan merasa banyak orang yang bertanggung jawab atas hal tersebut.

Pandangan Schopenhauer dan Heidegger terhadap Ujaran kebencian, Berita Hoax dan Kata-kata kasar di Social Media.

Social Media memiliki Massive Impact terhadap pola perilaku seseorang di dunia maya seperti berkata kasar, menyebarkan berita hoax, dan memberikan ujaran kebencian terhadap pengguna lain.

Mengapa seseorang membuat dan menyebarkan berita hoax?  Menurut pandangan dari Schopenhauer, mengapa sekelompok orang membuat dan menyebarkan berita hoax, berkata kasar di Social Media, dan menyebarkan kebencian di Social Media adalah karena mereka dikendalikan oleh ego/id/alam bawah sadar mereka mengenai apa yang akan mereka lakukan.

Ketika seseorang dikendalikan oleh ego dan alam bawah sadarnya, maka orang itu cenderung melakukan perilaku impulsif. Kehendak buta ini muncul ketika alam bawah sadar serta ego berperan besar dalam pengambilan keputusan, seperti mereka ingin menghujat suatu kelompok meskipun kelompok tersebut tidak melakukan kesalahan, dan mereka juga menyuarakan ujaran kebencian dalam maksud untuk menjatuhkan kelompok tersebut. 

Setelah mereka melakukan hal tersebut, mereka akan mendapatkan kepuasan dan pemenuhan ego mereka. Hal tersebut merupakan representatif dari “Kehendak Buta” ala Schopenhauer.

Sedangkan menurut pandangan Heidegger mengapa seseorang melakukan penyebaran berita hoax, ujaran kebencian, serta kata-kata kasar adalah karena sekelompok orang tersebut mengikuti sekelompok orang yang lainnya, di mana mereka akan merasa tidak perlu bertanggung jawab akan hal-hal yang mereka lakukan dalam hal ini adalah melakukan ujaran kebencian, penggunaan kata-kata kasar, dan juga penyebaran berita Hoax.

Kesimpulan

Pandangan Schopenhauer dan Heidegger bisa dihubungkan kepada mengapa seseorang/sekelompok orang melakukan penyebaran berita hoax, penyebaran ujaran kebencian, dan berkata kasar di sosial media. Dimana kehendak buta serta peran dari lingkungan sekitar berpengaruh pada bagaimana seseorang/sekelompok orang melakukan sesuatu. Hal-hal di atas bisa dibedah melalui sudut pandang filsafati yang sesuai dengan tema yang dibahas.