Peristiwa yang mengakibatkan penindasan dan kekerasan terhadap umat antar beragama hari-hari ini. Salah satunya adalah Islam.

Kurang dari sebulan terakhir ini, umat Islam di India bagian negara Karnata mengalami pelarangan dan pemaksaan secara ketat. Seluruh aktivitas kampus, kegiatan sekolah, dan pendidikan tidak lagi menerangai busana muslim seperti biasanya. Melainkan mereka dilarang keras memakai jilbab.

Pelarangan ini jelas merupakan instruksi langsung dari mantan Perdana Menteri India Narendra Modi. Para muslimah berhijab bukan hanya saja dilarang memakai jilbab, mengikuti sekolah dan kegiatan kampus. Mereka juga mengalami berbagai penindasan, dan intimidasi oleh kelompok-kelompok mayoritas Hindu.

Terbukti, sejumlah video yang beredar dan memberitakan berbagai persekusi yang di lakukan oleh masyarakat kalangan Hindu terhadap minoritas Islam.

Sebagai agama Islam minoritas di India, tentunya Islam menjadi target utama dalam Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata Party (BJP).

Secara nasional, kaum Muslim di Karnata memang dianggap kelompok-kelompok minoritas di India. Sedangkan Hindu jauh lebih besar dari kelompok minoritas Islam. Kurang dari 1.50 miliar masyarakat Hindu menduduki wilayah India di negara Karnata membuat Islam terapung, dan terus berkecamuk.

Sekitar di bawah 300-an penduduk minoritas muslim di negara Karnata mengalami ektase terpinggirkan dari kelompok-kelompok masyarakat Hindu tersebut. Perdana Menteri India, Narendra Modi memanfaatkan ultimatum Partai BJP sebagai senjata Anti-Muslim terhadap kaum minoritas Islam.

Ia membuat regulasi sesuai sistem pemerintahan diktator proletariat. Siapa yang kuat,— dialah yang harus memimpin, siapa yang lemah,—dialah yang harus mundur.

Perdana Menteri India Narendra Modi ini telah sengaja menporak-porakrandakan Muslim sebagai sasaran peraturan yang dia seruput ; mulai dari tindakan kriminal hingga pada hukuman penjara.

Di akhir 2019 India mengesahkan RUU tentang penolakan warga muslim sebagai penduduk minoritas India. Rancangan Undang-undang tersebut, selain di anggap menimbulkan keresahan umat Islam beragama.  Juga memicu kemarahan keras terhadap kekuasaan publik.

Pertengahan tahun 2020, sebuah laporan menyebutkan 97 % korban penindasan dan kekerasan terjadi di India selama bertahun-tahun terakhir. Korbannya ini adalah kaum muslim yang terpinggirkan. 

Selain dugaan intimidasi dan tindakan kekerasan. Ada juga rangkaian politik dan sistem yang terstruktur secara masif. Di lakukan oleh kelompok-kelompok partai nasionalisme India. Salah satunya adalah dukungan Partai Bharatiya Janata Party (BJP) terhadap masyarakat minoritas Islam.

Tempat-tempat ibadah di India. Sering juga di lecehkan, seperti penyerangan dengan kotoran-kotoran binatang. Kaum Muslim pun juga di baiat dengan menghamba kepada dewa-dewa mereka, yang di mana para kepentingan mereka menjadi tameng kewenangan Hindu berkuasa di negara Karnata.

Tidak salah, tempat, usaha, dan kediaman warga muslim di jadikan serangan utama. Sehingga memaksa warga muslim terpecah untuk berpindah ke tempat lain.

Dengan demikian; kekerasan dan intimidasi yang di alami warga minoritas muslim adalah sesungguhnya bagian daripada gerakan sekulerisasi agama terhadap negara. 

Celakanya, muslim India tidak memiliki dukungan dan perlindungan khusus dari negara-negara besar Islam lainya. Seperti Kelompok Organisasi Kesatuan Islam (OKI). Itu nyaris sekali tak ada perlindungan dari korban intimidasi dan kekerasan terhadap umat Muslim dunia.

Revolusi Kebebasan; Qima Sian dan Herodotus 

Revolusi dan perang; memang mengisahkan perubahan, pembantaian. Orang-orang bisa menjadi korban tanpa harus bersalah. Karena itu Qima Sian sangat prihatin pada kebiasaan dan agama. Sementara Herodotus  mengembangkan bakat yang kuat terhadap politik Persia.

Di masa kini kita mengakui Qima Sian dan Herodotus, tidak dalam dogma.

Itu sekarang, kenapa negara modern melakukan banyak mengumpulkan informasi tentang tren ekonomi, misi politik, dan menganalisis iklim.

Agar supaya kondisi mereka dan cuaca dunia bisa terkendali. Ketika ekonomi Cina meroket, bahkan kaum Amerika Serikat mengangkat jari tunjuk ke Indonesia, bukan pada perbuatan-perbuatan mereka sendiri.

Tetapi, walaupun Qima Sian dan Mulla Sadra lebih hebat membaca realitas, ketimbang Herodotus tidak mengerti apapun dalam—ajaran. Tetap saja, kian halnya kedua pandangan mereka pasti menang KO.

Orang Yunani mengadopsi pandangan Islam, bukan sebaliknya. Orang Yunani jauh lebih masyur, dan hebat daripada pemikiran orang Arab. Tidak!

Sekitar 1500 tahun yang lalu, jika sekawanan Yunani yang menginvasi kelompok masyarakat Inggris, bukan kelompok tawanan Islam. Pasti itu karena tuhan membalas atas dosa-dosa mereka. Tidak peduli, seberapa kuat mereka melawan musuh, menginvasi terolitorial, merebut kekuasaan. Namun tetap saja mereka, dunia dan realitas ini memberikan kekuatan manusia dalam skala besar.

Sungguh! Sekarang Indonesia, bahkan di negara-negara manapun,—mengambil sumpah, ketika menjadi sebagai pejabat politik dan negara. Sekaligus sebagai mandat Presiden, Kapolri, Mentri, Hakim, Jendral, atau para pejabat-pejabat lainya.

Ironisnya, sumpah yang mereka letakan di atas kesaksian itu mengandung banyak imajinasi, fiksi, dan kebenaran.

Mereka tidak percaya bahwa tampaknya sebuah kebenaran itu adalah sebuah keyakinan yang hidup dalam wilayah fiksi dan imajinasi. Tidak peduli seberapa besar kenyataan dan kepercayaan yang mereka hadapi. Tetapi tetap saja mereka melanggar!

Tidak ada aturan dan pilihan tertentu yang bisa menghakimi kehendak dan kebebasan seseorang. Justru yang ada bagaimana keputusan seseorang bergantung sepenuhnya pada keyakinannya masing-masing.

Dalam agama, sepengetahuan mereka — dogma di baiat sebagai hakim atas puncak kebenaran, untuk itu siapa pun yang melanggar, akan di berikan sangsi dan keputusan secara tegas. Dengan tanpa harus memandang bulu, derajat dan status sosial.

Ketika sudah dinyatakan bersalah dan benar-benar melanggar hukum, maka keputusan siap berlaku, sebagaimana kebijakan, pertimbangan hukum, konstitusional, dan agama yang berlaku.

Tetapi, dalam konsep kebebasan dan kebenaran Agama, ada tiga alternatif lain  untuk Anda pertimbangkan. Ketika Anda memeriksa "Intimidasi Islam dan Revolusi Kebebasan".

Pertama konsep intersubjektifitas.

Konsep ini muncul dalam bak perasaan dan keyakinan seseorang. Termasuk dalam doktrin agama,  kitab suci dan ayat-ayat tuhan. Kalau itu yang mereka pakai dalam memahami konsep kebebasan dan kebenaran. Dengan menerapkan perilaku etika dan sikap yang demikian. Maka mereka akan bergantung pada ajaran tuhan.

Kedua konsep subjektifitas.

Konsep ini timbul pada asumsi, pandangan, dan pemikiran kita masing-masing. Ia sepenuhnya bergantung pada pendapat atau argumen kita masing-masing. Seperti pengetahuan Anda adalah benar apa yang Anda terima, tetapi bagi orang lain belum tentu. Kalau menurut Anda bahwa kebebasan dan kebenaran dengan memaknai konsep yang seperti itu.

Maka yang hadir dalam pengetahuan Anda adalah manifestasi dari pengalaman, pendidikan, dan organisasi yang Anda tempuh.

Ke-3 untuk yang terakhir, konsep objektivitas

Itu semuanya bergantung pada bukti, fakta dan kenyataan yang Anda terima dalam wilayah lapangan. Termasuk dengan apa yang Anda lihat, apa yang Anda dengar dan apa yang Anda rasa.

Biasanya Poin yang ke-tiga ini yang lazimnya terjadi pada masyarakat kita. Yaitu melakukan seks bebas tanpa suatu ikatan yang sah.

apakah boleh?

Tergantung pada konsep kebebasan dan kebenaran apa yang Anda kehendaki.