Di dalam praktik penegakan hukum pidana sering kali mendengar istilah Restorative Justice, atau Restorasi Justice yang dalam terjemahan bahasa Indonesia disebut dengan istilah keadilan restorative.

Keadilan restoratif atau Restorative Justice mengandung pengertian yakni suatu pemulihan hubungan dan penebusan kesalahan yang ingin dilakukan oleh pelaku tindak pidana (keluarganya) terhadap korban tindak pidana tersebut (keluarganya) (upaya perdamaian) di luar pengadilan dengan maksud dan tujuan agar permasalahan hukum yang timbul akibat terjadinya perbuatan pidana tersebut dapat diselesaikan dengan baik dengan tercapainya persetujuan dan kesepakatan di antara para pihak.

Keadilan yang selama ini berlangsung dalam sistem peradilan pidana di Indonesia adalah keadilan retributive. Sedangkan yang diharapkan adalah keadilan restorative, yaitu keadilan ini adalah suatu proses di mana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama - sama memecahkan masalah bagaimana menangani akibatnya dimasa yang akan datang.

Keadilan Restoratif adalah model penyelesaian perkara pidana yang mengedepankan pemulihan terhadap korban, pelaku, dan masyarakat. Prinsip utama Restorative Justice adalah adanya partisipasi korban dan pelaku, partisipasi warga sebagai fasilitator dalam penyelesaian kasus, sehingga ada jaminan anak atau pelaku tidak lagi mengganggu harmoni yang sudah tercipta dimasyarakat.

Tindak pidana menurut kaca mata keadilan Restoratif, adalah suatu pelanggaran terhadap manusia dan relasi antar manusia. Keadilan restoratif, dapat dilaksanakan melalui, Mediasi korban dengan pelanggar, Musyawarah kelompok keluarga, pelayanan di masyarakat yang bersifat pemulihan baik bagi korban maupun pelaku.

Penerapan prinsip keadilan restoratif itu tergantung pada sistem hukum apa yang dianut oleh suatu negara. Jika dalam sistem hukum itu tidak menghendaki, maka tidak bisa dipaksakan penerapan Restorative Justice tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa prinsip Restorative Justice merupakan pilihan dalam mendesain sistem hukum suatu negara. Walaupun suatu negara tidak menganutnya, akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan prinsip keadilan restoratif tersebut guna memberikan keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum.

Menurut pandangan konsep restorative justice penanganan kejahatan yang terjadi bukan hanya menjadi tanggung jawab negara akan tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat. Oleh karena itu, konsep restorative justice di bangun berdasarkan pengertian bahwa kejahatan yang telah menimbulkan kerugian harus dipulihkan kembali baik kerugian yang di derita oleh korban maupun kerugian maupun yang ditanggung oleh masyarakat.

Keterlibatan anggota masyarakat sangat dibutuhkan untuk membantu memperbaiki kesalahan dan penyimpangan yang terjadi di sekitar lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Pemberian penghargaan dan penghormatan pada korban dengan mewajibkan pihak pelaku melakukan pemulihan kembali atau akibat tindak pidana yang telah dilakukannya.

Pemulihan yang dilakukan oleh pelaku bisa berupa ganti rugi, pekerjaan sosial atau melakukan sesuatu perbaikan atau kegiatan tertentu sesuai dengan keputusan bersama yang telah disepakati semua pihak dalam pertemuan yang dilakukan.

Pergeseran pemikiran dari model penghukuman tradisional adalah dengan adanya model penghukuman yang memberikan keadilan, terutama keadilan yang diarahkan pada keadilan masyarakat. Hal ini merupakan suatu titik awal atau dasar lahirnya restorative justice di negara manapun.

Adanya pergeseran pemikiran tersebut memperlihatkan bahwa dalam sistem peradilan pidana anak telah terjadi suatu upaya untuk memberikan perhatian dan pemahaman terhadap penyelesaian suatu kasus tindak pidana yang dilakukan dengan tujuan tercapainya keadilan untuk semua pihak yang terkait dalam tindak pidana.

Kedudukan restorative justice di Indonesia diatur secara tegas dengan gamblang dalam berbagai peraturan perundang - undangan misalnya Undang - Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang - Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah oleh Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang - Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung.

Dengan demikian, mengingat bahwa Mahkamah Agung (MA) merupakan lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman dan sebagai puncak peradilan maka sudah seyogianya apabila Mahkamah Agung (MA) mengadopsi atau menganut dan menerapkan pendekatan atau konsep keadilan restoratif (restorative justice).

Selain itu, Undang - Undang Kekuasaan Kehakiman yaitu Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman tepatnya pada Pasal 5 dengan tegas menyebutkan bahwa hakim wajib menggali nilai - nilai yang hidup dalam masyarakat (the living law atau local wisdom).

Dengan demikian, pada hakikatnya hakim harus atau wajib menerapkan pendekatan atau konsep keadilan restoratif (restorative justice) dalam menyelesaikan perkara karena pendekatan atau konsep keadilan restoratif (restorative justice) sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia yakni Pancasila, sesuai dengan nilai - nilai hukum adat dan sesuai pula dengan nilai - nilai agama.

Perlu pula dikemukakan bahwa konsep keadilan restoratif (restorative justice) tidak hanya dapat diterapkan kepada Mahkamah Agung (MA). Dalam proses peradilan pidana pada umumnya dan proses peradilan pidana di Indonesia pada khususnya, terdapat beberapa tahapan atau proses yang harus dilalui bagi para pencari keadilan baik di tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan hingga tahap penjatuhan putusan hakim.

Bahkan pada tahapan di mana para pencari keadilan melakukan upaya hukum (baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa). Dengan demikian, penulis menilai bahwa sudah seyogianya pengadopsian dan penerapan konsep keadilan restoratif (restorative justice) dilakukan di berbagai tingkatan atau proses peradilan sebagaimana dikemukakan di atas.