Tak terasa sudah berlalu tujuh tahun seorang insan berpulang. Ia bukan insan biasa. Ia adalah AT Mahmud. Namanya bersembunyi di ratusan lagu anak Indonesia. Berpulangnya almarhum, 6 Juli 2010, diam-diam menyisakan harapan supaya kejayaan lagu anak tidak ikut mati juga.
Peran almarhum AT Mahmud dalam perkembangan lagu anak tidak bisa dianggap remeh. Ia menciptakan sekitar lima ratusan lagu yang easy listening bagi anak-anak. Lagu-lagu ciptaannya—melintasi zaman—dilantunkan Chica Koeswoyo hingga Tasya Kamila yang meledakkan Libur Telah Tiba tahun 2000.
Tahun 1963, AT Mahmud muda ditugaskan mengajar di Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak (SGTK), Jakarta Selatan. Pada masa itulah ia menciptakan lagu anak pertamanya. Ketika anak-anak di TK suka dengan lagu ciptaannya, ia mulai menyibukkan diri dengan dawai-dawai dan dunia kanak. Mulailah AT Mahmud mencipta lagu-lagu lain. Titik awal penciptaan itu begitu sederhana. Tak sesederhana imbasnya bagi kebahagiaan masa kanak entah berapa juta anak kelak.
Lagu anak-anak biasanya sederhana dan dengan mudah didendangkan siapa saja. Tidak semua musisi sanggup menciptakan lagu anak yang mudah diterima. Maka sesungguhnya, dalam lebih dari separuh hidupnya, AT Mahmud mengabdikan diri pada sesuatu yang bisa dibilang konyol tapi rumit.
Dilagukan olehnya berbagai pengalaman sederhana. Dari main layang-layang hingga mendaki gunung—meski kadang saya tertukar ingatan antara lagu AT Mahmud dengan Ninja Hatori. Binatang-binatang dan pemandangan alam juga dibuatnya jadi lagu yang menyenangkan.
Lagu anak di Indonesia memang memegang peranan penting. Bukan hanya di industri musik, tapi juga perkembangan psikologi anak. Lagu anak merepresentasikan dunia anak yang penuh warna dan naif. Tentu tak mudah menjadi orang yang berkomitmen untuk masuk ke dunia lagu anak.
Menciptakan lagu anak berarti harus sering meletakkan diri di posisi anak-anak. Meski setiap orang dewasa pernah jadi anak-anak, tapi kembali ke posisi itu tentu sungguh sulit. Dunia orang dewasa adalah dunia yang sudah terkontaminasi racun-racun dunia. Menjadi dewasa berarti memakan lebih banyak asam garam hidup. Menjadi dewasa adalah menjadi seorang manipulator dan tukang basa-basi. Sungguh berseberangan dengan kanak-kanak yang jujur.
Yaaa… tapi bukan berarti pula semasa hidupnya AT Mahmud ditimpa beban yang berat. Hidupnya yang penuh pengabdian niscaya indah seindah-indahnya. Kalau beberapa dari kita sering mengaku “masa kecil kurang bahagia”, maka AT Mahmud hingga ajal menjemputnya tentu selalu bahagia karena dekat dengan dunia anak-anak.
Memangnya kenapa harus ada lagu anak? Itu jelas pertanyaan yang punya jawaban rumit. Bisa dijawab menggunakan berbagai teori ilmu. Namun bagi orang-orang yang menikmati menghabiskan waktu la la la la menyanyi lagu anak, pertanyaan itu terjawab tanpa harus dikatakan. Di balik nyanyian itu, ada semacam sentuhan eksistensial, rasa yang khas, sesuatu yang melampaui nada dan lirik, atau apapunlah itu namanya.
Di satu sisi, keberadaan lagu anak baik untuk mencegah anak terjerumus ke dalam lembah lagu-lagu percintaan nakal antara perempuan dan laki-laki. Atau menjauhkan anak dari menyanyikan lagu seksis tentang lelaki kardus yang bedebah, yang tak mereka pahami betul maknanya. Tapi bukan sekadar itu.
Di sisi lain, lagu anak berfungsi membantu penanaman nilai-nilai dengan cara menyenangkan. Konrad Lorenz menggambarkan proses itu seperti seekor anak ayam yang baru menetas. Ia mengikuti makhluk hidup pertama yang melewatinya, lantas menganggapnya sebagai induk. Lagu anak menyajikan realitas secara menyenangkan.
Lalu apakah lagu anak selalu membawa keindahan dunia, sehingga mengabaikan realitas dunia yang pahit? Jangan lupakan tentang imajinasi. Dalam sebuah wawancara, AT Mahmud berkata bahwa lagu anak yang baik adalah lagu yang mampu mengembangkan daya imajinasi, daya berpikir anak, menyalurkan emosi, serta kemampuan aspek sosial-budayanya.
Anak-anak dituntut untuk mengenal hal-hal yang belum pernah mereka lihat dan alami. Anak-anak mana saja yang menyadari bahwa bulan sabit itu laksana perahu emas berlampu bintang, berlaut angin? Bulan Sabit ciptaan AT Mahmud meliarkan imajinasi anak-anak yang mendengarnya.
Adakah pula anak-anak yang mencari cinta di mata mamanya dan menyadari bahwa di mata mama ada bintang—sebelum ditemukan pelangi oleh personil Jamrud? Berapa banyak pula anak generasi saya yang pernah mandi di sungai, turun ke sawah, menggiring kerbau ke kandang?
Sederhananya, lagu-lagu sederhana menuntut anak untuk membayangkan hal-hal yang sebetulnya tak ada. Manusia memiliki kemampuan istimewa untuk berfantasi dan berimajinasi. Pintu gerbang yang menghubungkan manusia dengan dunia luar hanya dua persen dari sistem saraf otak.
Sembilan puluh delapan persen lainnya digunakan untuk fungsi-fungsi internal. Otak menyusun dunia psikis yang mandiri. Di sanalah imajinasi berkembang. Fantasi, imaji, gagasan, hasrat, serta mimpi. Dunia psikis itu menyerap konsepsi kita tentang dunia luar. Anak-anak diajak untuk mempertahankan naivitasnya.
Berimajinasi bukan hal yang buang waktu sia-sia lho. Kita mesti perhitungkan juga segala imajinasi di kepala JK Rowling ketika menciptakan kehidupan Harry Potter dan segala kompleksitasnya. Toh cerita khayali itu kini berkesan di hati manusia di seluruh pelosok dunia. Semua berawal dari imajinasi.
Mungkin memang bukan hanya AT Mahmud yang memiliki komitmen terhadap perkembangan lagu anak. Ada Ibu Sud, Pak Dal, dan nama-nama lain. Mereka sungguh patut dikenang sebagai pahlawan. Lewat lagu-lagu mereka, anak Indonesia berimajinasi dan mengembangkan mimpi.
Karya-karya AT Mahmud, terutama, telah membantu anak-anak meletakkan diri dalam imajinasi yang polos nan puitik. Itu mengapa karyanya tak akan ditelan zaman. Kitalah yang bertanggungjawab besar untuk mendendangkan kembali lagu-lagunya. Jangankan anak-anak, orang dewasa pun kadang-kadang perlu menjadi riang dan polos sejenak. Hanya kepolosan yang bisa mendorong kita untuk mempertanyakan segala sesuatu.
Dengan mendendangkan lagi lagu-lagu anak ciptaan AT Mahmud, mungkin turut terkirim doa untuk Abdullah Totong Mahmud di asalnya, sebab seperti ia mendoakan Ade Irma Suryani, kini dia terlena tertidur, terbaring nyenyak dipelukan Tuhannya.***