Kajian mengenai hermeneutika mendapat tempat tersendiri pada zaman modern ini. Ketika semua orang setelah masa renaissance sibuk dan fokus pada kemajuan, Schleiermacher justru hadir memberi warna baru dan fokus kepada sesuatu yang berbeda yakni hermeneutika.

Setelah masa modern, beberapa filsuf memang tertarik mengupas dan membahas tentang bahasa, seperti yang dilakukan oleh Alfred Ayer, Ludwig Wittgenstein, dan sebagainya. Di samping itu, bahasa juga dikaji oleh aliran filsafat seperti Lingkungan Wina dan Mazhab Frankfurt.

Secara umum, kata hermeneutika berasal dari bahasa Yunani, yaitu hermeneuien yang berarti menafsirkan. Secara harfiah dapat diartikan sebagai penafsiran, interpretasi,[1] atau menerjemahkan. Di sisi lain, hermeneutika adalah studi pemahaman, khususnya pemahaman teks.[2]

Berbicara tentang hermeneutika, maka kita tidak akan lepas dari legenda dalam mitologi Yunani Kuno, yakni Hermes, seorang dalam mitologi Yunani yang bertugas menyampaikan dan menjelaskan pesan (message) dari Sang Dewa kepada manusia.

Dalam versi lain, Hermes merupakan seorang utusan yang mempunyai tugas menyampaikan pesan Jupiter kepada manusia. Tugas Hermes adalah menerjemahkan pesan-pesan dari Dewa di Gunung Olympus ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh umat manusia.

Oleh sebab itu, fungsi Hermes sangatlah penting dan vital. Ia menjadi satu-satunya penghubung antara Dewa dan manusia. Jika seandainya Hermes salah dalam menyampaikan berita dari Dewa, maka akan berdampak buruk pada manusia.

Secara teologis, peran Hermes ini bisa disamakan sebagaimana peran Nabi utusan Tuhan. Nasr memiliki hipotesis bahwa Hermes tersebut tidak lain adalah Nabi Idris a.s., yang disebutkan dalam Alquran, dan dikenal sebagai manusia pertama yang mengetahui tulisan, teknologi, tenun, kedokteran, astrologi, dan lain-lain.[3]

Baca Juga: Hermes

Menurut riwayat yang beredar di lingkungan pesantren, Nabi Idris adalah orang yang ahli di bidang pertenunan (tukang tenun/ memintal). Sedangkan di lingkungan agama Yahudi, Hermes dikenal sebagai Thoth, yang dalam mitologi Mesir dikenal dengan Nabi Musa a.s.

Berkaitan dengan tugas Hermes yang membawa misi dan pesan mulia, yaitu sebagai mediasi dan proses membawa pesan “agar dipahami” memiliki tiga bentuk makna dasar dan penggunaan aslinya, yaitu:

Pertama, mengungkapkan kata-kata. Kedua, menjelaskan, seperti menjelaskan situasi. Ketiga, menerjemahkan, seperti dalam menerjemahkan bahasa asing. Oleh karena itu, hemeneutika pada akhirnya diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti.

Namun, pertanyaannya adalah, seberapa pentingnya peran seorang Hermes tersebut dalam mitologi Yunani kuno? Atau apa yang terjadi jika tidak ada seorang Hermes dalam mitologi Yunani tersebut?

Dalam hal ini, untuk menjawab pertanyaan di atas, penulis berasumsi dengan beberapa jawaban, yakni sebagai berikut:

Pertama, Hermes merupakan seorang kurir pesan dari Sang Dewa kepada manusia. Seandainya jika Hermes tidak ada, maka akan terjadi sebuah kesalahpahaman manusia dalam memahami pesan Dewa lantaran sulitnya manusia mengerti bahasa Dewa yang melangit dan asing di telinga manusia

Kedua, seorang kurir pesan adalah seseorang yang bertugas menerima pesan dari Dewa sekaligus menerjemahkan ke dalam bahasa manusia agar mampu dipahami manusia dengan baik. Seandainya Hermes tidak ada dan pesan ini tidak diterjemahkan dengan baik, maka, sesuai dengan mitologi Yunani Kuno, manusia akan mendapat kutukan dari Dewa.

Ketiga, betapa marahnya Sang Dewa kepada manusia yang tidak pernah mengerti ketika Dewa menyampaikan pesan dan sebaliknya betapa takutnya manusia jika Dewa terus-terusan marah.

Berdasarkan beberapa asumsi penulis di atas, mengisyaratkan betapa pentingnya peran Hermes dalam mitologi Yunani kuno. Ia tidak hanya sebagai kurir pesan dari Dewa, ia juga harus mampu menjadi penerjemah pesan Dewa sekaligus menyampaikannya dengan baik dan saksama kepada manusia.

Menjadi sosok Hermes tidaklah mudah. Sebab untuk menjadi seorang kurir dan penerjemah bahasa Dewa tidaklah bisa dikerjakan oleh sembarang orang. Menafsirkan bahasa Dewa yang melangit memiliki metode yang tidak setiap orang mampu melakukannya.

Misal, metode yang dipakai Schleiermacher dalam hermeneutika. Menurutnya, untuk menerjemahkan (interpretasi) sebuah teks harus melalui 2 (dua) tahapan, yakni interpretasi gramatical, yakni memahami keadaan rohani pengarang ketika menulis teks di masa lalu; dan psikologis, yakni mentransformasikan diri ke dalam diri si pengarang. [4]

Untuk melakukan kegiatan interpretasi teks menurut Schleiermacher di atas merupakan hal yang sulit. Sebab untuk memahami rohani dan menjadi diri si pengarang tidaklah mampu dilakukan oleh setiap orang.

Di sisi lain, sebagai manusia biasa pun terkadang kita sulit memahami maksud dan tujuan saat sedang berinteraksi dengan sesama manusia. Hal seperti ini seringkali terjadi karena beberapa faktor, apalagi ketika kita ditantang menerjemahkan dan memahami bahasa Dewa yang entah bagaimana bunyinya.

Dalam kajian hermeneutika, Hermes bukan hanya sebagai simbol yang menggambarkan ciri-ciri kurir pesan Dewa. Hermes adalah contoh pada masa lalu yang menggunakan hermeneutika dalam menangkap dan menerjemahkan bahasa Dewa.

Mitologi Yunani kuno percaya bahwa Hermes menjadi sosok yang sangat urgen dalam kehidupan manusia. Bahkan Hermes tidak hanya sebagai kurir dan penerjemahnya pesan dari Dewa, namun ia adalah pahlawan bagi manusia yang menyelamatkan manusia dari amarah dan kutukan Dewa yang terjadi ketika manusia tidak memahami bahasa Sang Dewa.

Referensi:

  • Sumaryono, E. Hermeneutik; Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 1999.
  • Anshari. Hermeneutika Sebagai Teori Dan Metode  Interpretasi Makna Teks Sastra, Sawerigading, Vol. 15, No. 2, Agustus 2009.
  • Mulyono, Edi. Belajar Hermeneutika; dari Konfigurasi Filosofis menuju Praksis Islamic Studies. Yogyakarta: IRCiSoD. 2013.
  • Al-Malaky, Ekky. Filsafat untuk Semua. Jakarta: Lentera. 2001.