“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh….” (An-Nisa’:78). Seperti itulah salah satu arti ayat Al-Quran yang harus selalu kita yakini bahwa kematian adalah kehendak Tuhan. Kita sebagai manusia biasa tidak ada yang tahu kapan datangnya. Begitu juga dengan musibah kecelakaan Pesawat Lion Air JT 610 yang terjadi pada 28 Oktober 2018 lalu. 

Penulis tidak akan membahas penyebab terjadinya kecelakaan tersebut, namun penulis hanya akan menanggapi pendapat publik terhadap setiap kecelakaan pesawat yang terjadi. Hampir semua penumpang yang memilih pesawat sebagai alat transportasi memiliki tujuan yang sama, yakni supaya sampai ke tempat tujuan dengan selamat dan tepat waktu. Sejatinya memang pesawatlah alat transportasi tercepat dan teraman. Sebagai jasa penerbangan, setiap maskapai tentu juga memiliki objektif yang sama, yakni memberikan pelayanan terbaik bagi setiap penumpangnya.

Namun, faktanya dalam setiap peristiwa kecelakaan pesawat, selalu banyak pihak yang memprotes pihak maskapai untuk meminta klarifikasi atau pertanggungjawaban, terutama para keluarga korban. Jarang sekali ada pihak yang melihat dari dua sudut pandang, yakni dari pihak penumpang maupun maskapai. Adakah yang berpikir bahwa disetiap penerbangan pasti ada aturan yang harus ditaati, baik bagi para penumpang maupun petugas? 

Asumsi-asumsi mengenai penyebab kecelakaan tentu banyak bertebaran, baik dari pihak maskapai maupun keluarga korban bahkan masyarakat umum. Asumsi-asumsi tersebut mungkin saja benar, namun selama bukti belum ada, kita tidak bisa menarik kesimpulan. Namun tak bisa dipungkiri bahwa hampir di setiap kecelakaan pesawat pihak maskapai lah yang banyak mendapat cibiran.

Pernahkah kita berpikir bahwa mungkin saja peristiwa tersebut disebabkan oleh para penumpangnya? Sudahkah seluruh penumpang bersikap bijak dengan mematikan ponsel atau mengenakan sabuk pengaman misalnya. Namun, sepertinya memang masih banyak penumpang yang menyepelekan salah satu aspek keselamatan dalam sebuah penerbangan tersebut. 

Padahal jika mereka ketahui alasan dibaliknya sangatlah krusial. Kendatinya, dalam pembuatan pesawat terdapat Center of Gravity yang harus selalu dijaga. Maka dari itu dalam 13 menit pertama setelah take off dan 13 menit terakhir sebelum landing, para awak kabin harus memastikan bahwa seluruh penumpang telah memakai sabuk pengamannya. Selain itu, sabuk pengaman jugalah yang akan melindungi para penumpang ketika terjadi turbulensi atau goncangan.

Namun sejatinya masih banyak ditemui penumpang yang melalaikan aturan tersebut. Lalu, setelah terjadi kecelakaan barulah mereka berbondong-bondong menyalahkan pihak maskapai. Padahal tidak semua kecelakaan yang terjadi murni 100% kesalahan maskapai. Mungkin memang ada kelalaian maskapai dalam mengontrol mesin atau hal semacamnya, namun penumpang juga memiliki andil yang besar dalam keselamatan sebuah penerbangan.

Selain sabuk pengaman, penggunaan ponsel dalam pesawat juga menjadi kendala tersendiri terhadap sinyal navigasi. Dalam mengatur jalannya pesawat dan menjaga keamanannya, sebuah pesawat menggunakan sinyal radio untuk berkomunikasi. Jika frekuensi ponsel sama dengan frekuensi pesawat, maka akan terjadi gangguan komunikasi dan tidak menutup kemungkinan kecelakaan akan terjadi. Jika hal semacam itu terjadi, akankah pihak maskapai yang akan tetap di salahkan?

Ada baiknya, sebagai seorang penumpang kita berkaca dahulu sebelum menghakimi. Selain itu, hendaknya kita lebih memahami setiap aturan dalam penerbangan karena sejatinya setiap maskapai penerbangan tidak hanya berdiri sendiri. Mereka tentu bekerja sama dengan pihak lain, seperti perusahaan cargo, perusahaan navigasi udara, dan perusahaan pengelola bandar udara. 

Mereka juga telah memiliki aturan yang ditetapkan guna memberikan kepastian kepada pelaku bisnis dan juga keselamatan para penumpang. Sehingga kita perlu bertanya kepada diri kita sendiri, apakah sikap kita sudah mencerminkan sebagai penumpang yang bijak? Sudahkah kita menaati semua prosedur yang ada? Nah, jika merasa belum, mari kita memualainya dari sekarang. Jangan segan juga untuk menegur teman atau saudara kita yang masih lalai akan keselamatan bersama. 

Ingat! Dalam sebuah penerbangan tidak hanya ada satu nyawa, melainkan ratusan. Tidak hanya itu, mungkin saja juga banyak keluarga yang menunggu kedatangan mereka. Jadi, marilah kita kurangi ego kita demi keselamatan bersama.

Namun, bahkan jika memang kecelakaan tersebut disebabakan oleh keteledoran maskapai mengenai pengecekan mesin atau hal semacamnya yang menyangkut performa pesawat, keputusan penumpang dalam pemilihan pesawat juga perlu dipertanyakan. Jika penumpang memilih maskapai tersebut karena harganya yang ekonomis, tentu mereka sudah tau konsekuensinya bukan? 

Semua orang tau bahwa harga menentukan kualitas. Tidak bisa kita meminta kualitas maskapai dengan harga ekonomis sama dengan maskapai yang harganya memang diatas rata-rata. Setiap maskapai pasti memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Pengecekan berkala memang menjadi tanggung jawab setiap maskapai, namun kembali lagi segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini adalah kehendak Tuhan. Sebagai manusia kita hanya bisa mengusahakan yang terbaik dan berharap yang terbaik pula. Oleh sebab itu, untuk para penumpang sebaiknya lebih memperhatikan lagi aturan yang berlaku. Jangan sampai kelalaian kita mengorbankan banyak nyawa. 

Toh, jika tidak mematikan ponsel juga tidak ada gunanya karena sinyal akan hilang ketika pesawat berada di ketinggian tertentu. Jika alasannya ingin menghubungi teman atau keluarga sangatlah tidak masuk akal. Keluarga dan teman Anda pasti akan mengerti bahwa keselamatan Anda lebih penting. Kalaupun hanya ingin mendengarkan musik atau berfoto-foto, bisa dialihkan mode ponselnya menjadi mode pesawat. 

Namun, alangkah baiknya lagi jika ponsel dimatikan selama dalam perjalanan demi keselamatan bersama. INGAT! Apabila para penumpang sadar hukum dan mematuhi setiap peraturan yang berkaitan dengan keselamatan penerbangan, maka terjadinya kecelakaan penerbangan dapat diminimalisir.