What happens in Gen Z’s world?

Belakangan ini, dunia mengalami berbagai perubahan yang terjadi dalam waktu relatif singkat. Mulai dari adanya revolusi industri 4.0, pandemi virus Covid-19, hingga informasi-informasi yang setiap harinya berlalu-lalang di media sosial. Perubahan zaman dan penyebaran informasi yang serba cepat ini akhirnya memberikan pengaruh pula pada masyarakat yang tinggal di dalamnya, salah satunya kelompok Gen Z

Istilah Gen Z mengacu kepada generasi setelah milenial yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, sehingga, Gen Z adalah satu-satunya generasi yang mengalami peralihan menuju era digital. Tak hanya itu, dilansir dari Insider Intelligence, Gen Z akan menjadi generasi yang paling berpengaruh pada masa depan industri ritel, bahkan nantinya, di tahun 2026 akan banyak perwakilan Gen Z yang memiliki spending power yang besar.

Jika berbicara mengenai spending power, maka aspek lain yang tak kalah penting untuk kita perhatikan adalah spending habit. Jika spending power merupakan kemampuan seseorang untuk menghabiskan uang, spending habit berkaitan dengan cara atau pendekatan seseorang dalam menggunakan uang yang dimilikinya. 

Pada Gen Z, pola spending habit yang mereka miliki cenderung mementingkan nilai (value), Gen Z juga rela mengeluarkan uang lebih banyak untuk pengalaman yang unik (unique experiences).

Pola spending habit yang demikian dapat kita lihat salah satunya melalui tren TikTok yang tak lama ini sedang viral dan mendominasi FYP TikTok. Tren tersebut berisikan beberapa anak muda yang membuat sebuah video dengan memberikan keterangan seperti “The money will return, but I’ll never be 20 and watching Stray Kids concert again”

Kalimat yang mereka gunakan tidak persis sama, namun pada intinya, keterangan yang mereka berikan memiliki arti yang sama, yakni “Uang bisa kembali nanti, tapi aku belum tentu mendapat kesempatan ini di masa mudaku lagi”.

Melalui tren ini, para Gen Z ingin menunjukkan bahwa mereka yakin bahwa kesempatan untuk mendapatkan pengalaman yang unik lebih berharga dibandingkan dengan jumlah uang yang harus mereka keluarkan. Prinsip ini dikenal pula dengan istilah YOLO atau You Only Lives Once, yakni ketika gaya hidup seseorang lebih berfokus kepada kepuasan yang ia rasakan di waktu sekarang. 

Berdasarkan Urban Dictionary, gaya hidup YOLO didefinisikan sebagai cara hidup dimana seseorang cenderung mengambil keputusan secara impulsif dan gegabah pada kondisi-kondisi yang seharusnya direnungkan dengan logis dan masuk akal. Sehingga, penekanannya lebih kepada nilai-nilai kebebasan dalam menikmati hidup serta perilaku konsumtif yang dilakukan oleh seseorang. Meskipun tidak selalu berkonotasi buruk, tak jarang seseorang menjadikan prinsip hidup ini sebagai pembenaran untuk bebas berfoya-foya sesuka hatinya.

Freedom vs Responsibility

Kebebasan dapat dibagi menjadi dua, yakni kebebasan eksistensial atau kebebasan positif, serta kebebasan sosial atau kebebasan negatif. Kebebasan eksistensial adalah kebebasan seseorang untuk melakukan apa saja yang ia inginkan dan menentukan dirinya sendiri. Sedangkan, kebebasan sosial adalah orang lain tidak bisa membatasi atau mempengaruhi keinginan dan keputusan seseorang.

Kebebasan menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk hidup yang otonom, yakni dapat menentukan hukum atau peraturan bagi dirinya sendiri. Namun, masyarakat lain tetap berhak untuk membatasi kebebasan yang dimiliki seseorang agar hak-hak dari semua anggota masyarakat juga tidak terganggu.

Dalam melakukan pembatasan ini, masyarakat harus bisa mempertanggungjawabkan pembatasannya sehingga pembatasan yang dilakukan tidak melebihi apa yang diperlukan.

Tanggung jawab adalah kewajiban seseorang untuk menanggung akibat dari perilaku dan keputusannya. Hal ini juga mengacu kepada kemauan atau kesediaan seseorang untung menanggung dampak dari perilaku yang menjadi kewajibannya. Seseorang yang bertanggung jawab harus bisa memberikan jawaban atas semua tindakan yang dilakukannya. Ketika seseorang bertanggung jawab, orang tersebut harus menjelaskan dan tidak menghindar dari konsekuensi perbuatannya

Dalam penerapannya, kebebasan dan tanggung jawab saling berkaitan. Kebebasan tidak bisa terwujud tanpa adanya tanggung jawab, karena seseorang yang tidak mau bertanggung jawab memiliki arti bahwa ia tidak terbebas dari dorongan-dorongan dalam dirinya dan kalah dari nafsu tersebut. 

Begitu pula sebaliknya, tanggung jawab tidak akan ada tanpa kebebasan, karena seseorang harus terlebih dahulu memiliki kesadaran (rasional) dan memiliki kebebasan untuk menyebabkan sebuah peristiwa, barulah ia bisa bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. 

Is YOLO Lifestyle Bad?

Apabila kita meninjau prinsip YOLO dengan teori mengenai kebebasan dan tanggung jawab, seseorang memang memiliki kebebasan secara penuh untuk mengambil keputusan dan berperilaku. Sehingga, ketika memutuskan untuk menghabiskan uang, waktu, dan tenaga pada berbagai kegiatan, barang, hingga pengalaman, sepenuhnya merupakan keputusan yang sifatnya independen. Seseorang berhak untuk memutuskan hal tersebut sesuai dengan apa yang ia kehendaki tanpa perlu memperhatikan pendapat dari orang lain.

Hal yang tidak boleh kita lewatkan adalah perihal tanggung jawab. Kita perlu mengingat bahwa kebebasan juga datang dengan tanggung jawab, sehingga dalam hal ini, ketika seseorang memutuskan untuk menganut prinsip hidup YOLO, secara otomatis ia juga harus siap dengan tanggung jawab yang menyertainya.

Terlebih lagi, pada Gen Z yang baru memasuki dunia kerja, tanggung jawab finansial menjadi sesuatu yang krusial dan perlu mendapatkan banyak perhatian. Jika seseorang tidak dapat menghabiskan uangnya dengan bertanggung jawab, bisa saja nantinya ia tidak dapat menikmati hidup sama sekali.

Kebebasan yang ditawarkan oleh prinsip hidup YOLO memang menggiurkan, diantaranya, pengalaman unik yang mungkin tidak akan dapat diulang kembali, hingga perasaan bahagia dan euforia sesaat yang menjadikan hidup terasa lebih berarti. 

Namun, tanggung jawab finansial dari prinsip hidup YOLO pun tak main-main, adanya kemungkinan seseorang akan overspending hingga terlilit pinjol cukup besar, terutama jika tidak mendapatkan privilege ekonomi dari orang tua.

Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan oleh Gen Z untuk tetap menikmati hidup YOLO dengan risiko yang minim? Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun skala prioritas. Hal ini dapat dilakukan dengan tujuan supaya kita dapat tetap menikmati hidup dengan lebih terstruktur. 

Namun, mengingat kondisi ekonomi berbagai negara yang tak kunjung pulih setelah adanya pandemi, akan lebih baik jika penganut prinsip hidup YOLO ini kembali merefleksikan keputusan-keputusannya, sehingga meskipun kini menikmati hidup, nantinya mereka tak menangisi hidup.

Summary

Belakangan ini, cukup banyak Gen Z yang menganut prinsip hidup YOLO di mana mereka fokus pada nilai-nilai kebebasan untuk mencapai kesenangan dan kepuasan yang dirasakan saat ini. Meskipun demikian, kebebasan dan tanggung jawab merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. 

Ketika Gen Z memutuskan untuk menggunakan kebebasan ini, tanggung jawab yang harus mereka tanggung juga cukup berat, salah satunya adalah tanggung jawab finansial. Untuk menghindari terlilit hutang sebagai bentuk kegagalan dalam pemenuhan tanggung jawab, Gen Z yang menganut prinsip hidup ini dapat mengatasinya dengan menyusun skala prioritas agar setidaknya resiko dari adanya dampak negatif dari prinsip hidup ini dapat berkurang.