Beberapa waktu belakangan ini, publik net dihebohkan dengan munculnya berita Pak Ganjar Pranowo, yang posisinya menjabat sebagai gubernur Jawa Tengah, sedang membagi-bagikan bantuan dana zakat dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Pertanyaannya: apa ada masalah dalam berita ini? Betul. Sampai di sini kita belum terlihat hilal masalahnya. Tetapi supaya teman-teman pembaca bisa nyambung dengan persoalannya seperti apa, izinkan saya menceritakan secara ringkas pokok utama dan inti keributannya.
Begini…
***
Pada tanggal 30 Desember 2022, tepat pukul 8.08 pagi, Pak Ganjar Pranowo (selanjutnya Ganjar) memberikan cuitan pada akun twitternya. Katanya:
“Menjelang Ultah @PDI_Perjuangan ke 50 saya berencana memugar 50 rumah kader yang kondisinya belum layak.
Rumah Pak Sumarwan ini jadi yang pertama. Beliau ketua Ranting PDI Perjuangan Desa Kapencar, Kertek, Wonosobo.”
Serta memberikan 2 foto pendukung pada cuitannya.
_
Dari sini, kita melihat ada sejumlah persoalan yang mesti kita kritisi dari cuitan ini—walaupun setelah beberapa jam kemudian cuitan ini di-takedown karena riuh beragam komentar.
Pertama, adalah posisi Ganjar yang sedang memberikan bantuan berupa dana zakat. Dari cuitan di atas, terlihat jelas bahwa Ganjar tidak mengatakan secara terus terang bahwa bantuan yang sedang ia berikan, itu adalah dana dari zakat. Lalu, dari mana ketahuannya? Yap. Tepat sekali. Dari foto. Plakat bantuan yang tertera di foto itu kentara sekali tulisan dan logo Baznas-nya, badan amil zakat nasional. Itu yang pertama.
Persoalannya, jika memang ternyata bantuan itu adalah dana dari Baznas, kenapa dalam cuitannya Ganjar tidak terus terang menyebutkan bahwa dana ini merupakan bantuan dari Baznas? Bagi saya, keterus-terangan ini perlu disebutkan, agar terhindar dari kesalahpahaman.
Jika terus disembunyikan, publik akan terus mengulik info dari mana dana ini berasal? Terlebih lagi jika ketahuan kalo ternyata dana bantuannya berasal dari Baznas. Kan jadi rame!
Lalu pertanyaan berikutnya: emangnya tidak boleh Ganjar memakai dana zakat, yang nanti dana bantuan tersebut dikantongi langsung oleh para mustahiq-nya? Sebagai seorang Gubernur, saya memandang sah-sah saja jika ia berwewenang untuk melancarkan dana zakat ini ke sesiapa pun, selama masih diberikan ke masyarakat Jawa Tengah, dan dia memenuhi syarat dalam menerima dana zakat.
“Lalu?”
Letak permasalahannya adalah, ketika Ganjar memberikan bantuan dana Baznas, dengan memakai atribut partai PDIP, lalu diberikan kepada kader PDIP, dan dalam rangka menjelang ultah PDIP—sebagaimana yang tertera dalam cuitannya. Itu yang menjadi tanda tanya paling besar sejagad raya! Sejak kapan dana zakat diberikan untuk memenuhi perayaan politik, yang dalam hal ini ‘menjelang hari ultah partai’???
Kenapa harus sampai menyebutkan nama partai? Memakai atribut khas partai? Dan secara nyata disampaikan dalam rangka menjelang ultah partai? Kalau emang mau buat kepentingan pribadi, atau politik, ya harusnya pake duit sendiri atau duit partai lah. Enak-enak bae pake duit rakyat!
Dana zakat dikumpulkan murni untuk kepentingan sosial dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang memenuhi syarat. Jika pengalokasiannya tepat pada mereka yang memenuhi syarat, orang miskin misalnya. Okelah, otak kita masih dapat memaklumi pemberian ini.
Namun jika ia harus dilancarkan atas nama penuntasan pagelaran politik, kampanye, atau apalah namanya, nah itu yang dengan berat hati kami menerima. Sulit, dan angel untuk mengikhlaskan.
Saya khawatir jika hal semacam ini kembali terjadi (jika tidak mau dikatakan tradisi yang akan terus berulang), maka kepercayaan publik terhadap Baznas, akan terpupus secara perlahan. Gimana mau rela jika uang mereka ternyata dijadikan alat kepentingan partai?
Dan anehnya, yang ternyata bikin kepala terasa nyut-nyutan lagi, adalah klarifikasi Baznas yang mengatakan: “bahwa ini hanya upaya publik untuk menjatuhkan nama Ganjar yang sedang di atas daun”. Bah! Mbok yo kalau salah ya ngaku salah, Mas. Jangan nyari-nyari pembenaran. Nih kita di sini jadi terheran-heran kan.
Dalam hal ini, saya tidak bermaksud sedikitpun untuk merusak karakter gubernur Jawa Tengah ini, ini murni kritik yang semoga nantinya tidak kembali terulang di kemudian hari. Saya yakin kita tidak mungkin terlepas dari kesalahan. Yang terpenting dari kesalahan, adalah bagaimana caranya kita bisa menjadikan kesalahan sebagai bahan pembelajaran.
Karena bagi saya, dana zakat bukanlah dana sembarangan. Ini sakral. Jumlahnya murni dari dana umat Islam yang dikeluarkan sebagai bentuk ketundukan memenuhi perintah Tuhan.
Jika dana ini dilancarkan secara tidak terukur, dan tidak tepat cara pemberiannya, maka ini yang nanti membuat sesak di dada—di samping nanti kepercayaan masyarakat terhadap Baznas juga memudar.
Kritik seperti ini tidak tertuju hanya kepada Ganjar seorang, namun juga kepada pihak yang mengelola kebijakan Baznas yang—dalam pandangan saya—masih anggap biasa jika pengalokasian dana zakat ini berlangsung untuk memenuhi pagelaran partai politik. Dan anehnya ketika ditanya, alih-alih memberi klarifikasi yang menawan, yang ada malah tergabas nyari pembenaran.
Akhirnya, berita Ganjar dan Baznas ini menjadi topik terhangat kita di akhir tahun 2022. Saya berharap, dan ajakan saya juga kepada para pembaca, jangan pernah letih dalam menyampaikan suara untuk mereka yang tengah berada di atas sana. Mereka manusia, dan punya tanggung jawab besar di pundaknya. Jikalau bukan kita yang mengingatkan mereka, lalu siapa?
(Muz)