Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 131/2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019 secara jelas menyatakan bahwa Jeneponto ditetapkan sebagai satu-satunya daerah tertinggal di Provinsi Sulawesi Selatan. 

Dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari peraturan tersebut, dijelaskan bahwa daerah tertinggal merupakah daerah dengan kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Maka tak heran jika masih ada beberapa orang yang tidak terlalu mengenal Jeneponto meski masih dalam satu provinsi. 

Jikapun ada yang mengenal Jeneponto, mereka hanya tahu dari sisi negatifnya saja, seperti Kabupaten Jeneponto adalah daerah yang terkenal dengan orang-orangnya yang kasar dan pemarah.

Selain itu, orang-orang Jeneponto juga tak lepas dari sebutan tong kosong nyaring bunyinya. Bertindak hanya mengandalkan emosi tanpa berpikir cerdas. 

Namun, dari hasil Perpres tersebut, pemerintah daerah tetap optimis bahwa Jeneponto akan keluar dari daerah tertinggal. Terbukti hingga saat ini, pembangunan-pembangunan di daerah Jeneponto semakin meningkat dan mulai dikenal oleh masyarakat luar, terutama dari segi wisatanya yang semakin memesona.

Namun, ada sebutan lain yang lebih unik, Jeneponto ternyata dikenal dengan “Kota Kuda”. Sebutan tersebut dikarenakan Jeneponto merupakan satu-satunya kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki populasi kuda terbanyak. 

Hal ini dapat dilihat dengan adanya pasar khusus yang memperjualbelikan kuda. Pasar tersebut dinamai dengan pasar kuda yang dapat dijumpai di Kelurahan Tolo’, Kecamatan Kelara. Pasar kuda yang ada di Tolo' merupakan satu-satunya pasar kuda di Jeneponto bahkan di Sulawesi Selatan.

Lalu, apa hubungannya Jeneponto dengan 'ganja'?

Saya salah satu mahasiswa yang berasal dari Jeneponto, merantau ke Kota Makassar untuk melanjutkan pendidikan. Jika musim liburan berakhir, teman-teman kadang menagih buah tangan apa saja yang saya bawa dari kampung (Jeneponto). 

“Ini, saya bawa ganja,” kataku. Mereka lantas kaget. “Ganja?” padahal konsumsi ganja telah dilarang, bukan?

Tunggu dulu.

Dengan populasi kuda yang banyak, maka tentu tidak terlepas dari kuliner-kuliner khas Jeneponto yang berasal dari daging kuda ini. Orang-orang yang menyempatkan datang ke daerah Jeneponto lebih memburu olahan daging kuda dibanding makanan lainnya. Namun, ada pula beberapa orang yang tidak terbiasa mengonsumsi daging kuda kadang mempertanyakan kehalalannya. 

Sebenarnya, ada dua pendapat yang bertentangan tentang boleh atau tidaknya mengonsumsi daging kuda. Namun, dalil yang lebih kuat menyatakan bahwa daging kuda halal untuk dikonsumsi.

Adapun hadis-hadis yang menyatakan halalnya mengonsumsi daging kuda, yakni:

Dari Asma bintu Abu Bakr radhiyallahu’anha, bahwa beliau berkata: “kami pernah menyembelih daging kuda pada masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, lalu kami memakannya.” (HR. Al Bukhari No. 5510).

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhuma, beliau mengatakan: “Pada Penaklukan Khoibar, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang makan daging keledai jinak dan beliau membolehkan daging kuda.” (HR. Bukhari 3982 dan Muslim 1941).

Dari Jabir in Abdillah radhiyallahu’anhuma, beliau menceritakan: “kami pernah bersafar bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan kami makan daging kuda dan minum susunya.” (HR. Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi. An-Nawawi mengatakan: sanadnya shahih).

Salah satu kuliner olahan daging kuda yang sangat terkenal yaitu gantala’ jarang atau disingkat menjadi GANJA. Namanya aneh, bukan? Orang-orang yang belum tahu pasti akan salah paham dan beberapa diantara mereka sedikit geli dengan sebutan tersebut.

Bagaimana olahan GANJA tersebut? Membuat gantala' jarang sebenarnya tidak terlalu ribet dan tidak membutuhkan rempah-rempah yang begitu banyak. Kurangnya rempah-rempah yang digunakan malah menjadi rasa yang khas dari gantala’ jarang itu sendiri dan semakin diminati banyak orang.

Langkah awal untuk membuat gantala’ jarang tentunya harus menyiapkan daging kuda dulu. Sebelumnya, daging kuda harus dicuci bersih kemudian dipotong kecil-kecil. Setelah bersih, daging kuda direbus dengan air tanpa bumbu apa pun. Tunggu beberapa menit sampai daging kuda matang, lalu dituangkan ke dalam air rebusan yang telah ditabur garam, vetsin, dan kunyit. 

Ada juga sebagian orang yang menambahkan daun serai ke dalam rebusan tersebut, untuk menambah cita rasa dari gantala’ jarang. Gampang, kan?

Kebiasaan mengonsumsi daging kuda di Jeneponto sudah dilakukan sejak lama oleh para nenek moyang terdahulu. Apalagi, menurut para tetua, daging kuda dapat meningkatkan stamina dan ampuh sebagai obat anti tetanus. 

Kata Bapak saya, orang-orang dulu selalu bilang kalau kita tertusuk paku langsung makan daging kuda saja. Meski belum terbukti secara medis, namun mitos-mitos tersebut masih tumbuh hingga saat ini.

Cobalah sempatkan untuk menghadiri undangan acara-acara yang ada di Jeneponto, seperti acara pernikahan, khitanan, aqiqah, dan sebagainya, pasti Anda akan menemukan hidangan ganja (gantala’ jarang) sebagai menu utama yang menandakan sebagai ciri khas kebiasaan orang-orang Jeneponto. Saat ini, bukan hanya di acara-acara tertentu, aroma khas gantala’ jarang juga dapat dicicipi di warung-warung yang tersebar di Jeneponto.