"Buk maaf, tongkat pelnya patah lagi," Bik Onih ART setia saya laporan siang itu dengan ekspresi takut-takut. Haduuuh, sebenarnya ada rasa kesal dengan riwayat tongkat pel yang patah, karena kejadiannya sudah terulang beberapa kali. Entah karena tenaga si Bibik yang terlalu kuat atau karena ketidak hati-hatian saat memakainya, hingga gagang tongkat pel pun bisa dipatahkannya.

Ibu saya sudah pernah mengingatkan tentang hal yang cukup menjengkelkan ini. Katanya kalau tongkatnya dipatahkan lagi, ganti saja dengan tongkat pel perasan manual atau malah kain pel jongkok. Tidak usah pakai tongkat pel spin mop seperti yang dipakai Bik Onih saat ini. Gagang tongkat pel dari kayu biasanya memang lebih kuat daripada tongkat pel lipat dari bahan stainless steel.

Karyawan yang Patut Dihargai

Tapi ada beberapa hal yang membuat saya sangat menghargai Bik Onih. ART andalan saya ini walaupun buta huruf (tidak bisa membaca, tapi tahu angka jam dan hitungan uang), sangat rajin dan jujur. Selain itu dia juga penurut dan sangat loyal, Bik Onih sudah ikut saya lebih dari tiga tahun. Sangat telaten bersih-bersih rumah hingga tak ada satupun sudut kotor yang terlewati, cucian baju selalu bersih dan hasil setrikaannya pun selalu rapi.

Patahnya tongkat pel sepertinya sepadan dengan kinclong dan wanginya lantai yang dibersihkannya setiap hari. Dan tongkat pel spin mop ini juga terbukti bisa membuat kerjanya lebih cepat. Mengingat Bik Onih adalah ART pulang pergi, yang datang pk. 07.00 dan pulang pk 12.00. Dalam durasi lima jam dia harus mencuci dan setrika baju, serta bersih-bersih  rumah.

Dapat dibayangkan bagaimana ribetnya Bik Onih bila menggunakan tongkat pel kayu dengan perasan manual atau kain pel jongkok. Butuh waktu berapa lama untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dia akan bekerja dengan terburu-buru dan perasan pelnya menjadi tidak optimal sehingga lantai basah dan licin. Salah-salah malah ada yang celaka karena terpeleset.

Fasilitas Kerja yang Memadai

Karena durasi kerjanya tidak lama, saya berusaha memberikan fasilitas kerja yang memadai, dengan alat-alat kerja yang praktis. Tongkat pel spin mop ini adalah salah satu contohnya. Selain itu tujuan saya memberikan alat kerja praktis adalah sebagai penghargaan untuk kinerjanya yang baik.

Penghargaan itu pantas diberikan mengingat cara bekerjanya sangat efektif dan efisien dari sisi waktu, dengan hasil yang juga memuaskan. Kupikir sebagai “partner kerja” sudah seharusnya kami simbiosis mutualisme, saling membutuhkan satu sama lain. Dia butuh pekerjaan, sedangkan saya butuh ART untuk membantu pekerjaan rumah sehari-hari.

Rasa saling membutuhkan ini saya pikir adalah hal yang sangat lumrah di dunia kerja. Di kantor-kantor pun sudah sewajarnya perusahaan  memberikan penghargaan kepada para karyawannya dengan fasilitas kerja yang memadai. Fasilitas kerja yang memungkinkan karyawan bekerja dengan efektif dan efisien, untuk mendapatkan hasil yang juga memuaskan.

Dampak Minimnya Fasilitas Kerja

Terkait fasilitas kerja ini, salah seorang teman pernah bercerita. Bagaimana  perusahaan tempatnya bekerja memberikan beban kerja  yang tinggi pada karyawannya, tapi dengan fasilitas kerja seadanya. Perusahaan selalu menggunakan alasan "efisiensi anggaran" ketika karyawan menuntut alat-alat kerja yang layak.

Pimpinan di perusahaan tersebut membuat target-target kinerja tanpa melihat kondisi di lapangan. Semua masalah harus dapat diatasi karyawan tanpa banyak keluhan. Ibarat menghadapi peperangan, karyawan menggunakan strategi bertahan untuk mencapai “kemenangan”. Akibatnya karyawan menjadi apatis, kurang semangat juang dan bekerja dengan cara seadanya.

Kemenangan yang dimaksud di sini sebenarnya bukanlah sesuatu hal yang patut dibanggakan. "Dengan anggaran dan fasilitas minim, target kinerja tetap dapat tercapai". Apalah artinya bila hasilnya tidak memuaskan dan kebermanfaatan yang tidak bisa sepenuhnya dirasakan seluruh pihak yang berkontribusi bagi kemajuan perusahaan. Belum lagi kondisi psikis karyawan yang mengalami demotivasi karena merasa kurang dihargai.

Tanpa semangat kerja, sejatinya karyawan jauh dari kata produktif, loyalitas karyawan pun sulit untuk dipertahankan, mereka dengan senang hati akan berpindah ke perusahaan lain. Dan upaya inilah yang sedang dilakukan teman saya saat ini, mencari perusahaan lain untuk mendapatkan penghargaan yang lebih baik. Sayang sekali, padahal menurut saya, dia adalah karyawan yang sangat potensial, dengan kompetensi dan performa kinerja yang sangat baik.

Fasilitas Kerja sebagai Penghargaan

Seperti halnya seorang Bik Onih yang sudah berupaya memenuhi target kerja selama lima jam sehari. Bila yang saya pikirkan hanyalah efisiensi anggaran seperti pimpinan perusahaan tersebut, mungkin Bik Onih tidak akan bertahan selama ini. Fasilitas kerja yang tidak memadai, akan membuatnya bekerja sembarangan, terburu-buru, dengan hasil seadanya.

Dia akan bekerja tanpa semangat karena rasa lelah dan kesulitan dengan alat kerja yang minim. Resiko dia sakit atau malah tidak kerasan akan menjadi masalah besar bagi ibu bekerja seperti saya. Kalaupun bisa mendapatkan ART pengganti, belum tentu didapatkan pengganti serajin dan seloyal Bik Onih.

Karena saya tidak ingin kehilangan Bik Onih, maka sebagai penghargaan untuk kinerjanya yang baik, akhirnya  saya belikan juga tongkat pel spin mop yang baru. Kali ini dengan pesan sponsor yang cukup tegas "Jangan dipatahkan lagi ya Bik, merasnya pelan-pelan". Wajah lugunya tampak sumringah, sudah seminggu dia mengepel lantai dengan tongkat pel yang patah (gagangnya tinggal separuh).

Mengepel lantai sambil terbungkuk-bungkuk pasti membuatnya cepat merasa lelah. Satu hal yang sepele tapi berdampak besar bagi kinerjanya. Seandainya pimpinan perusahaan tidak terlalu "pelit" untuk memberikan penghargaan yang layak, dengan fasilitas kerja yang memadai. Maka semua karyawan dapat bekerja dengan nyaman, berjuang dengan penuh loyalitas untuk kemajuan perusahaan. (IkS)