Yang paling utama dari apa yang harus kita lakukan hari ini adalah sains selalu membutuhkan agama dalam rangka menciptakan pikiran manusia yang tangguh. Pesawat tak akan bisa terbang, jika metode agama tak mempelajari sains. Sains memberitahu kita bahwa komputer tak bisa hidup tanpa pilot.

Begitu pula dengan agama menyimpulkan bahwa perilaku dan etika manusia tak bisa diteliti tanpa sains; fisika, kimia dan matematika. Sains mempelajari tentang fakta-fakta dan bukti, sementara agama belajar tentang sumber nilai-nilai, dan keduanya tak akan pernah bisa bertemu.

Sains melewati jalan penemuan, sedangkan agama melewati jalan menuju persembahan. Agama, jelas lengkap dengan deskripsi “kitab suci” tentang tujuan yang sudah dikehendak. Tuhan ada. Dia menyuruh umatnya berbuat baik dan berperilaku bebas dengan apa yang diperintah. Jika diantara kalian taat untuk mematuhinya. Tuhan akan menyuruh kalian masuk surga. Tetapi jika diantara kalian yang membangkang, tuhan tak akan segan-segan melemparkan kalian ke dalam api neraka.

Pernyataan itu sangat jauh relevan dengan kejelasan hukum dan konstruksi agama yang sesungguhnya. Agama biasanya berfungsi membawa manusia secara misterius menuju tempat tak dikenal. Bahkan membimbing manusia ke tempat-tempat destinasi yang tak ditentukan. Sekalipun tempat itu adalah belum ada bayangan sebelumnya. Tetapi manusia harus menemukannya.

Namun, biasanya dalam proses pencarian itu. Manusia didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan besar, seperti. Siapa tuhan, dimana tuhan, siapa saya. Dan apa makna kehidupan sebenarnya.

Jika sebagian diantara kita menerima jawaban yang sudah disampaikan oleh tuhan. Berarti kita sudah menerima kekuatan-kekuatan tuhan itu sebatas pada pengetahuan tanpa dengan pemahaman. Sebab yang dibutuhkan oleh tuhan sebenarnya adalah para pencari spiritual yang tidak akan mudah puas dengan ketersediaan jawaban yang sudah ada.

Baca Juga: Sains dan Agama

Dia harus mengetahui dan menggali lebih jauh dimana eksistensi tuhan yang sesungguhnya. Lalu kemudian kemana manusia harus bertempuh.

Apakah manusia lebih memilih sains atau berlayar menuju agama?

Kalau manusia memilih sains, jelas dia punya akal. Tetapi jika kalau manusia memilih agama. Jelas dia kosong dari pengetahuan sains. Sebab agama yang demikian utuh diciptakan oleh tuhan. Itu memiliki "standar rasio" terhadap keilmiahan sains.

Sains mengajarkan kita betapa pentingnya obat dengan penyakit. Begitupun agama betapa pentingnya pengetahuan, jika manusia itu beradab. Yaitu menjaga etika, perilaku, karakter dan kewibawaan terhadap sesama.

Tapi sayangnya, apa yang terjadi? Adab dan perilaku agama, lebih mengedepankn nilai-nilai spiritualitas ketimbang "rasio keilmiahan". Tidak ada metode sains yang bisa mengukur tingkat keajaiban misteri. Sebab mukjizat hadir ditengah-tengah kebenaran dan kegelapan di atas kebohongan yang murni. Seperti yang dianut oleh agama-agama yang determinisme kuno.

Mereka yakin dan percaya bahwa eksistensi kebenaran dan agama terdiri dari yang baik dan yang jahat. Menurutnya bahwa yang baik dan yang jahat adalah menciptakan yang murni dan yang abadi dalam dunia kebahagiaan ruh. Meskipun yang jahat disebut setan dalam dimensi lain. Tetapi ruh, —imateri tetap menolong keselamatan materi (dalam jasad atau fisik manusia).

Setan tidak tahu bagaimana cara menciptakan materi, tetapi dia sangat tahu menjadikan ciptaannya bahagia, karena didunia materi segalanya bisa rusak dan bahkan bisa hancur. Dengan menggoda dan menyeret ruh-ruh manusia dalam tubuh materi yang murni.

Sampai kapanpun imateri itu tak akan bisa lepas dari belenggu pembusukan setan. Sebab jasad dan bak tubuh fisiknya manusia itu akan kehilangan kendali tanpa tegangan pengaruh dari setan. Karena tujuannya setan adalah menyerang jiwa roh-roh murni menjadi wilayah alami. Sehingga penjara tubuh manusia membusuk dan akhirnya mati.

Tetapi dalam kesempatan lain bahwa setan dengan kenikmatan ragawi. Itu tak akan bisa terlepas dari aktivitas makanan, sek dan kekuasaan manusia. Ketika tubuh rusak dan jiwa ingin kembali pada dimensi luar. Fisiknya mati, rohnya berlayar menuju tempat yang diabdikan.

Selama perjalanan dan pencarian kita tentang kebenaran dan misteri kegoiban. Itu kita harus menolak godaan ini. Selain kita karena ingin menjadi jasa yang murni, serta menginginkan menjadi manusia yang suci.

Itu kenapa?

Karena terjadinya pemberontakan diantara otoritas Protestan melawan kebijakan Gereja Katolik. Itu bukan ulah tuhan ataupun perilaku setan. Melainkan itu dikarenakan adanya indikasi penyucian dan penebusan dosa atas segala perbuatan manusia.

Anda ingin bebas dari penyiksaan neraka. Bayar 150 juta ke kiyai atau ulama. Anda ingin masuk surga, bayar 150 miliar ke ustad. Atau yang lebih mulia lagi berdasarkan status sosial, garis kelas dan tingkat kekuasaan adalah sebagai berikut.

Masuk surga kelas ekonomi –Jannatul Naim, bayar 200 milliar. Atau ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Yaitu Anda ingin masuk surga Firdaus –kelas VIP, bayar 500 miliar. Begitupun seterusnya, sampai tujuan menuju tempat yang tak dijanjikan.

Saya takut, kalau ini terjadi pada umat Islam, sebab dipastikan bahwa agama yang mereka anut. Itu dapat ditransaksi secara spiritual. Anda ingin naik haji, tanpa menemui kota suci. Bayar 250 juta. Anda ingin umrah tanpa mengunjungi tanah suci, transfer uang ke BSU Bank BNI syariah. Anda ingin bebas dari kutukan sihir dan godaan setan. Bayar 300 juta. Supaya apa yang menjadi peranan penting dalam agama menjadi terhindar dari segala urusan masalah.

Makanya menurut saya sangat gusar sekali memahami agama dan sains dengan menerima pengetahuan yang sudah digambarkan. Kita harus mencari bahwa terjadi,— berpisahnya langit dan bumi serta planet-planet lainya. Itu bukan karena ulah tuhan semata yang berkehendak. Tetapi ada aktivitas manusia yang bercampur.

Tuhan menyediakan fasilitas, dengan standar pengetahuan yang telah ditentukan. Sementara manusia mengisi dan memakai ruang-ruang fasilitas itu dengan sumber keilmuan yang diputuskan.

Seperti kata Neil Armstrong tatkala mendarat di bulan: “Ini hanyalah satu langkah kecil seorang manusia. Tetapi, ini adalah lompatan besar bagi peradaban manusia.”