Berbicara pendidikan di Perguruan Tinggi, pasti isi pikiran kita akan mengarah pada proses di mana seorang dosen mengajarkan berbagai materi kepada mahasiswa. Mengajarkan berarti memberi sesuatu ilmu dan menambah wawasan seseorang dari yang tidak tahu menjadi tahu.

Proses mengajarkannya ini pada suatu tempat di beberapa perguruan tinggi (kampus). Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwasanya pendidikan adalah di mana seseorang datang ke perguruan tinggi untuk menambah ilmu atau wawasan mereka ke suatu tempat yang namanya kampus.

Definisi di atas merupakan penjelasan mengenai pendidikan pada masa lalu dan bahkan sampai saat ini praktiknya masih mengarah pada definisi tersebut. Sangat tidak relevan lagi ketika konsep pendidikan seperti ini masih diterapkan di era sekarang.

Patut kita syukuri bersama ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dalam sambutannya ketika menghadiri acara pelantikan Rektor Universitas Indonesia (UI) menawarkan konsep yang berbeda dengan sebelumnya.

Nadiem Makarim mengatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menargetkan agar setiap unit pendidikan bebas dari intervensi pemerintah maupun regulasi atau merdeka dalam belajar. Hal ini perlu dilakukan demi tercapai cita-cita Presiden Jokowi, yaitu SDM Unggul, Indonesia Maju.

Untuk melahirkan manusia yang mempunyai SDM yang unggul tentu dimulai dari konsep pendidikan yang inovatif dan kreatif. Dalam hal ini, sebagai tenaga pengajar (Dosen) harus mengubah paradigma bahwasanya dosen menggurui dan hanya memberikan ceramah.

Seharusnya di era sekarang, dosen dituntut menjadi penggerak, di mana akan lebih banyak belajar dan menanyakan pertanyaan dari mahasiswanya daripada dia memberikan ceramah mengenai ilmunya.

Ketika paradigmanya sudah diubah, secara otomatis dosen penggerak akan mencari ilmu baru dan akan mencari orang-orang lain untuk meningkatkan pembelajaran di kelasnya. Menurut Mendikbud, ke depannya sebagai dosen penggerak, kalau melihat mahasiswanya punya kapabilitas melampauinya, dia merasa bangga bukan terancam.

Dalam hal ini ke depannya ketika Mendikbud menargetkan agar setiap unit pendidikan bebas dari intervensi pemerintah maupun regulasi atau merdeka dalam belajar. Dengan hal ini, maka peluang bagi perguruan tinggi untuk berkreasi seinovatif dan sekreatif mungkin dalam sistem pendidikan guna melahirkan kader-kader sarjana yang profesional di bidangnya, utuh, dan berakhlakul karimah.

Demi mencapai target tersebut, perlu adanya kemerdekaan belajar. Kemerdekaan belajar itu artinya kemerdekaan di setiap jenjang unit pendidikan. Mahasiswa diberikan kemerdekaan dalam belajar sesuai kepentingan dan ketertarikannya. Dalam hal ini, dosen hanya sebagai fasilitator saja dan lembaga sebagai pendorong dan mempermudah dalam menemukan passionnya mahasiswa.

Kemerdekaan belajar, di mana mahasiswa tidak hanya belajar di kelas saja, namun mereka bisa belajar di mana saja mereka mau. Mahasiswa tidak perlu lagi membawa buku-buku yang memberatkan. Mereka cukup membawa smartphone, karena buku sudah dalam bentuk e-book.

Dan akan lebih menarik lagi ketika mahasiswa tidak perlu lagi membayar uang registrasi yang sangat mahal. Ketika hal ini dikabuli, secara otomatis uang pendidikan mereka bisa dialihkan pada pengeluaran lain yang sekiranya bisa mengembangkan kreativitasnya.

Menurut Nadiem Makarim, dunia tengah masuk fase tidak menentu. Ia beralasan, gelar tidak lagi menjamin kompetensi, mahasiswa lulus bisa berkarya, akreditasi tidak menjamin mutu, hingga belajar tidak lagi harus di kelas.

Tugas kita adalah berbicara secara terbuka mengenai isu-isu ini dan tidak bisa meningkatkan kualitas di dalam pembelajaran perguruan tinggi. Ini yang menjadi tanggung jawab kita bersama.

Seperti kita ketahui, Menteri Pendidikan kita merupakan lulusan Hubungan Internasional, tetapi ia menjadi pengusaha di bidang teknologi. Oleh karena itu, harapannya agar para civitas akademik bebas menentukan pilihan, terutama kepada mahasiswa. Artinya, apa yang kita pelajari, apa pun yang kita lakukan saat ini, itu sering kali hanya starting poin kita.

Lalu pertanyaannya, sampai sejauh ini kenapa masih banyak Perguruan Tinggi yang tidak memberi kemerdekaan mahasiswa kita untuk melakukan berbagai macam hal di luar prodi di luar kelas dan luar kampus. Inilah namanya kemerdekaan mahasiswa (kebebasan Belajar). Ketika hal ini diaplikasikan oleh semua lembaga perguruan tinggi, saya sangat beroptimis output-nya itu akan lahir generasi-generasi yang pelurus yang unggul, utuh, dan berakhlakul karimah.

Salam hangat dariku kepada seluruh mahasiswa Indonesia agar lebih semangat dalam memperkaya literasi, memperluas wawasan, dan mulai membangun relasi. Ingat! Kampus, jurusan, dan akreditasi tidak menjamin kesuksesan kita. Maka dari itu, jangan sesekali kita mengurung diri kita dengan rasa gengsi, takut, dan malu.

Demi terwujudnya Indonesia yang jaya, maka dari itu, mulailah kita lebih semangat dalam gerakan literasi. Karena dengan gerakan literasi itu akan membuat SDM kita unggul. Karena dengan SDM yang unggul, maka Indonesia Jaya. Begitulah yang diharapkan oleh Bapak Presiden kita.

Adapun yang dimaksud dengan Gerakan Literasi Kampus adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain: membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan Literasi Kampus merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan masyarakat kampus, akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.).

Terkusus untuk saya dan kawan-kawanku yang masih kuliah, ayo mulai sekarang pahami bahwa setiap harinya dalam kuliah adalah sarana kita untuk berlatih dan mempersiapkan diri kita bersaing menghadapi kompetisi yang sesungguhnya di luar sana. Dan kampus bukanlah tempat untuk kita manusia menilai kemampuan sesama hanya dari nilai dan angka.

Oleh karenanya, kita harus pahami bersama bahwasanya nilai yang tinggi dalam sebuah ujian hanyalah hasil transformasi daya rekam ingatan, bukan nilai dari pertumbuhan pemikiran. Nilai akhir dari proses pendidikan sejatinya terekapitulasi dari keberhasilannya menciptakan perubahan pada dirinya dan lingkungan. Itulah fungsi daripada pendidikan yang sesungguhnya. Membaca adalah melawan, menulis menciptakan perubahan.

Salamku juga untuk semua lembaga perguruan tinggi di Indonesia, agar sekiranya lebih diperhatikan dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan meningkatan kualitas tenaga pendidik juga tidak kalah penting dalam memuwujudkan mutu pendidikan. Optimalisasi sumber daya dan potensi lembaga pendidikan harus terus digali dan direalisasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerahnya masing-masing.

Seperti diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang Dasar 1945 memberikan kewenangan kepada segenap masyarakat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dalam menghadapi Industri 5.0, generasi millenial kita masih terbilang lemah dalam persoalan mutu. Hal tersebut erat kaitannya dengan profesionalisme dan manajerialisme di suatu lembaga pendidikan. Dalam hal ini, perlu meningkatkan tenaga pengajar yang mempunyai ketekunan dan profesionalitas untuk duduk betul mencerdaskan anak bangsa secara utuh.