Etika merupakan suatu hal yang penting dalam menjaga hubungan harmoni manusia dalam menjalani kehidupannya.

Etika merupakan refleksi dari moralitas perilaku manusia. Ketika zaman semakin berkembang, perilaku manusia juga akan mengikuti perkembangan zaman, maka tidak heran jika permasalah manusia juga semakin kompleks.

Ilmu pengetahuan dan teknologi selain memberikan pengaruh positif dalam kehidupan manusia, juga memberikan dampak negatif, seperti munculnya masalah-masalah moral baru.

Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu ethos yang mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang, habitat; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. 

Dalam bentuk jama (taetha) artinya adalah: adat kebiasaan. Etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral.

Etika mempunyai tiga arti berikut ini. Pertama, kata “etika” bisa diartikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. 

Misalnya, “etika agama Budha”, maka kata etika yang dimaksud di sini bukan etika sebagai ilmu namun sebagai “sistem nilai” yang menjadi pengangan umat agama Budha.

Kedua, “etika” berarti juga: kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud di sini adalah kode etik. Misalnya dalam dunia kesehatan, rumah sakit mempunyai kode etik, dokter mempunyai kode etik, maka etika dalam arti ini adalah kode etik. 

Ketiga, “etika” mempunyai arti ilmu tentang yang baik atau buruk. 

Etika baru menjadi ilmu, apabila keyakinan-keyakinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat –sering kali tanpa disadari- menjadi bahan refleksi kritis bagi suatu penelitian sistematis dan metodis.

Etika menjadi sangat penting ketika berkomunikasi, baik berkomunikasi secara langsung maupun tidak langsung. Berkomunikasi melalui dunia digital tentunya perlu memerhatikan etika.

Tidak boleh sampai abai dalam masalah etika karena selain dapat menghasilkan komunikasi yang tidak efektif, tetapi menghasilkan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan norma dan etika. 

Menurut Keraf (1993: 41) bahwa etika dapat dibagi menjadi dua yaitu, pertama etika umum. Etika secara umum membahas kondisi dasar manusia berperilaku dan mengambil keputusan yang etis serta mengacu pada prinsip moral dasar sebagai tolak ukur menilai baik buruknya suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.

Kedua etika khusus. Etika khusus berbicara mengenai penerapan prinsip-prinsip moral dasar pada bidang yang lebih spesifik.

Misalnya etika sosial berbicara mengenai perilaku manusia terhadap kewajiban, sikap, dan perilaku sebagai anggota masyarakat yang berkaitan dengan nilai-nilai suatu tatanan sosial.

Sedangkan digital atau istilah digitalisasi adalah suatu bentuk perubahan dari teknologi mekanik serta elektronik analog ke teknologi digital. 

Digitalisasi tersebut sudah terjadi dari mulai tahun 1980 serta masih berlanjut sampai pada saat ini. 

Era digital tersebut kemudian muncul disebabkan oleh karena adanya revolusi yang mulanya dipicu oleh sebuah generasi remaja yang lahir di tahun 80-an.

Kehadiran digitalisasi tersebut kemudian menjadi awal era informasi digital atau pun juga perkembangan teknologi yang lebih modern.

Digitalisasi Etika: Tantangan-Tantangan

Secara sederhana etika berkaitan dengan sikap, perilaku atau tata krama. Digital berkaitan dengan sistem dan perangkatnya. 

Jadi digitalisasi etika dapat diartikan sebagai tata krama dalam memanfaatkan sistem digital untuk berbagai keperluan dan kepentingan atau beretika dalam dunia digital sebagai wadahnya misalnya sosial media dan lainnya.

Dunia digital tidak hanya menawarkan peluang dan manfaat bagi publik. Namun juga memberikan tantangan terhadap segala bidang kehidupan untuk meningkatkan kehidupan menjadi lebih baik.

Penggunaan bermacam perangkat digital memang sangat memudahkan kehidupan, namun gaya hidup digital pun akan makin bergantung pada penggunaan ponsel dan komputer. 

Apapun itu, kita patut bersyukur semua digitalisasi ini makin memudahkan, hanya saja tentunya setiap penggunaan mengharuskannya untuk mengontrol serta mengendalikannya. 

Karena bila terlalu berlebihan dalam menggunakan perangkat digital ini kita sendiri yang akan dirugikan, dan mungkin juga kita tak dapat memaksimalkannya.

Perkembangan digital yang begitu cepat hingga merasuk di seluruh lini kehidupan sosial masyarakat Indonesia, ternyata bukan saja mengubah tatanan kehidupan sosial, budaya masyarakat tetapi juga kehidupan pribadi misalnya perihal etika atau moral. 

Apalagi di Indonesia ini menganut sistem demokrasi, seperti yang dikatakan Nurcholish Madjid, demokrasi yang mengharuskan adanya sikap paling percaya (mutual trust) dan saling menghargai (mutual respect) antara sesama masyarakat.

Dengan sistem demokrasi, berbagai tantangan etika digital ini begitu menguat dan perlu segera diatasi.

Tantangan yang pertama ialah persoalan kebebasan berekspresi. Kebebasan berekspresi ini yang membuat etika dalam dunia digital tidak terlalu penting, dalam hal ini yaitu di sosial media. 

Media sosial seperti facebook seperti menuntut penggunanya untuk mengungkapkan ceritanya ke rana publik, seperti pertanyaan “apa yang sedang kamu pikirkan” pertanyaan seperti itu ada di beranda awal facebook di awal-awal saya menggunakannya. 

Komentar apapun untuk status yang di unggah itu, sangat bebas sekali. Dapat sangat menyakitkan hati walaupun diungkapkan tidak secara langsung atau tatap muka.

Tantangan yang kedua ialah dalam perihal habbit atau kebiasaan, era digital juga memiliki pengaruh positif dan dampak negatif yang menjadi tantangan pemuda untuk memperbaikinya. 

Kemerosotan moral di kalangan masyarakat menjadi salah satu tantangan yang serius. 

Pola interaksi antar orang berubah dengan kehadiran teknologi era digital seperti komputer terutama pada masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas.

Komputer yang disambungkan dengan telpon telah membuka peluang bagi siapa saja untuk berhubungan dengan dunia luar tanpa harus bersosialisasi langsung. Sehingga pola sosial secara langsung dirasa tidak perlu lagi.

Tantangan yang ketiga ialah minimnya edukasi dan literasi. Minimnya edukasi yang dimaksud ialah perihal etika, apa misalnya etika dan seperti apa etika di dunia digital. 

Apa kesantunan dapat diterapkan juga di media sosial dan mungkinkah komentar negatif dapat menyakiti orang lain walaupun hanya di dunia maya?

Peran Pemuda

Era digital harus disikapi dengan serius, menguasai, dan mengendalikan peran teknologi dengan baik agar era digital membawa manfaat bagi kehidupan terkhusus para pemuda harus lebih tanggap dalam menyikapi perubahan zaman ini. 

Seperti yang dikatakan Soetjipto Wirosardjono bahwa pemuda harus menjadi pemimpin karena kita krisis kepemimpinan dikarenakan kurangnya rasa keperdulian terhadap kepentingan orang banyak, sering kali pemuda hanya mementingkan dirinya sendiri.

Lalu, bagaimana peran pemuda dalam mengatasi tantangan-tantangan era digitalisasi etika?

Pada sub-bab sebelumya, penulis sudah memaparkan tiga tantangan yang terpenting dalam pembahasan kali ini.

Tantangan pertama ialah mengenai kebebasan berekspresi, kedua mengenai kebiasaan atau habbit dan yang ketiga mengenai minimnya edukasi dan literasi.

Peran pemuda dalam mengatasi atau menghadapi tantangan yang pertama, salah satunya yaitu mencoba memberikan contoh pada masyarakat bahwa kebebasan berekspresi itu dapat disampaikan dengan cara yang baik dan dengan kesantunan berbahasa.

Jadi kebebasan yang dimaksud, bukan bebas kita dapat menyakiti atau berkomentar apapun tentang orang lain, namun perlu memperhatikan situasi dan kondisi tertentu.

Kedua, kebiasaan atau habbit. Tantangan kali ini memang harus dimulai dari diri individu masing-masing. Kebiasaan yang buruk akan membentuk karakter yang buruk. 

Kebiasaan berkomentar buruk, tidak beretika, jika tidak mencoba untuk berubah dan disiplin maka akan seterunya menjadi pribadi seperti itu. Oleh sebab itu, maka perubahan itu wajib dengan cara dimulai dari diri sendiri.

Ketiga, edukasi dan literasi. Semua orang mempunyai kapasitas untuk belajar, namun yang mengajarkan masih minim sekali. 

Sehingga mungkin orang-orang tersebut tidak memiliki alat dan ide-ide atau pengarahan untuk memahami situasi mereka.

Sehingga peran pemuda di situasi tersebut menjadi sangat penting, pemuda harus merelakan sebagian waktunya untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya etika digital dan cara menggunakan peralatan dunia digital secara bijaksana, seperti bersosial media.