Masih hangat diangan tentang resolusi tahunan, tentang implementasi perubahan, Tak jua diterapkan, Hingga doa apa saja diaminkan, Kami muak pada kegelapan.

Hari ke tiga ratus tiga puluh enam di tahun dua ribu dua puluh, Bagaimana tahun ini berjalan?

Januari, Masih teringat jelas disambut dengan sambutan air yang rata dengan jemuran. Tentang diskusi argumentasi di televisi, yang tidak mengubah apapun untuk kami. 

Disambut dengan perkara-perkara kecil yang memprovokasi antar manusia di media. Ketakutan dihari esok disambut dengan kenyataan ketidakmampuan diri sendiri.

Tentang berbelit banjir dan miskin di januari, Kita bungkus sibuknya hari ke Februari, Begitu terus dari hari ke hari.

Februari, Disambut dengan parasit yang menggemparkan, korona namanya. Pemerintah sibuk menenangkan, masyarakat sibuk bertanya-tanya, elite sibuk menyalahkan. Beberapa orang harus menuju surganya lebih dulu. Kita masih sama, mempertanyakan buruknya hari ini, alih-alih berharap semoga besok baik-baik saja.

Tentang parasit, korban, konspirasi dan segalanya di februari memperlihatkan safari yang kian sibuk menyebutkan baiknya hari ini tak perlu takut terseret berita karet, sambutlah maret, begitu sebutnya di media.

                Maret, Semua ketakutan benar adanya. Tak pernah terbayang sedikitpun, semua manusia takut dengan udara dan manusia lain. Kami harus bertatap dengan layar dari hari ke hari. Tak peduli dengan istilah rindu.

Tenyata mereka membual tentang pasti baik-baik saja. Baret di bulan Maret, mari saksikan dalil di bulan April.

                April, Satu dua orang pergi lagi menuju surganya. Kami bergumam kecil tentang dosa dan harap untuk tetap tinggal didunia. Mulai menanyakan kontribusi, menyalahkan diri sendiri, khawatir dengan esok hari, mungkinkah berulang sampai mati.

Dalil terdengar tolol, berusaha berdamai, berharap lagi pada Mei.

                Mei, Ada berita kematian di setiap sudut dunia. Khawatir tak ada ujung, perut tak lagi terisi lebih penting sanitasi. Di televisi tetap ada bang Karni yang sibuk kumpulkan argumentasi, beberapa orang memilih untuk mengetahui kegiatan Raffi hari ini.

Tak lagi berharap, pasrah pada penguasa, semoga Juni masih bisa bertahan pada apa saja.

                Juni, Pemerintah kehilangan akal. Kematian sebuah kepastian. Berpura-puralah semua akan normal. Biarlah mereka kerja kembali, agar perut mereka kembali terisi, sedang kita melakukan sisa sanitasi. Mengaku tak bisa atasi ekonomi, tak apa kalau besok mati.

Tak ada yang berubah, bahkan tak menyadari hari masih berganti hari. Juni, Juli, kami tak mampu melihat perbedaannya. Masih mematikan, menjanjikan kematian.

                Juli, Masih tentang kematian oleh parasit. Dituntut untuk pandai bertatap nanar pada layar. Hiburan kami temui langsung, pendidikan kami paksakan dilayar. Demi kesehatan kataya. Pak Terawan lagi dimana?. Kebahagian orang lain kami soroti, Rizky Billar dan Lesti kami debatkan kesungguhannya.

Hampir memperingati merdeka, tak ada yang benar-benar merdeka dari tahun ke tahun, biarlah tetap kami dendangkan Indonesia raya, menghormati hati tulus pahlawan di Agustus.

                Agustus, Bulan kemerdekaan katanya. Ada berita kematian dimana-mana, kali ini karena perbedaan. Papua juga bagian dari kita. Merdeka katanya, si Budi masih sibuk jaga koran sampai pagi, tak ada yang peduli itu pasti.

Siapkan ember, kami sudah ahli menenggelamkan rumah. Jangan lagi membual tentang rahmat Tuhan di bulan rentan hujan, kami khawatir kalau esok kami tejebak banjir, sedang yang lain sibuk menjaga diri dari covid.

                September, Ada harapan dengan janji vaksinasi. Rakyat disuruh bersabar lagi. Perebut tahta kuasa mengucap janji sambil diarak, demi Indonesia yang lebih baik katanya. Mengabaikan janji politik itu biasa.

Ember, September, Oktober, November, Desember.

                Oktober, Negara berulah lagi dikeluarkannya peraturan yang tak ada hubungannya dengan kepentingan rakyat. Mahasiswa dan rakyat bergerak, Pemerintah teriak tentang bahaya kesehatan. Tak terima, aksi dimana-mana, jerat rakyat dengan peraturan, harta yang kalian utamakan. Ketamakan.

                November, Alihkan isu kematian dengan isu agama. Saling menuduhkan iman, penjarakan orang-orang yang beda keyakinan pada apapun juga. Kematian karena perbedaan, sudah biasa. Sedang beberapa lagi fokus menguak fakta perseteruan selebriti jaman ini.

                Desember, Cairkan dana rakyat demi investasi dana pensiun. Beginilah cara penggerak pemerintah berjalan, rakyat memiliki tak ada kesempatan. Politik memilih orang-orang yang sevisi, pergantian pemain hanya membuat kami curiga seperti hari kemarin. FPI dibubarkan, dilain hal ada yang menjerit masalah moral manusia dikait-kaitkan dengan gender. Lagi-lagi perempuan dalangnya?.

Dua ribu dua puluh menjadi tahun yang berkesan. Bukan karena hari-hari beratnya, karena semua hari memiliki kesusahannya sendiri.

 Dua ribu dua puluh menjadi sulit karena kamu diharuskan menyepi lebih lama lagi, evaluasi lebih sering lagi, bercengkrama dengan hari esok seakan satu hari lebih dari dua puluh empat jam. 

 Dua ribu dua puluh satu, selamat datang, duka apalagi kali ini.