Total utang Indonesia per 31 Agustus 2022 tercatat mencapai Rp7.236,61 triliun. Nominal utang tersebut naik sebesar Rp 73 triliun dari sebelumnya senilai Rp 7.163 triliun pada akhir Juli 2022. Dari jumlah tersebut, 11,21 persennya berasal dari dana pinjaman yang senilai Rp811,05 triliun. Dari total dana pinjaman yang ada, sejumlah Rp795,13 triliun berasal dari pinjaman negara lain.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo menyatakan bahwa empat negara maju sepakat untuk menghapus utang luar negeri Indonesia dengan dept swap. Kebijakan debt swap merupakan kesempatan istimewa bagi Indonesia.

Keempat negara yang sepakat untuk melakukan debt swap terhadap Indonesia adalah Amerika Serikat, Australia, Italia, dan Jerman. Apabila diakumulasi, total utang Indonesia yang dihapuskan oleh keempat negara tersebut senilai 334,94 juta USD atau Rp 5,17 triliun.

“Kabar baik! Jerman, Italia, AS, dan Australia kompak menghapuskan utang luar negeri Indonesia sebesar US$ 334,94 juta atau setara Rp 5 triliun," tulis Prastowo dalam cuitan di twitter pribadinya @prastow, Selasa (18/10).

Penghapusan utang tersebut dilakukan dengan skema debt swap. Debt swap adalah mekanisme konversi pembayaran utang dengan cara menukar kewajiban membayar utang yang semula berupa uang menjadi kewajiban lain yang menguntungkan negara kreditur. Debt swap biasanya berlaku untuk utang-utang lama yang diberikan oleh negara-negara maju yang memiliki hubungan bilateral yang relatif kuat. Dengan demikian, utang yang menjadi objek debt swap dihapuskan yang artinya pemerintah juga sudah lepas dari kewajiban membayar utang.

“Dengan adanya komitmen pemerintah untuk terus mengedepankan prinsip prudent, fleksibel, dan oportunistis, Indonesia masih dianggap positif serta hingga kini negara peminjam masih bersedia menawarkan pengalihan utang menjadi investasi kegiatan berkelanjutan melalui debt swap,” ujar Kemenkeu dalam laporan APBN Kita, dikutip pada Kamis (17/11).

Kewajiban lain yang dapat digunakan untuk membayar utang dapat berupa investasi dalam pelaksanaan program atau proyek tertentu yang disepakati oleh negara kreditur dan negara debitur. Proyek-proyek tersebut biasanya dilaksanakan di bidang yang krusial, seperti lingkungan, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

Perlu diketahui, pelaksanaan proyek-proyek terkait debt swap tersebut, negara kreditur akan memberikan persyaratan tertentu, seperti penggunaan tenaga ahli, investor, dan konsultan dari negara kreditur. Kemudian, biasanya negara kreditur yang bersedia memberikan debt swap adalah untuk debitur yang memiliki sisa utang yang relatif kecil dan pembayarannya hampir jatuh tempo.

Setiap negara kreditur memiliki kesepakatan dan proyek yang berbeda sesuai dengan fokus sektor yang ingin dikembangkan. Misalnya, Amerika Serikat kembali bersedia mengonversi utang Indonesia dengan cara membiayai proyek konservasi hutan tropis sesuai dengan Tropical Forest Conservation Act (TFCA)Sebelumnya hal ini pernah dilakukan Amerika Serikat pada 2011 sebesar 28,5 juta USD untuk konservasi hutan di Kalimantan. Debt swap ini melibatkan masyarakat dan World Wildlife Fund (WWF) serta memberikan banyak manfaat.

Australia yang peduli terhadap kesehatan ingin Indonesia fokus mengembangkan program-program kesehatan, seperti pemberantasan AIDS, malaria, dan tuberculosis.

Kemudian, Italia ingin menjalankan proyek housing and settlement dengan membangun rumah susun serta merekonstruksi Aceh dan Nias pascabencana alam. Proyek ini dapat memberikan keuntungan berupa terbukanya lapangan kerja dalam pelaksanaan proyek-proyek tersebut  dan menjaga ketersediaan tempat tinggal yang terjangkau bagi masyarakat.

Terakhir, Jerman ingin menjalankan proyek di sektor pendidikan, edukasi, dan global fund. Debt swap digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, seperti mengadakan program beasiswa, pembangunan dan perbaikan sarana prasarana sekolah, dan pelatihan guru. Jerman juga dapat memberikan asistensi tenaga-tenaga ahli dan para engineer-nya kepada pemerintah Indonesia untuk membangun sekolah-sekolah dan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

Adapun per tanggal 30 September 2022, nilai program atau proyek yang sudah terealisasi dengan skema debt swap sudah mencapai 290,51 juta USD atau setara Rp4,48 triliun.

“Dengan demikian, diharapkan nominalnya akan semakin meningkat serta memberikan kontribusi yang lebih banyak bagi investasi kegiatan berkelanjutan di Indonesia,” menurut laporan APBN Kita.

Prastowo menambahkan bahwa capaian tersebut cukup bagus dan sudah menunjukkan mutual trust atau kepercayaan yang tinggi antara Indonesia dengan negara-negara kreditur. 

Prastowo juga menyatakan jika pembayaran utang melalui skema debt swap ini merupakan konsekuensi yang bagus karena sejalan dengan imbauan dan prinsip keberlanjutan yang disampaikan PBB, bahwa daripada uangnya digunakan membayar utang, lebih baik uangnya dipakai untuk berinvestasi dalam ketahanan iklim, infrastruktur berkelanjutan, dan transisi hijau perekonomian.

Maka, dapat disimpulkan bahwa yang sebenarnya terjadi adalah utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya dihapus. Namun, ada mekanisme lain untuk membayar utang yakni konversi yang semula dibayar menggunakan uang menjadi kewajiban lain yang harus dilakukan Indonesia melalui proyek dan program berkelanjutan yang memiliki manfaat.