Tiada dawai yang menari
Seperti mentari di ufuk pagi
Tentang cahaya yang tak lagi berseri
Tentang pelangi yang tak lagi mengitari
Tentang sinar yang tak lagi menyinari
Bumi dengan segala fatamorgananya
Bulan dan bintang yang menghiasinya
Dan singgah dengan temaram jingga diujung penantiannya
Mampukah ku melebur
Dengan sinar di ujung perapiannya
Agar hidup ini kembali berseri
Seperti cerahnya mentari
Ketika sunrise datang menyinari
Baris
Tiada baris
Yang mampu ku nyanyikan
Bersama melodi kehidupan
Tentang warna
Yang telah pudar dan takkan kembali lagi
Mampukah ku melebur menjadi awan?
Menggapai angkasa
Menggapai bulan
Menggapai bintang
Melebur dalam fatamorgana
Tentangmu
Sederet baris
Dan temaram di ufuk senja
Kicau
Kicau yang tak lagi bersua
Haruskah ku kubur semua harapan ini?
Saat ku yakin kau adalah penantian terakhirku
Kicau
Masihkah aku memohon pada Rabbku?
Dalam gelap ku menengadah
Masihkah aku bernyanyi?
Agar Ia menjadikanmu segenap asaku
Saat kepah sayap ini
Tak mampu lagi terbang
Masihkahku berkicau?
Masihkah ku bersua?
Akankah ku kembali terbang
Bersama asaku
Ataukah terperosok
Dalam kubangan nestapa
Hujan
Hujan
Berderet dan berbaris
Kadang datang menyelimuti
Kadang datang terhadang arus
Tentang langkah yang hampir goyah
Seakan hidup jalan tak terarah
Berjalan ke seluruh penjuru
Biarlah
Akankah terus selama ini?
Berjalan tiada arah
Bahkan tak tahu kemana
Kaki kan melangkah
Ayo
Ubah mindset ubah polah
Biar semua bisa terolah
Terus berjalan tak kenal lelah
Hidup semakin indah
Semakin cerah
Sebaris Senja
Kau adalah sebaris senja
Yang ku intip di akhir masa
Dalam jingga yang merona
Dan berjalan di akhir masa
Bila ku tulis dalam sebuah kata
Kau adalah jeda diantara ribuan makna
Saat ku tak dapat lagi membuat prosa
Di akhir kata sebuah cerita
Kau Adalah Cinta
Kau adalah cinta
Yang kuumpat dalam ribuan doa
Kau adalah cinta
Yang ku arungi dalam jutaan tasbih
Kau adalah cinta
Yang hanya pada-Nya ku menepih
Kau adalah cinta
Yang berbaris indah dalam balutan doa
Kau adalah cinta
Yang ku pinta dalam istikharah-Nya
Kau adalah cinta
Yang tersimpan dalam lauhul mahfudz-Nya
Kau adalah cinta
Yang ku arungi dalam samudra cinta-Nya
Kau adalah cinta
Yang kupinta dalam setiap fajar-Nya
Dan selalu kunanti
Dalam tiap senja-Nya
Sunrise
Tabir surya menyelimuti alam
Menguak segala kegelisahan
Meski lelah menyelusuri malam
Pengaduan bagi para pujanggawan
Kini aku tak lagi menanti bara perapian
Karena malam telah menghabiskan
Sisa kayu yang telah menjadi abu kenangan
Saat ini,
Ufuk fajar tak lagi menggorek lembaran lampau
Bumi tak lagi bercerita
Angin tak lagi membawa lelayunya
Senja tak lagi membawa lembayungnya
Ku berdiri menyusuri padang ilalang
Menikmati hembusan fajar
Berjalan setapak demi setapak
Fatamorgana membuka kehidupan
Padang cerita menanti dihamparkan
Ku tinggalkan lamunan dalam penantian
Bersama sunrise di awal kehidupan.
Senandung Malam
Padamu Malam
Aku ingin bermimpi
Bersenandung dengan bintang.
Lantas apa daya tubuh yang berbaring terhampar
Tiada relung tempat mengisi kesunyian
Hanya penantian yang memekik pilu
Saat ku sadari
Bahwa tiada lagi yang ku mau
Selain bertabur dengan sang malam
Sambil berkata
"Aku merindukanmu"
Sabdaku
Ku membisu tanpa sabda.
Biarkan kalam itu melangit.
Tanpa ada gemuruh yang bertangga.
Hanya desiran angin malam yang menderu ke angkasa.
Karena aku tak ingin di cap hanya sebagai fatamorgana
Indah, tapi penuh kepalsuan.
Hanya ilalang malam yang menjamu.
Tuhan tempat ku memuja.
Tempat ku berbagi Indah nan gulana.
Cukup ku berbisik pada Pemilik Semesta.
Pemilik Cinta Sejati.
Tentang dia yang ku nanti.
Jarak
Jarak memang gelap,
seperti halnya malam tanpa bintang gemintang.
Tapi darinya kita paham akan arti terang,
yang memberi makna kebersamaan.
Akan keberadaan penduduk semesta.
Tentangmu
Haruskah ku hapus semua jejak.
Agar aku tak lagi berharap pada sesuatu yang tak pasti.
Meski ku harap kau lah masa depanku nanti.
Aku menantimu.
Dalam deburan ombak yang terus menerjang tak menentu.
Meski menatapmu sembari pilu,
karena kau adalah mentari.
Tempat senjaku menanti.
Patraku
Kau adalah segenggam angan.
Melekat dalam gelap.
Menetap dalam sunyi.
Hadirmu membuatku singgah.
Pada semesta yang tak berarah.
Kau bak seorang penjelajah.
Datang lalu pergi tak terjamah.
Bila nahkoda telah berbenah.
Kau merekah.
Laksana laut Merah.
Lincah nan .
Paripurna
Bukan mentari yang bersinar pagi ini,
tapi mega mendung yang menyelimuti semesta.
Kadang cahaya itu begitu ranum.
Kadang juga hampir tak pernah ter jamah.
Tak ada lagi bayang-bayang yang mengejar atau di kejar.
Semua telah paripurna.
Bukan lagi tentang hidup yang begini dan begini.
Tetapi tentang apa yang kamu lakukan
terhadap hidupmu yang begini dan begini.