Akhir_akhir ini media digemparkan dengan salah satu kasus yang terjadi di negara Sudan, dimana seekor kambing menanduk seorang Nenek yang yang berusia 45 tahun. Akibatnya, wanita paruh baya itupun meninggal dunia.

Dilihat dari tindakannya, hal itu bukalnlah hal yang baru. Faktanya di Amerika Serikat pernah terjadi kasus yang sama, dimana seekor domba menyerang seorang wanita sehingga berakibat pada hilangnya nyawa wanita tersebut.

Mayor Elijah Mabor, seorang kepolisian Sudan dalam pernyataannya kepada Eyeradio.org. yang dikutip oleh liputan6.com (2022), mengatakan bahwa “Kambing jantan itu menyerang dengan memukul tulang rusuknya dan wanita tua itu segera meninggal. Jadi inilah yang terjadi di Rumbek Timur di tempat bernama Akuel Yol”

Dilanjutkan olehnya bahwa “Pemiliknya tidak bersalah dan domba jantan itu adalah orang yang melakukan kejahatan sehingga layak untuk ditangkap kemudian kasusnya akan diteruskan ke pengadilan adat di mana kasus tersebut dapat diselesaikan damai”

Dalam pernyataan tersebut terlihat dengan jelas kalimat “domba jantan itu adalah orang…”. Penulis berasumsi, mereka menganggap bahwa domba tersebut termasuk dalam klasifikasi “orang”.

Bermula dari hal tersebut sehingga penulis merasa penting sekali untuk meninjau kembali frasa “orang” yang dimaksud dalam ajaran subjek hukum dan bagaimana pertanggung jawaban pidananya.

Tetapi sebelum sampai pada pembahasan, pada tulisan ini pendekatan yang dipakai oleh penulis bukanlah sistem hukum dinegara Sudan, melainkan studi perbandingan hukumlah yang di pakai oleh penulis. Singkatnya bagaimana penyelesaiannya jika kasus yang sama terjadi di Indonesia.

Apa Itu Orang?

Dalam dunia hukum perkataan orang (persoon) berarti pembawa hak, yaitu sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban dan disebut subyek hukum.

Istilah subjek hukum berasal dari bahasa Belanda yaitu rechtsubject atau subject of law dalam bahasa Inggris. Secara umum rechtsubject diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban yaitu manusia dan badan hukum (Prananingrum: 40).

Manusia adalah wujud yang mampu ditatap dalam kehidupan sehari-hari, yakni diri kita sendiri serta setiap individu yang lain. sebutan orang perseorangan, jua selalu dipakai dalam bahasa Indonesia guna menarik garis variasi dengan orang berlandaskan hukum ataupun badan hukum (Rumokoy dan Maramis: 115).

dalam sebutan hukum belanda, manusia (orang perseorangan) selaku subjek hukum disebut juga istilah naturlijk persoon. sebutan ini bertolak dari dugaan jika, manusia secara alamiah atau menurut kodrat (naturlijk) adalah subjek hukum.

Secara historis, tidak semua manusia dipandang sebagai subjek. Hal ini dikarenakan pada zaman dahulu terdapat manusia yang dikategorikan sebagai orang yang belum merdeka (budak).

Budak pada saat itu merupakan objek hukum, di mana ia dapat diperjual belikan. Hanya saja dengan adanya Slavery Convention 1926 yang diamandemen pada tahun 1953 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dunia internasional mengehendaki penghapusan perbudakan di dunia ini.

Dari sudut pandang hukum, menurut Paul Scholten, pengertian manusia adalah orang atau persoon dalam hukum yang mengandung 2 dalil yaitu:

1. Manusia dalam hukum sewajarnya diakui sebagai yang berhak atas hak subjektif dan sewajarnya diakui sebagai pihak atau pelaku dalam hukum objektif. Di sini perkataan manusia mempunyai nilai etis.

2. Dalam hukum positif yang merupakan person adalah subjek hukum, mempunyai kewenangan. Dalil ini mengandung petunjuk di mana tempat manusia dalam sistem hukum dan dengan demikian dinyatakan suatu kategori hukum.

Kemudian, dari perspektif filsafat, manusia disebutkan dalam 3 definisi, yaitu:

1. Definisi klasik menyatakan bahwa manusia adalah hewan berbudi atau animal rationale. Bukan berarti bahwa manusia itu sama dengan hewan yang hanya ditambah dengan budi. Dari sisi biologis, secara sekilas tidak ada perbedaan,. Namun, dalam sisi psikologis, manusia dengan hewan sama sekali berbeda.

2. Geist-in-welt, Manusia dilihat dari fisiknya saja.

3. Esprit incarne, Manusia adalah roh yang telah menjelma menjadi daging. Maksudnya bahwa manusia betul-betul bersifat jasmani, stoffelijk.

Dengan demikian, berdasarkan pandangan filsafat manusia di atas, dapat diketahui adanya suatu hal yang pasti, bahwa manusia adalah sekaligus jasmani dan rohani. Keistimewaan manusia bila dibandingkan dengan makhluk yang lain adalah akal budi yang dimilikinya. Manusia memiliki, menguasai dan memastikan dirinya sendiri. Kesadaran tersebut merupakan kesempurnaan yang tidak terdapat pada makhluk lainnya.

Titik berangkat dari manusia dikatakan sebagai subjek hukum ialah kesadaran, karena dengan kesadaran, ia dapat mengetahui apa yang ia lakukan serta bagaimana konsekuensinya. Hubungannya dengan hewan adalah hewan tidak memiliki kesadaran, oleh karenanya secara klasifikasi tidak bisa di kategorikan sebagai subjek hukum selain tidak memiliki hak dan kewajiban.

Berdasar pada uraian singkat di atas, maka kita dapat mengetahui bahwa hewan bukanlah subjek hukum, sehingga tindakan memvonis hewan (domba) tersebut merupakan suatu kekeliruan. Tetapi walaupun begitu, bukan berarti tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan.

Pertanggung Jawaban Pemilik

Telah jelas paparan di atas, bahwa hewan bukanlah subjek hukum, olehnya itu dalam tindakan apapun itu ia tidak bisa dihukum. Hewan lebih pantas disebut sebagai objek hukum yang mana dapat berguna bagi subjek hukum dalam suatu hubungan hukum.

dalam hukum perdata, jika hewan peliharaan seseorang melakukan sesuatu yang merugikan orang lain, maka sang pemiliknyalah yang bertanggung jawab terhadap hal tersebut.

Hal ini diatur dalam pasal 1368 KUHPer bahwa “Pemilik binatang, atau siapa yang memakainya, selama binatang itu dipakainya, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh binatang tersebut, baik binatang itu ada di bawah pengawasannya maupun binatang tersebut tersesat atau terlepas dan pengawasannya

Penggunaan pasal ini dapat dipakai apabila kita merasa terganggu, tetapi untuk menggugat si pemilik hewan maka harus terdapat unsur melawan hukum yaitu perbuatan melawan hukum yang menimbulkan banyak kerugian serta sebab akibat kasus ini karena kesalahan si pemilik hewan dan menjadi tanggung jawab penuh si pemilik manakala hewan dilepaskan.

Tak berbeda dengan hukum perdata, dalam hukum pidana pun demikian. Jika hewan peliharaan seseorang dalam relasinya dengan manusia merugikan orang lain, maka pemiliknyalah yang dikenakan sanksi.

Lebih jelasnya hal ini muat dalam KUHP pasal 490, yang bunyinya sebagai berikut :

     “Diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah:

1. barang siapa menghasut hewan terhadap orang atau terhadap hewan yang sedang ditunggangi, atau dipasang di muka kereta atau kendaraan, atau sedang memikul muatan;

2. barang siapa tidak mencegah hewan yang ada di bawah penjagaannya, bilamana hewan itu menyerang orang atau hewan yang lagi ditunggangi, atau dipasang di muka kereta atau kendaraan, atau sedang memikul muatan;

3. barang siapa tidak menjaga secukupnya binatang buas yang ada di bawah penjagaannya, supaya tidak menimbulkan kerugian;

4. barang siapa memelihara binatang buas yang berbahaya tanpa melaporkan kepada polisi atau pejabat lain yang ditunjuk untuk itu, atau tidak menaati peraturan yang diberikan oleh pejabat tersebut tentang hal itu”.

penggunaan pasal ini dapat digunakan apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain dalam bentuk serangan yang dilakukan oleh hewan peliharaan.

Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa jika kasus yang sama terjadi di Indonesia, maka tindakan memvonis hewan bukanlah sebuah penyelesaian yang tepat. Melainkan terdapat upaya hukum yang dapat dilakukan, yaitu dengan cara menggugat baik secara perdata maupun pidana.

Sumber :

Rumokoy, Donald Albert dan Frans Maramis (2014). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.

Prananingrum, Dyah Hapsari (2014). Telaah Terhadap Esensi Subjek Hukum: Manusia dam Badan Hukum. Refleksi Hukum, 8 (1).

Hasan, Ibrahim (2022). Kambing Jantan Ini Divonis Penjara 3 Tahun, Alasannya Bikin Geleng Kepala. Diakses pada 31 Mei 2022, melalui https://hot.liputan6.com/read/4971138/kambing-jantan-ini-divonis-penjara-3-tahun-alasannya-bikin-geleng-kepala