…senantiasa mendampingi, menyemangati, memberi teladan…
Invasi Pagi Menggurat Sejarah Bumi
Pagi hari ini, 78 tahun lalu, 6 Juni 1944 tepat pukul 6:30 waktu setempat, pantai Normandia Perancis tanpa pernah terduga, tiba-tiba bergolak oleh panas api peperangan, luluh lantak dibombardir dari arah laut oleh angkatan laut sekutu.
Dunia pun mencatat invasi militer oleh pasukan sekutu ke wilayah yang ketika itu masih dikuasai oleh Jerman tersebut, sebagai D-Day. Sebuah operasi militer besar bersandi Overlord tersebut pun menjadi titik awal runtuhnya dominasi Jerman atas wilayah Eropa, selama Perang Dunia ke-2 (PD II).
Kutipan surat kabar berisi berita bahwa Invasi Normandia telah dimulai pagi hari 6 Juni 1944.
Operasi Overlord yang diarsiteki oleh dua jendral karismatik yakni Dwight Eisenhower dari Amerika Serikat dan Jendral Montgomerry dari Inggris ini, adalah operasi militer terbesar sepanjang sejarah yang melibatkan delapan negara, yaitu; Amerika, Inggris, Kanada, Australia, Cekoslovakia, Prancis, Norwegia dan Polandia.
Negara-negara itu beramai-ramai mengeroyok Jerman yang dikuasai partai Nazi, guna mengakhiri pendudukan Jerman atas banyak negara Eropa sejak 1940, pasca takluknya Polandia kepada Jerman.
Tak kurang 24 ribu pasukan lintas udara Amerika dan Inggris diterjunkan malam dini hari sebelum serangan D-Day, ke wilayah belakang garis pertahanan Jerman di Perancis untuk mengalihkan perhatian pertahanan garis depan Jerman.
Sebagai sebuah operasi militer, maka D-Day terbilang nekat. Karena dilakukan pada kondisi cuaca yang sama sekali tak bersahabat, sehingga banyak jatuh korban di pasukan sekutu, terutama saat pendaratan di salah satu pantai Normandia yang bersandi Omaha.
Ratusan pasukan ranger muda Amerika Serikat meregang nyawa di pantai itu dihajar senapan mesin MG-42 Jerman yang sangat ditakuti dan bersuara seperti kertas tebal yang disobek sobek, menghamburkan timah panas di segala penjuru tak kenal ampun.
Apalagi ditambah dengan timah tajam yang dikeluarkan oleh senapan Karabiner 98K yang meski hanya berisi lima butir peluru dalam setiap magasinnya, namun sangat akurat. Senapan ini mampu membuat korban dipihak sekutu selama operasi Overlord tak kurang 4.000 orang kehilangan nyawa, di negeri orang.
Lain kisahnya dengan pantai-pantai pendaratan D-Day lainnya yaitu; Utah, Juno, Sword dan Gold, yang hanya sedikit korban karena tak ada perlawanan sama sekali oleh pasukan Jerman yang tidak menyangka bahwasanya pasukan sekutu akan menginvasi Perancis di kawasan pantai Normandia.
D-Day sukses karena kepemimpinan para petinggi militer selama operasi Overlord senantiasa mendampingi, menyemangati, memberi teladan kepada seluruh pasukan selama menjalani tugas memenangkan setiap palagan di lapangan, dalam kondisi tersulit sekali pun.
Pasukan Pelopor, Ranger Amerika Serikat bersiaga sekaligus was-was bersiap mendarat di Omaha salah satu kode lokasi invasi D-Day di pantai Normandia.
Sementara pihak Jerman kalang kabut karena serangan yang tak pernah diduga ini dan sang Fuhrer, Hitler, yang tengah berada di jantung ibukota Jerman sedang dalam kondisi tidur pulas tanpa seorang pun berani membangunkannya, saat invasi Normadia oleh sekutu terjadi.
Seandainya Hitler dan petinggi Jerman menuruti ide seorang jendral yang berjuluk sang singa padang pasir, Erwin Rommel, agar segera menuntaskan pembangunan basis pertahanan di wilayah Normandia sebagai Atlantic Wall, tentu pasukan sekutu menelan pil pahit, bahkan tak bakal berani melancarkan operasi Overlord di Normandia.
In the end, allied won the war although they lost many battles.
Palagan Bulge Awal Kekalahan Jerman
Dalam perjalanannya, di tengah persaingan Eisenhower dan Montgomery yang saling unjuk kekuatan demi merebut opini, bahwa negara mana yang mendominasi pasukan sekutu selama penaklukan Jerman selama perang besar di Eropa, apakah Amerika atau Inggris, maka D-Day adalah terobosan menuju kemenangan pasukan sekutu atas Jerman.
Suasana D-Day setelah pertahanan Jerman lumpuh di pantai Normandia, 6 Juni 1944.
Namun tak mudah memang mengalahkan Jerman. Operasi Overlord yang diperhitungkan berakhir pada natal Desember 1944, molor hingga Mei 1945 saat pasukan Rusia merebut Berlin. Itu pun melalui sederetan pertempuran legendaris yang memilukan bagi pasukan sekutu seperti operasi Taman Pasar (Market Garden), palagan Bulge (Battle Of The Bulge) yang juga dikenal sebagai serangan Ardennes (Ardennes Offensive).
Tebaran pasukan payung Inggris di atas langit Belanda dalam Operasi Taman Pasar, September 1944.
Jerman keliru bertaruh, terlalu meremehkan kegigihan pasukan sekutu. Akhirnya Berlin tak ada garda, pasukan terbaik Jerman berguguran selama Ardennes Offensive. Kota kecil bernama Bastogne menjadi gerbang pembuka invasi sekutu memporak porandakan benteng akhir Jerman, Berlin.
Meruntuhkan pertahanan akhir Jerman di Berlin, maka giliran tentara merah Rusia masuk ke jantung Jerman, dengan semangat pelampiasan dendam terhadap orang-orang sipil Jerman, khususnya wanita, atas operasi Barbarosa. Sebuah operasi militer Jerman pada tahun 1941 yang mengingkari perjanjian Jerman dan Rusia agar tak saling serang.
Sejak operasi Overlord, Hitler sang Fuhrer selalu dalam suasana hati, mood, yang tak bagus. Panglima perang tertinggi Jerman yang tak mau digangggu saat terlelap sementara musuhnya, pasukan sekutu berhasil menembus pantai Normandia, adalah pesan alam bahwa Jerman bakal terpuruk lagi dalam dua perang besar abad ke-20.
Ditambah adanya plot 20 Juli 1944, berupa persekongkolan beberapa perwira-perwira tinggi Jerman yang hampir membuat Hitler kehilangan nyawa, semakin memperburuk kepemimpinannya sebagai pucuk pemimpin perang Jerman.
Sementara, kekuatan militer Jerman masih tangguh waktu itu, Apabila memilih strategi perang bertahan, bukan offensive, menyerang. Siapa perwira tinggi yang memberi masukan tentang Ardennes Offensive agar dilakukan habis-habisan hingga sang Fuhrer memilih strategi itu, mungkin perwira-perwira tinggi Jerman yang selamat atau yang diam-diam mendukung plot percobaan kudeta tersebut.
Atau, Battle of The Bulge membuktikan bahwa Hitler sebetulnya bukanlah sosok yang andal dalam strategi perang. Karena bakat sebenarnya adalah seorang seniman, pelukis meski karya-karyanya dinilai berkualitas medioker (?)
Pasukan terbaik Jerman berhadapan dengan kenyataan bahwa mereka akhirnya kalah dalam palagan Bulge. Akibatnya, Berlin jantung ibu kota Jerman pun takluk tiada kuasa bertahan.
Selebihnya, selama perang besar berkobar, maka Jerman patut disegani karena teknologi perang dan kedisiplinan. Pasukan sekutu menang karena jumlah besar dan tekad kuat. In the end, allied won the war although they lost many battles.
Hanya, apabila jalan sejarah mengguratkan pilihan bahwa para petinggi militer Jerman batal menjalankan strategi perang Ardennes Offensive, melainkan behabis-habisan mempertahankan eksistensi Berlin, maka bisa jadi catatan sejarah terbaca lain, yakni; pasukan sekutu dipermalukan dan opini dunia bisa berbalik.
Yaitu, bahwa aksi militer sekutu atas Eropa, yang diawali oleh operasi Overlord itulah yang sejatinya memorak porandakan Eropa, demi mencegah kawasan tersebut jatuh dalam sistem sosialisme, yang diusung oleh partai Nazi.
Mana mau orang-orang kaya Amerika Serikat sama Inggris sudah bersusah payah membangun industri otomotif yang lalu produknya dijual sangat murah, bahkan gratis guna menunjang aktifitas rakyatnya. Seperti proyek Volks Wagen, VW bagi rakyat Jerman.
Perang Dingin, Cold War, demikian sebutan perang itu.
Baca Juga: Herman Hesse dan Idealisme Anti Perang
Mengambil Alih Teknologi Jerman
Pasca PD II yang berakhir dengan kekuaatan poros Jerman, Jepang dan Italia menjadi pecundang, perubahan atas dunia pun perlahan terjadi. Dunia menjadi lebih tenang dan damai, meski terjadi peperangan akibat beberapa negara jajahan memerdekakan diri seperti Republik Indonesia atas kerajaan Belanda.
Tak hanya itu, berakhirnya PD II lantas membawa dunia kembali waspada akan ancaman perang baru, yang diprediksi bakal mengakibatkan kerusakan lebih parah sebagai konsekuensi berlanjutnya penelitian tentang kedahsyatan bom atom yang dijatuhkan di dua kota di kawasan Jepang, yakni Hiroshima dan Nagasaki menjelang akhir perang besar abad ke-20 ini.
Perang baru yang dikhawatirkan oleh dunia bakal membawa kesengsaraan lebih luas, hingga saat ini belum meletus, melainkan menjadi suatu peperangan tak kasatmata, minim pemberitaan tentang perseteruan antara kekuatan blok Timur yang komunis, melawan blok barat yang kapitalis. Perang Dingin, Cold War, demikian sebutan perang itu.
Selama Cold War, dua negara adidaya yang berseteru baik Uni Sovyet mewakili kubu blok komunis dengan Amerika Serikat mewakili kubu kapitalis, selalu bersaing dalam pengembangan senjata perang.
Semua penelitian dan pengembangan sejata dua negara yang memiliki predikat Super Power, Adi Daya tersebut, justru berawal dari penelaahan detail tentang seluk beluk senjata Jerman selama PD II, seperti; Pistol Luger Parabellum, Walter PP (PolizePistole), MP-40 (MaschinenPistole), senapan Karabiner 98K, Gewehr 43 Mauser, Strumgewehr44 juga penampilan granat tangan khas Jerman StielhandGranate dan pelontar api Flammenwerfer.
Semua jenis senjata tangguh buatan Jerman selama Perang Dunia ke-2 pun pernak pernik aksesorinya seperti seragam rancangan desaner terkemuka Hugo, ironisnya justru dipelajari pengembangannya oleh pihak sekutu pasca perang, sebagai pemenang.
Sebagai contoh, diakui atau tidak, senapan otomatis buatan Rusia yang fenomenal hingga kini yakni; AK-47, adalah senjata serbu yang terinspirasi oleh Strumgewher44, buatan Jerman selama berkobar PD II.
Senapan sub mesin Strumgewher44 andalan tentara Jerman dalam PD II turut menginspirasi bentuk AK-47 buatan Rusia yang tercipta pasca PD II.
Satu lagi teknologi Jerman yang ditiru dan dikembangkan hingga sekarang adalah pelindung kepala era Perang Dunia II, Stahlhelm.
Bahkan, pada awal perang teluk tahun 1991, bentuk Stahlhelm pun dinobatkan menjadi acuan bentuk helm angkatan perang Amerika. Bedanya, tali kulit pengkait Stahlhelm diikatkan di bagian bawah dagu, bagian atas leher, yang merupakan area kulit dan otot sensitif, tanpa tulang.
Stahlhelm, pelindung tentara Jerman selama dua perang besar berlangsung, memiliki bentuk yang unik, menginspirasi kualitas helm sebagai perangkat perang modern standar NATO, sejak awal tahun 1990-an.
Sementara helm Spectra hasil riset perangkat militer tahun 1990 yang meniru Stahlhelm, yang kemudian menjadi standar pasukan perdamaian PBB hingga sekarang, tali pengkaitnya dipasang tepat di dagu yang tak sensitif.
Mungkin, karena harus disiplin menahan rasa risih di area leher yang dialami oleh setiap tentara Wehrmacht Jerman saat kenakan Stahlhelm, menjadikan mereka kurang fokus saat berlaga dalam setiap kobaran pertempuran dalam PD II.
Sementara baju seragam berkualitas Hugo yang dikenakan, juga kualitas alat-alat perang Jerman yang presisi, akurat dan andal, menjadi kurang optimal gegara menahan rasa risih pengkait Stahlhelm yang mengikat bagian sensitif area antara dagu dan leher setiap prajurit Wehrmacht.
Menjadi pembelajaran bagi industri peralatan perang, bahwa mengabaikan faktor ergonomi perangkat pelindung diri yang melekat di badan, bisa berdampak sebagai penyumbang kekalahan perang.
Perang besar pun usai, namun ilmu dan teknologi tetap berkembang. Manusia sedunia pun menuai hikmah berupaya melupakan kepiluan perang, berganti menggali ilmu dan teknologi bagi kemanusiaan.
…hingga memberikan keteladanan yang demikian sampai beberapa generasi sejak akhir PD II.
Hikmah Akhir PD II Bagi Indonesia
Dalam sejarahnya pun, tentara Jerman pelarian setelah kalah pada awal Mei 1945, juga menyumbang jalan sejarah bangsa Indonesia menuju kemerdekaannya.
Mulai dari hal kecil ketika tim perumus naskah proklamasi kebingungan mencari mesin ketik, sementara mesin ketik yang tersedia di rumah Laksamana Maeda ternyata berhuruf kanji, maka mesin ketik berhuruf internasional pun dipinjami oleh angkatan laut Jerman, Kriegmarine, yang tengah melepas jangkar di pelabuhan Tanjung Priok, yang waktu itu menjadi wilayah yang dinyatakan status quo, setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu.
Hingga, beberapa anggota awak kapal selam U-219 yang memutuskan bergabung dengan gerilyawan Indonesia. Juga ada yang menjadi pelatih strategi berperang di akademi militer Jogjakarta sebelum agresi militer Belanda 1947.
Termasuk pula kunjungan seorang mantan menteri ekonomi Nazi Jerman yang diundang oleh pemerintah baru Republik Indonesia, guna berbagi dan memperkaya pengetahuan ekonomi kerakyatan bagi para pemimpin negara yang masih berusia sangat belia, pada dekade awal kemerdekaannya.
Pengibaran sang saka Merah Putih saat Proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jakarta, tanggal 17 Agustus 1945.
Sudah menjadi suratan sejarah bahwa Jerman kalah dalam dua kali perang besar. Banyak hikmah yang diambil. Pasca perang, bisa dibayangkan betapa rakyat Jerman, juga Jepang, begitu bersusah payah membangun citra bahwa mereka tak sejahat yang tertulis dalam sejarah versi pemenang perang.
Tak gampang berperilaku demikian, bahkan hingga memberikan keteladanan yang demikian sampai beberapa generasi sejak akhir PD II. Namun, semangat dan kerja keras untuk bangkit dari keterpurukan membuahkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada kedua bangsa itu, Jerman dan Jepang, hingga kini.
Sebagai bangsa yang pernah terbantu kedua negara pecundang perang besar tersebut saat memerdekakan diri, lalu diakui oleh dunia, maka Indonesia seyogianya bisa memaknai petikan kalimat; 'Bangkit dari Keterpurukan'.