Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan munculnya digitalisasi di semua bidang. Perkembangan digitalisasi yang masif ini menyebabkan terjadi perubahan-perubahan di berbagai aspek, salah satunya di dunia lingkup Kesehatan. 

Melihat perubahan ini peran tenaga kesehatan juga penting dalam mewujudkan angka Kesehatan yang meningkat. Hal ini tidak lepas dengan apa dampak yang ditimbulkan khususnya bagi Kesehatan seorang anak. Dimana sekarang anak adalah tonggak kemajuan suatu bangsa itu sendiri.

Kasus yang banyak ditemukan mengenai Kesehatan anak yaitu Stunting. Stunting menjadi salah satu topik yang menarik perhatian. Kebanyakan orang berpikir bahwa stunting merupakan gizi buruk, padahal kedua hal itu berbeda. Sebenarnya apa itu stunting?

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita yang diakibatkan kekurangan gizi kronis terutama 1000 hari pertama sejak anak tersebut dalam kandungan. Seorang anak bisa terlihat jelas mengalami stunting pada usia 2 tahun.

Tingkat stunting sebagai dampak kurang gizi pada balita di Indonesia melampaui batas yang ditetapkan WHO. Kasus stunting banyak ditemukan di daerah dengan kemiskinan tinggi dan tingkat pendidikan yang rendah. Indonesia digadang-gadang menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia dalam beberapa dekade mendatang. 

PricewaterhouseCoopers (PWC), misalnya, memprediksi ekonomi Indonesia masuk dalam lima besar dunia pada 2030, bahkan menjadi ke-4 negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2050 nanti. Jika itu terjadi, posisi Indonesia hanya akan ada di bawah Tiongkok, India dan Amerika Serikat.

Masalah stunting penting untuk diselesaikan, karena berpotensi mengganggu potensi sumber daya manusia dan berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak. Hasil dari Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka stunting berada pada 27,67 persen pada tahun 2019. 

Walaupun angka stunting ini menurun, namun angka tersebut masih dinilai tinggi, mengingat WHO menargetkan angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen.

Data Bank Dunia atau World Bank mengatakan angkatan kerja yang pada masa bayinya mengalami stunting mencapai 54%. Artinya, sebanyak 54% angkatan kerja saat ini adalah penyintas stunting. Hal inilah yang membuat stunting menjadi perhatian serius pemerintah.

Awal tahun 2021, Pemerintah Indonesia menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen di tahun 2024. Presiden Joko Widodo menunjuk Kepala BKKBN, Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG. (K) menjadi Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting.  

Dokter Hasto mengatakan angka stunting disebabkan berbagai faktor kekurangan gizi pada bayi. Menurut Hasto diantara 5 juta kelahiran bayi setiap tahun, sebanyak 1,2 juta bayi lahir dengan kondisi stunting. 

Stunting itu adalah produk yang dihasilkan dari kehamilan. Ibu hamil yang menghasilkan bayi stunting. 

Saat ini, bayi lahir saja sudah 23% prevalensi stunting. Kemudian setelah lahir, banyak yang lahirnya normal tapi kemudian jadi stunting hingga angkanya menjadi 27,6%. Artinya dari angka 23% muncul dari kelahiran yang sudah tidak sesuai standar.

Gejala stunting berdasarkan WHO (World Health Organization/Organisasi Kesehatan Dunia) antara lain sebagai berikut.

Memiliki tinggi badan yang rendah di mana hal itu ditandai dengan tumbuh lebih lambat dari yang seharusnya. Perkembangan lambat seperti dalam bicara, berjalan, tumbuh gigi, atau tahapan bayi normal lainnya. Apabila mencurigai gejala tersebut pada anak, mohon segera konsultasi ke dokter. Anda dapat memperbaiki kesehatan anak dalam 1,000 hari pertama kehidupannya (sampai usia 2 tahun) dengan memberi nutrisi terbaik untuk anak.

Penyebab stunting antara lain, Ibu kurang mengkonsumsi makanan dan minuman bergizi selama hamil dan menyusui. Misalnya, kekurangan nutrisi yang mengandung Protein, Asam Folat, Kalsium, Zat Besi, Omega 3, dan Serat.

Penyebab yang lain seperti, Lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Misalnya, kekurangan air bersih dan tidak mempunyai saluran pembuangan limbah mandi, mencuci, atau membuang kotoran yang baik. Akibatnya, anak terutama saat berusia kurang dari 2 tahun, lebih rawan terkena infeksi maupun bermacam penyakit.

Lantas bagaimana cara mengatasi stunting yang baik dan benar? Tentu saja dengan 2 hal, yaitu Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif.

Intervensi Gizi Spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi terjadinya stunting seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, dan kesehatan lingkungan. Antara lain seperti, Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan pemberian ASI eksklusif, memberikan imunisasi lengkap, pemberian asi didampingi oleh MPASI pada usia 6-24 bulan, ibu hamil mengonsumsi tablet penambah darah, dan pemberian makanan tambahan pada ibu hamil.

Intervensi Gizi Sensitif intervensi pendukung untuk penurunan kecepatan stunting. Antara lain seperti, Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi serta gizi pada remaja, pendidikan pengasuhan pada orang tua, menyediakan dan memastikan akses air bersih dan sanitasi, serta menyediakan akses layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).

Dengan demikian, bersama-sama mari kita menumbuhkan generasi gemilang pada era baru yaitu di era industri 4.0. Karena dengan generasi yang cerdas akan tercipta generasi yang berkualitas.