Aku hanya diam duduk termenung memandangai bintang-bintang berkilauan diatas langit, kembali aku meneguk Kopi hitam di hadapanku yang tinggal setengah , masih terasa terdengar terngiang ditelinga memikirkan percakapan dengan malayeeka anakku di telpon , aku merasa sangat terganggu akan perkataan anaku.
“Pah, besok aku akan pulang bersama ibunya aldi” tentu saja, bila keluarga lelaki datang ke rumah pihak perempuan pasti mereka akan membicarakan masalah lamaran menuju pernikahan.
Kalau dipikir di sisi lain aku merasa bangga karena sudah berhasil merawat dan mendidik anaku hingga sekarang dengan seorang diri, sejak umur enam tahun, ibuunya meninggak karena terkena kangker yang idapnya selama setahun, sejak itu aku hanya sendirian mendidik dan membesarkan anakku, demi anaku agar bisa merawat setiap saat,
Aku rela berhenti Mengajar disalah satu sekolah menengah ke atas dan mendirikan sebuah café kopi mungkin lebih terlihat seperti warung kopi, namun di café kopi inilah aku banyak terlahir buku-buku yang aku ciptakan dan café ini juga yang membiaya anakku sekolah dari mulai TK, SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi.
setelah lulus dia langsung bekerja di kota, sebenarnya sebagai orang tua tidak setuju seorang anak perempuan harus bekerja jauh ke kota, namun dengan kegigihan dan semangatnya aku hanya bisa merelakan dan doaku yang selalu menemaninya di sana,
Sekarang sudah 2 tahun berpisah bekerja di kota, mungkin sebentar lagi dia akan pergi bersama suaminya kelak, tak terasa air mata yang aku bendung akhirnya mentes di pipi mengalir membuat sungai sungai kecil,
Kang sudah jam satu, kita mau tutup jam berapa ? sapa si endang pelayan mengagetkan lamunannku,
“iya tutup saja, aku segera masuk ke rumah yang sebelah cakopi, meninggalkan endang yang sedang sibuk memberekan kursi-kursi bekas pelanggan
*****
Waktu sudah menunjukan sore hari, terlihat matahari berangsur-angsur pulang, Tak lama kemudian dua orang lelaki masuk lalu duduk dikusri sembari menyalakan sebatang rokok yang ia keluarkan dari saku celananya, sebelum memesan kopi yang biasa mereka pesan, salah seorang menyapaku.
“Kenapa kang wajahmu murung seperti lagi dikejar debt Colector saja ?
“Gak ada apa-apa aku menjawab sekenanya”
“ Itu si neng mau datang bersama calon suami dan mertuanya ?”jawab si endang sambil mengelap meja
“Seharusnya akang jangan sedih melainkan bahagia, sebentar lagi tugas sebagai orang tua akan selesai, jawab seorang lelaki sambil mengubulkan asap rokok yang bentuk hurup O”
Seorangnya lagi hanya diam,sambil membuka papan catur yang selalu tersedia di atas sebuah meja.
Aku hanya diam membisu di kursi, hatinku berbisik, benar juga seharusnya aku bahagia anaku akan menikah, lambat laun anak perempuan pasti akan meninggalkan rumahnya ikut kepada suaminya, tapi bila dia menikah aku akan ssendirian tanpa ada lagi senyum manja anak. Huh sungguh berat beban menjadi orang tua,
“Tapi kang ko belum datang juga ?” tanya endang
“Mungkin gak jadi datang, aku akan ke masjid dulu sekalian mau ke rumah abangku,
Aku pergi meninggalkan cakopi., dengan sejuta pikiran yang bergelantungan di otaku. Mungkin aku terlalu parno sama anaku, belum tentu juga anaku ingin menikah, bisa saja keluarganya hanya ingin main kekampung bukan untuk melamar, kalaupun melamar pasti mereka akan memberitahukan sebulan sebelumnya agar siap-siap
Setelah pulang dari rumah abangku aku lihat ada beberapa tamu sedang menikmati kopi dan cemilan, disebuah pojokan terlihat anaku memanggil seraya mengupai-gupaikan tanganya
Akupun langsung menghampiri putriku yang berada semeja dengan seorang perempuan setengah baya
“Aldinya kemana neng ?” tanyaku karena sama sekali tidak terlihat ada aldi
“Aldi gak ikut pah, ini ibunya aldi ingin main ke kampung” neng memperkenalkan ibunya aldi yang sedang duduk termenung
Aku tersenyum ramah ketika mengamati sosok wanita itu. Namun semakin jelas wajah itu seketika. Aku terkesima. Sekujur tubuhnya sempat bergetar, dadaku terasa terhimpit sesuatu menagkibatkan napasku terasa berat, jantung mendadak berdetak berangsur berguncang kencang, ketika wanita setengah baya itu membalas tatapannya.
Otaku bekerja keras mengingat wajah perempuan itu, dimataku wajah itu terasa tidak asing, mungkin ada beberapa perubahan namun tidak akan meninggalkan wajah mudanya, Bahkan hapal betul mengenali tatapannya. Cara menatapnya selalu menyipitkan bola matanya, ingin rasanya segera berlari ke kamar untuk membuka catatan kelam masa mudaku. Dia ingin memastikan bahwa wajah perempuan itu adalah wajah tua milik seorang wanita yang pernah dikenalnya. wajah yang sesekali masih mampu menggelorakan rindunya.
Aku mencoba berusaha bertingkah wajar, takut anaku curiga ada hubungan dengan wanita ini, dia terlihat hanya menundukan kepalanya, tapi naluriku memberitahukan bahwa mata perempuan itu sedang mengamati wajahku.
Setelah bersalaman kami duduk behadapan hanya meja menjadi penghalang kami berdua,
“Neng, ibu ingin bicara dengan ayah neng berdua boleh ?” tanya wanita itu
“Iya”,, neng menganggukan kepalanya lalu pergi kerumah, mungkin di dalam hatinya berjuta kata tanya kepada wanita dan ayahnya sehingga memilih ingin mengobrol berdua saja
“Perasaan wajahmu tidak asing bagiku, wajahmu mengingatkan aku kemasa laluku 25 tahun yg lalu.”
Aku hanya diam membisu, sekali-kali aku menoleh. Tanpa disadarinya, ternyata wanita itu telah berdiri di dekatnya.
”Sekarang aku hanya bisa mengenangnya.”
Aku membisu, tetapi dadaku bergemuruh kencang
”Maaf, aku mengganggu pekerjaanmu. Bolehkah aku bicara denganmu, biar tidak ada yang mengganggu kita pindah ke meja sana, perempuan itu menunjukan meja yang berada diluar dibawah pohon”
Setelah pindah meja kami duduk dikursi berhadapan.
”Apa yang ingin kau bicarakan?”
”Tentang seorang lelaki di masa mudaku dulu, yang telah aku tinggalkan.”
”Apakah kau merasa aku pernah mengenalmu?”
wanita itu mengangguk, lalu bertanya, ”Apakah kau pernah kuliah di bandung ?”
aku hanya membisu.
”apa kau pernah menginap di hotel no 55 ?”
Aku hanya mengagukan kepala.
Perempuan itu menarik napas panjang. Dan menghembuskannya perlahan-lahan, Ada kelegaan terbias di wajahnya. Lalu dia berkata dengan santun,
”Aku sudah mencari kemana-mana lelaki itu, hingga suatu saat pacar anaku menceritakan seorang ayahnya, kelakuan dan sifatnya seperti lelaki yang dulu aku kenal. Akirnya aku beranikan datang kemari”
Aku hanya menunduk. Walau telah berhasil memendam sakit yang dulu dia berikan , masih teringat sewaktu dia meninggalkanya, lebih memilih dengan bosnya dibandingkan dengan seorang guru honorer.
”kenapa kau mencarinya,?”
wanita itu terdiam sejenak. Dahinya berkerut. Lalu dia berkata, ” Iya, aku menyesali semua itu, aku ingin meminta maaf, sudah membuat dia sengsara ”
mendadak Sekujur tubuh terasa lemas tak bertenaga
”Apakah kau sudah menemukannya ?”
”Hampir!” jawab wanita itu. Matanya menatap tajam.
”Aku yakin bahwa kau mengenal lelaki yang kumaksud. Kira-kira dua puluh lima tahun yang lalu, di hotel no 55 aku tinggalkan, disudut matanya terlihat butiran-butiran Kristal mengembung besar dan akhirnya pecah butiran Kristal menetes dipipi perempuan itu
Aku kembali hanya diam. Napas terasa tersendat.
”kenapa kau meninggalkan lelaki yang mencintaimu.”
Aku menyesal meningalkanya, aku terbujuk rayu oleh lelaki lain, dan orang tuaku juga memaksa aku menikah dengan lelaki yang bukan aku cintai.
Dua puluh lima tahun yang lalu, aku sering termenung menimbang-nimbang perasaanku. Rencana pernikahan itu membuatn resah dan marah. Berulang-ulang kali pula aku bertanya dalam hati, apakah aku benar-benar tega meninggalkan lelaki yang aku sayangi, ?
Sebenarnya aku bisa saja kabur dari rumah, namun saat itu ayahku sedang sakit, perlu biaya besar untuk melakukan operasi jantung, dan calon suamiku berani menanggung semua biaya pengobatan ayahku, disaat seperti itu aku gak punya pilihan untuk memilih yang terbaik untukku, akhirnya aku memilih menikah dengan lelaki pilihan ayah, namun demi lelaki yang aku cintai aku rela datang ke hotel no 55 untuk menyerahkan mutiara keperawananku yang telah aku jaga untuk suamiku kelak, namun waktu itu aku paham tidak mungkin aku berikan kepada suamiku, karena dibalik suamiku ada lelaki yang aku sayangi, sebagai tanda aku sangat sayang sama dia, aku rela melepaskan keperawananku untuknya. Biarkan aku menikah dengan lelaki lain namun keperawananku sudah aku berikan kepada lelaki yang aku tinggalkan.
namun seminggu setelah pernikahanku ayah meninggal, setahun kemudian ibuku juga meninggal, setealah orang tuaku meninggal akhirnya kamipun pisah aku gak kuat menghadapi suami yang temperamental, terkadang dia cemburu yang tidak jelas, salah sedikit langsung memukul, akhirnya aku memilih berpisah dengan suamiku.
“Maaf, sudah membuat kau sedih”
“Iya, gak apa –apa, aku masuk kerumah dulu, mungkin anakmu sudah menungguku di rumah, holy bangkit dari kursi berjalan meninggalkan aku”
“Holy”, setengah teriaku
Holy berhenti menolehkan kepalanya ke arahku
“ aku izur, yang kau cari”
“iya aku tahu itu, dari tatapan matamu”, dia kembali berjalan meninggalkan aku
Aku memilih tidur di kamar yang terletak di belakang café kopiku, karena aku gak ingin bila semalaman aku haru sbertemu dengan holy, kenangan-kenangan yang dulu pernah tenun bersama dengan berjuta rajutan kasih sayang, tak terasa air mataku mentes, rasanya taksamggup lagi menahan air matanya.kenapa aku harus bertemnu lagi dengan dia, apakah aku harus marah, ataupun aku harus bahagia bertemu dengan seorang perempuan yang selalu aku mimpikan dan hayalan sebelum tidurku,., sampai sekarang tak lagi hati yang tersisa setelah dia mencuri hatiku sehingga aku tak bisa melupakan dia walupun sekejap mata.
Kenapa kau datang lagi setelah bertahun-tahun berpisah, aku sudah menikmati kesakitan yang kau tanamkan kepadaku, dulu aku selalu berharap kita bisa bertemu dan menjalin lagio cerita yang tertunda, namun setelah aku sudah terbiasa dengan hidup sendiri kau datang lagi
*****
Di pagi hari aku duduk di depan café menikmati secangkir kopi dengan bermandikan cahaya fajar menyinari selurh jagat raya,
”Selamat pagi ?”terdengar suara holy menghampiri dan duduk di depan ku
“aku sudah tahu semua ceritamu dari anakmu “
“Iya”,
”kenapa kau tidak menikah lagi.”
”Tidak, aku gak mau harus terulang lagi, di tinggalkan sama orang yang ku sayangi”
“Oh, Maaf , akupun belum menikah lagi sejak bercerai dengan suamiku 20 tahun yang lalu”
“Kenapa ?”
“Dari dulu, aku hanya sayang, cinta sama satu orang saja, yang dulu aku sia-siakan”
Aku sangat kaget.hingga dadaku bergetar kencang mendengar pengakuan holy, ternyata dia dari dulu sangat sayang, saat meninggalkanku bukan karena hanya sebatas harta, namun ada alasan lain sehingga harus meninggalkanku,
Aku hanya bisa diam, mengamati wajah yang dulu sangat dikagumi. Wajah yang dulu selalu menemaninya, wajah yang manja, wajah yang selalu membuat aku bahagia
”sekarang aku pamit mau pulang ?’
Aku hanya terdiam sementara,
“iya”, dengan berat suaraku serak hampir tidak terdengar
“Itu apa ?”
Holy menunjuk kearah papan yang besar terdapat banyak sekali tulisan –tulisan yang menempel
Oh, itu dinding curahan
Boleh aku lihat kesana, holy berjalan mendekati tembok curahan
“Ini apa maksudnya ?”
“Ini curahan semua orang, bila seseorang lagi kangen, rindu, marah, galau bisa mencurahkannya lewat tulisan di tempel disini, semua orang boleh membacanya dan membalas curahan orang lain”
“Apa bedanya dengan medsos ?”
“Beda kalau di medsos semua tahu siapa yang menulis, kalau di sini tidak ada yang tahu siapa yang menulis, menjadikan tidak ada aib yang tersebar”
“Boleh aku menulis di sini ?”
“boleh, Apa yang akan kau tulis ?”
“Kau juga akan tahu, yang mana tulisanku”
“Apa kau mau tulis tentang kebersamaan kita ?”
“Apa kau juga berharap aku nulis seperti itu ?”
“Entahlah ”
”sudah beberapa puluh tahun lamanya berpisah, menjalankan hidup dengan kesendirian, tanpa mengenal lagi kata cinta, Apakah cukup punya keberani kembali merajut mimpi bersama dengan usia sudah senja, Bila kebersamaan itu akhirnya ternyata menyakitkan, bukankah nikmatnya kesendirian akan menjadi sia-sia? Padahal kesendirian itu telah dinikmati hingga usia menjelang senja. Tak lama lagi kematian akan datang untuk memisahkan kebersamaan
”Kenapa kau tak berharap untuk hidup bersama lagi?”
”Entahlah, biar tuhan yang menjawab.”
Kenapa ?
Biarkan anak-anak kita yang melanjutkan cerita ini
Apa mereka sanggup melanjutkan cerita ini ?
“Entahlah, hanya mereka dan tuhan yang tahu”
Aku berangkat, holy berpaling jalan meninggalka izur yang diam mematung, tanganya beberapa kali mengusap-ngusap air mata yang membanjiri pipinyaa
Aku hanya bisa diam mematung, memandang kepergian holy,kenapa kau harus datang lagi kesini disaat usia kita sudah tidak muda,, apa harus kita menjalani kebersamaan diusia senja yang tinggal meunggu waktu menghadap tuhan.
Namun bagaimanapun tidak bisa dibohongi kalau holy adalah imajinasinya, disaat suka dan duka, selalu hadir dihati, tak pernah berhenti terucap nama holy sepanjnag napas ini.