Mengandung janin bernyawa dalam raga, bukan urusan mudah.

Kasih Ibu Seluas Udara Bebas

"Seperti udara kasih yang engkau berikan, tak mampu ku membalas, Ibu..."
Demikian penggalan syair lagu yang dilantunkan oleh Iwan Fals, sosok penyanyi legendaris dengan ciri khasnya berupa syair-syair syahdu yang sering kali kritis, juga ironis.

Setiap manusia yang terlahir, pasti berawal dari keberadaan sebuah sel telur yang terkandung dalam liang peranakan seorang wanita, yang kelak bakal menjadi ibu.

Proses rekayasa kelahiran manusia seperti bayi tabung pun, tetap membutuhkan sel telur yang dibuahi oleh sebuah sel sperma dalam tabung khusus, lalu zigot yang terbentuk, diinapkan ke rahim seorang wanita, bisa si ibu sebagai pemilik asli sel telur yang terbuahi ataupun rahim wanita lain sebagai sukarelawan, melalui perjanjian memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku bagi pihak-pihak yang terlibat, secara hukum.

Adapun kelahiran manusia, yang apabila berhasil secara pengklonaan, kloning, suatu kelahiran tanpa proses perkawinan antara sel telur dan sperma, maka bisa diduga manusia yang terlahir bakal tak memiliki ruh, sekedar raga tanpa jiwa, semacam pabrik suku cadang organ-organ vital bagi manusia berjiwa.

Jelas, bahwa keberadaan manusia melalui peran besar nan mulia seorang ibu.

Mengandung janin bernyawa dalam raga, bukan urusan mudah. Selama sembilan bulanan lebih, seorang ibu harus melalui babak-babak pergulatan hidup yang tak hanya demi memastikan kesehatan raga, namun juga keseimbangan jiwa.

Wajar, karena kehadiran si jabang bayi manusia dalam kandungan si ibu tak hanya melemahkan raga. Melainkan pula, turut membuat sistem hormonal penyeimbang perilaku dan pikiran menjadi tak normal.

Itu belum ketika jabang bayi dilahirkan, melalui proses persalinan yang jutaan rasa sakit bergabung menjadi satu, hingga si ibu justru tak merasakannya sebagai sebuah sakit yang teramat menyiksakan.

Kehebatan isi jiwa dan raga yang menyelimuti sosok wanita, bisa termaknai ketika mereka dengan tabah menjalani masa-masa tengah berbadan dua dan puncaknya, berserah diri saat kilatan-kilatan cahaya berhamburan menerpa syaraf-syarat pandangan mereka saat persalinan.



…meneladani sosok-sosok yang membesarkannya, kedua orang tua, khususnya, ibu.

Pada Akhirnya Wanita Bakal Mendominasi Isi Bumi

Usai? Belum!

Masa-masa merawat si jabang bayi, menyusuinya hingga usia dua tahunan. Lalu, dengan penuh kasih sayang mendampingi bayi melalui masa-masa pertumbuhan, beriring doa-doa terbaik kepada Sang Maha Kuasa.

Hingga, seiring putaran waktu sang anak tumbuh menjadi dewasa, berilmu pengetahuan serta meneladani sosok-sosok yang membesarkannya, kedua orang tua, khususnya, ibu.

Peran ayah? Lebih pada memberi nafkah dan meneduhkan hati wanita yang berdamping disisinya, yakni ibu sang anak, agar mampu menjalani hari-hari panjang mengembara pengetahuan, memaknai kehidupan.

Semakin jelas, bahwa peran seorang ibu memiliki prosentase lebih tinggi dalam mengisi hari-hari sang anak menikmati masa-masa perkembangan diri.

Peran pria? Bagi sang anak adalah bagaimana sosok ayah selalu hadir membuat ibunya selalu tampak bahagia, tiada sedikitpun lelah menggurat diwajahnya.

Bagi sang anak, maksud hati sang ayah ketika mengingatkan kebaikan untuk sang anak, namun apabila tersampaikan dengan cara yang tak bisa diterima oleh sang anak, secara kasar misalnya, bakal tak termaafkan selamanya.

Beda dengan sang ibu. Betapapun cerewetnya dengan pelbagai cicit cuwit yang terdengar heboh pas pagi hari, semua itu bisa diterima oleh sang anak, tanpa terbersit sekalipun sebuah dendam, hanya kerinduan.

Lalu, kelak seiring waktu, berkat doa dan cara pikir yang terpola dari setiap generasi manusia, maka alam pun mengiyakan, menyepakati bahwasanya wanita bakal lebih mendominasi menjadi makhluk penghuni bumi.



...bakat seorang seniman adalah menyentuh kekakuan.

Peran Seniman Dalam Menebar Nilai-Nilai

Adalah seniman, sebuah predikat baik yang secara resmi tersandang maupun sekedar julukan mengambang, mewakili tabiat dalam diri seseorang dalam mengungkap tiap gagasan yang tergurat dalam pikiran, menjadi suatu karya nyata, yang bisa memengaruhi orang kebanyakan.

Seni memang terakui telah menjadi pelengkap akan kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi, agar keduanya menjadi lebih luwes, sama sekali menghilang kekakuan rumus persamaan dan bilangan simbol serta angka, menjadi hasil karya yang tak hanya bermanfaat, namun juga bisa dinikmati oleh banyak kalangan, tanpa perlu repot memutar otak sebagaimana karya itu masih kaku, ketika masih dalam ranah cakupan ilmu pengetahuan dan teknologi semata.

Oleh karenanya, bakat seorang seniman adalah menyentuh kekakuan.

Pelukis, mengusap aneka warna sebagai suatu formula kimiawi cat, yang karena gaya kohesi larutan cat warna tersebut lebih kecil daripada gaya adisi, sehingga memungkinkan setiap usapan warna dalam cat, terserap oleh kain kanvas, menjadi suatu lukisan yang tiada bosa kedua mata menatapnya berlama-lama.

Musisi, mereka begitu piawai memainkan alat-alat musik yang tersandang menjadi spesialisasinya, melantunkan melodi dan irama sesuai dengan catatan-catatan balok beserta noktah-noktah penanda tempo nada, menghasilkan alunan simfoni meneduhkan jiwa, penentram hati di tengah kegaduhan persaingan antara manusia.

Penulis, menggurat huruf-huruf juga angka-angka, yang terangkai menjadi kata, lalu terajut menjadi banyak kalimat yang dalam setiap paragraf dan alenia, tersusun sebuah kerangka gagasan, yang menawarkan setiap pembaca akan adanya alternatif suatu pandangan.

Pengibaratan sebuah pena lebih tajam dari sebilah pedang, bukanlah berlebihan. Mengingat, suatu karya tulis yang tajam, bahkan mampu membelah, mengiris-iris cara berpikir manusia kebanyakan, yang lalu bakal mengubah tatanan.

Kemudian, ada Sutradara panggung sandiwara, termasuk pengarah rangkaian alur cerita dalam sebuah karya gambar hidup, sinema, film layar lebar.

Peran sang Sutradara sebuah karya film layar lebar dengan masa putar yang terbatasi oleh durasi, lebih pada bagaimana alur cerita yang tersaji, menjadi menarik, sedapat mungkin menumbuhkan moral cerita, lalu menuai nilai-nilai.



…telah ada sejak dulu kala, mengawali sejarah perkembangbiakan manusia.

Bahkan Karya Mesum pun Menebar Moral Kisah

Menjadi intuisi mendasar bagi seorang Sutradara, agar sekacau apapun karya sinema yang dibesutnya, kudu punya pesan yang tersampaikan, meski dalam kualitas kurangnya nilai-nilai.

Bahkan, sebuah karya film porno yang dihasilkan oleh sebuah rumah produksi resmi sekalipun, meski dalam jalinan kisah yang teramat mesum, memiliki moral kisah pun nilai.

Suara musik pelan nan syahdu menghimbau romansa sebagai pembuka. Lalu, tampak dua orang insan pria dan wanita berjumpa dalam suasana teduh nyaman, cenderung menggairahkan. Keduanya saling berbicara sejenak, berlanjut bercumbu rayu. Perlahan namun pasti, keduanya saling membuka semua kain penutup tubuh, hingga tanpa seutas benang pun membalut sekujur tubuh mereka.

Kemudian, tuturan kisah pun bertumpu pada dua orang, lelaki dan perempuan yang beraksi memacu birahi, dalam beberapa gerakan serta posisi yang terekam pada beberapa sudut tangkapan kamera, berhias suara-suara lenguhan dan pekik tertahan, demi menahan kenikmatan hakiki duniawi.

Gerakan kedua pemeran adu birahi itu semakin liar dan menjadi-jadi. Sontak tiba-tiba, terhenti ketika si pemeran pria berteriak nyaring pertanda kenikmatan duniawi telah tercapai. Demikian halnya si perempuan, terdengar memekik lirih, mengisyaratkan agar pasangan bercintanya, si pria memelankan teriakan keenakannya.

Keduanya pun, yang terdera puncak kenikmatan hasrat asmara, justru mimik wajah mereka tampak seolah tengah mengalami kesakitan.

Hampir selalu begitu, alur tuturan kisah dalam sebuah film porno. Berkisar pada urusan dua insan, pria dan wanita, keduanya molek rupawan, lalu keduanya saling telanjang, menebar gairah dan rangsangan, kemudian keduanya menyatu memacu hasrat birahi, hingga meraih puncak nikmat duniawi, crot! Terus usai.

Sebuah moral cerita yang sejatinya telah ada sejak dulu kala, mengawali sejarah perkembangbiakan manusia.

Sebuah nilai yang ditawarkan oleh sebuah film yang meski berkategori porno sekalipun, berupa penyadaran bagi manusia akan adanya makna keseimbangan antara kebahagiaan meraih puncak kenikmatan dunia, pun kepedihan yang menyentuh raga pun jiwa, keduanya selalu terwujud sebagai mimik wajah yang sama, yakni seolah sedang kesakitan.



…tak hanya sanggup memicu keseraman dalam bioskop semata, namun juga gejolak sosial.

Terpicu Keingintahuan Justru Oleh Kisah Menyeramkan

Berkelindan dengan kisah-kisah dalam kemasan film porno yang memang dalam kenyataannya selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tuturan karya seni sinema yang juga menjadi favorit dan dinantikan banyak penggemar film, dalam hal ini pemirsa di Indonesia, adalah kisah-kisah tentang hantu dan setan.

Tak banyak karya-karya sinema nasional tentang horor menyeramkan atas ulah berbagai hantu, juga orang-orang tiada beriman pemuja setan.

Dalam catatan Penulis, sejak tahun 1970-an hanya terdapat beberapa karya sineas nasional yang bertutur dalam kisah horor mencekam dengan tetap menjaga alur drama sebagai pendukung kisah utama, seperti; Dikejar Dosa (1972), Pengabdi Setan (1980), Sundel Bolong (1982), Kuntilanak (2003), reboot Pengabdi Setan (2017), Perempuan Tanah Jahanam (2019) dan KKN di Desa Penari (2022).

Meski sedikit banyak karya-karya sinema luar negeri seperti The Exorcist (1973), The Conjuring (2012), Hereditary (2018) dan Midsommar (2019) memengaruhi alur kisah horor sebagai karya-karya sineas nasional tersebut di atas. Namun tetap, sekelas Sisworo Gautama Putra, sutradara film horor nasional kenamaan, memberi ruang akan kehadiran suasana serta klenik dan hantu lokal.

Karya sinema horror, tak hanya sanggup memicu keseraman dalam bioskop semata, namun juga gejolak sosial. Tercatat, film tentang Sundel Bolong yang dibintangi oleh aktris yang dikenal sebagai ratu horor nasional, Suzanna, pada kisaran tahun 1980-an sempat memicu histeria nasional.

Bahkan, waktu itu Ibu Tin ibu negara, istri Presiden Republik Indonesia ke-2, Soeharto, sempat mewanti-wanti Ali Moertopo, menteri penerangan saat itu, agar sineas Indonesia dihimbau tak keseringan memroduksi film-film horor.

Patut diakui memang, sentuhan lokal dalam menghadirkan suasana masyarakat beserta kisah-kisah keberadaan hantu-hantu lokal semacam Sundel Bolong, Kuntilanak, Kuyang, Pocongan, Banaspati, Ndas Glundung, Genduruwo hingga Tuyul, telah berhasil menarik minat masyarakat untuk menjadi pemirsa film-film nasional bertema horor.

Keingintahuan sontak terpicu justru dari suguhan menyeramkan. Film-film bertema horor dengan sentuhan lokal pun selalu laris menjadi tontonan, betapapun absurd rangkaian tuturan cerita, kadang-kadang. Pemirsapun terhibur melalui cara unik, yakni menikmati kengerian dalam kegelapan.

Tentu, kreatifitas sang Sutradara dalam menggarap alur cerita horor yang terbarukan dari waktu ke waktu, menjadi tuntutan.

Masa itu, unsur balas dendam menjadi tema utama alasan bagaimana hantu menakuti manusia. Kisah tentang bagaimana seorang penjual jamu yang bunuh diri setelah diperkosa ramai-ramai oleh sekumpulan anak muda, lalu arwah gadis penjual jamu gendong ini bergentayangan membalas dendam, seperti dalam film Dikejar Dosa.

Atau, wanita muda yang tewas akibat diperkosa beramai-ramai oleh sekelompok penjahat pria, hingga arwahnya bergentayangan membuat nyawa si pemerkosa tercerabut satu per satu, sebagaimana dalam Sundel Bolong.

Atau, sebuah terobosan genre horor nasional, perihal keluarga yang mengikuti ritual pemujaan setan demi kemakmuran yang dijanjikan, dalam Pengabdi Setan.

Poster Pengabdi Setan (1980) besutan Sisworo Gautama Putra.

Sebagai karya sineas anak bangsa, maka genre horor sempat menuai prestasi internasional membanggakan, perihal film Pengabdi Setan besutan Sisworo Gautama Putra yang menjadi tolok ukur pembuatan sinema bergenre horor bagi sineas Jepang.




Mereka dimatikan ketika kiamat tiba, dengan tetap diberi kesempatan untuk selalu menggoda iman…

Memaknai Kenyataan Makhluk Gaib Tak Bisa Dimatikan

Perlahan, solusi atas kehadiran hantu pun setan yang membahayakan perikehidupan manusia, dalam bentuk munculnya seorang agamawan yang membacakan penggalan ayat-ayat suci, yang membuat setan-setan terbakar lalu menghilang kepanasan, berangsur berubah menjadi tuturan tentang kehadiran para hantu dan setan atas konsekuensi sebab dan akibat.

Oleh karenanya, sejak sutradara muda Rizal mantovani membesut Kuntilanak pada awal tahun 2000, maka kisah cara mengusir setan, lebih pada mengintrospeksi diri, yakni sosok yang terganggu atas kehadiran setan pun hantu. Agar, kedua makhluk gaib itu kembali ke dunianya dengan tenang pula, saling menghormati ranah dimensi semesta yang berbeda.

Alur kisah yang mencekam hingga menuju klimaks pun lebih tertata sebagai sebuah proses, bukan pragmatis, yang tiba-tiba muncul seorang agamawan membaca ayat suci, beriring munculnya asap dalam tubuh sang hantu, sebagai pertanda makhluk gaib itu terkalahkan.

Melainkan, menjadi alur kisah yang memungkinkan kelak menjadi kisah-kisah baru, baik sebagai sekuel maupun prekuel. Rupanya, karya Kuntilanak telah memengaruhi banyak sineas nasional untuk menjanjikan bahwa, keberadaan hantu dan setan bakal lebih abadi, bakal tetap ditemui sebagai penghias latar belakang kisah-kisah horor lainnya dengan alur tuturan berbeda serta tetap menarik.

Ibaratnya, dalam hal memaknai keberadaan hantu dan setan dalam karya-karya seni layar lebarnya, maka sineas Indonesia pun internasional telah berhasil memaknai bahwa keberadaan makhluk gaib seperti iblis, jin dan setan itu berusia jauh lebih panjang dari manusia. Mereka dimatikan ketika kiamat tiba, dengan tetap diberi kesempatan untuk selalu menggoda iman dan perilaku manusia agar lebih memilih keburukan.



Seolah tiada nampak sosok mencerahkan selayaknya seorang Ibunda yang sesungguhnya.

Pengabdi Setan Pertama dan Kedua Menekuk Potret Kasih Ibunda 

Kesuksesan Pengabdi Setan versi orisinal besutan Sisworo Gautama Putra tahun 1980, berlanjut menjadi sukses versi reboot pada tahun 2017, dengan tatanan kisah dan teknologi gambar serta suara yang jauh lebih apik, garapan sutradara Joko Anwar yang dikenal menyukai memberi sentuhan gelap, noir, dalam setiap karya-karya sinemanya.

Persamaan Pengabdi Setan antara versi orisinal dengan reboot, terletak pada kehadiran sosok wanita penyebab terundangnya makhluk-makhluk mengerikan yang mengganggu kehidupan satu keluarga.

Sedangkan perbedaannya terletak pada versi reboot yang menjadikan sang Ibunda sebagai sosok sentral makhluk halus itu sendiri.

Dalam reboot pertama Pengabdi Setan tahun 2017, yang mengambil suasana latar belakang Jakarta awal tahun 1980-an, maka tergambar sosok Ibunda beserta lonceng pemanggil pertolongan saat dia masih hidup, tengah terbaring sakit parah di peraduannya, tampak mengerikan sejak awal. Seolah tiada nampak sosok mencerahkan selayaknya seorang Ibunda yang sesungguhnya.

Kengerian semakin menjadi ketika sosok ibunda tersebut meninggal dunia, berubah menjadi arwah gentayangan, melibatkan makhluk-makhluk buas menyeramkan lainnya untuk mengganggu keluarganya sendiri.

Potret sang Ibunda dalam reboot Pengabdi Setan tampak usang, noir, bernuasa menebar kengerian.

Tampaknya, Joko Anwar belum tuntas menebar kampanye dalam karya sinemanya, bahwa sosok ibunda, ketika tersakiti hatinya, tak peduli siapa saja orangnya, apakah orang lain atau orang-orang yang dulu dikandungnya, bakal menjadi sasaran pelampiasan dendam lara hatinya.



…ramuan kisah horor yang tak melulu menebar ketakutan, namun juga mengakomodasi ruang-ruang pertanyaan…

Peringkat D Sebagai Introspeksi

Tahun ini, lima tahun pasca Pengabdi Setan versi reboot, adalah kelanjutannya, Pengabdi Setan 2: Communion, menghadirkan sosok ibunda yang akibat pengaruh pernah mengabdi pada setan, kemudian di alam baka dia larut dalam kebencian, bergentayangan di alam nyata menebar kengerian bersama rekan-rekan sejawat dimensi halusnya, para setan pocongan.

Sosok Ibunda yang selama ini bagi banyak orang yang terlahir darinya, tergambar begitu tiada pernah sempat membalas kasih sayangnya, sontak luluh lantak dalam alur tuturan sekuel reboot Pengabdi Setan ini.

Sementara, kisah yang mirip, tentang sosok ibunda makhluk halus, pernah tergambar cintanya pada seorang anak, tiada pernah terjeda oleh waktu dan terbatas oleh dimensi alam nyata dan alam baka, dalam Mama (2013), besutan Andy Muschietti sutradara asal Argentina, yang juga sukses menggarap It (2017) tentang setan badut.

Sebagai karya sinema nasional yang mencoba menghiasi rangkaian cerita dengan suasana Jakarta tahun 1984-an yang tertata apik hingga menuai nostalgia masa-masa mapan era Orde Baru, maka Pengabdi Setan 2: Communion, sangat terpengaruh oleh jalinan cerita karya Ari Aster sineas Amerika Serikat yang sukses meramu kisah-kisah horror ngeri memilukan, Hereditary (2018) dan drama horor psikologi, Midsommar (2019).

Sebuah ramuan kisah horor yang tak melulu menebar ketakutan, namun juga mengakomodasi ruang-ruang pertanyaan dalam pikiran, mengapa terjadi demikian.

Hampir beriringan dengan KKN di Desa Penari (2022), maka Pengabdi Setan 2: Communion juga menawarkan suguhan kisah horor dalam balutan noir, menuai traumatis, dengan tetap menjanjikan bahwa kelak, hantu dan setan yang sama, ataupun makhluk halus yang menjadi kolaborator mereka bakal kembali lagi memanjakan goncangan jiwa yang dahsyat bagi pemirsanya, para penggemar sensasi merindingnya bulu roma.

Hanya saja, kali ini Joko Anwar tak hanya gagal dalam mengeksploitasi kehadiran seorang ibunda yang seharusnya memiliki jiwa menolong orang-orang yang terlahir dari rahimnya, namun juga terjebak dalam upaya menebar kengerian yang berlebihan. Ibarat tata musik horor yang seharusnya terdengar psikedelik kusut, malah terdengar gamblang bagai alunan trash metal.

Kehadiran setan-setan pocong yang terlampau sering, membuat pemirsa yang berpikiran nakal bisa beralih ke pikiran akan kehadiran olahan masakan pepes atau lemper yang terbalut daun pisang.

Atau, betapa pengapesan, kesialan setan pocong terletak pada keberadaan sebuah portal palang pintu kawasan perumahan. Lompat tak bisa, membungkuk pun pasti kesusahan, yang membuat setan pocong hanya berdiri merenung berlama-lama.

Nilai D, cukup menjadi apresiasi bagi Pengabdi Setan 2: Communion. Moral kisah dan nilai yang ditawarkan dalam karya sinema ini, bahkan belum melampaui karya sinema porno sekalipun, yakni menyiratkan betapa antara kebahagiaan dan kesedihan terbatas sangat sempit, terwakili oleh guratan rona wajah yang seolah kesakitan.

Nilai D bukan berarti gagal, melainkan masih ada kesempatan mengulang, guna memperbaiki.

Sejalan dengan kehadiran makhluk-makhluk gaib, iblis, jin dan setan yang tak pernah mati hingga akhir waktu, kiamat nanti.