Seperti sebagian besar pekerja, saya selalu mempersiapkan segala perlengkapan sebelum memulai pekerjaan. Minggu malam adalah malam yang saya sebut sebagai malam paling sibuk. Selain harus melipat rapi semua cucian tadi pagi, yang utama lama dari segalanya adalah menyiapkan seragam dinas untuk besok.

Berbeda dengan malam Senin yang lalu-lalu. Kali ini saya malah tertampar dengan aktivitas ini. Setelah melihat seragam saya, saya tersadar dan berkata dalam hati “eh, saya ini ASN, apakah saya akan jadi seperti ASN pada umunya, atau menjadi ASN yang punya integritas dan nilai tawar untuk kemajuan birokrasi?”

Barangkali sebagian dari kita telah menyadari, setengah kehidupan adalah keberuntungan, setengah yang lain adalah disiplin. Dan inilah bagian terpenting, karena tanpa disiplin, kita tak akan tau apa  yang akan kita perbuat dari keberuntungan kita tersebut. Kehidupan terus berubah,  pertumbuhan adalah sebuah pilihan, dan kita harus memilih dengan bijak.

Inilah alasan tulisan ini saya buat. Sebagai  oto-kritik bagi semua ASN, kita masih kurang disiplin dan masih gagap terhadap perkembangan jaman. Sebuah penyakit akut yang sebenarnya menurut saya menjadi alasan dasar kenapa negara yang merdeka sudah hampir satu abad ini masih gini-gini saja.

Toh, sumber daya manusianya saja masih gitu-gitu aja dari, lantas apa yang kita harapkan dari ini semua. So,  saya mengelompokkan masalah-masalah dasar ASN ini dalam tiga hal sederhana, yakni mindset ASN, etos kerja dan melek teknologi. Yang menurut saya, ketiga-tiganya menjadi modal mutlak bagi semua ASN.

Saya ingat sebuah kalimat senior saya dulu, “ketika Anda merasa mentok, kesini bukan ke sana bukan, tak tahu harus berbuat apa, Anda sudah terjebak dalam siklus hidup yang akan membuat Anda tidak berkembang.” Kalau dipikir-pikir ASN hari-hari ini siklusnya seperti itu. Yaitu bekerja secukupnya dan nunggu waktu gajian.

Hehehehe, saya lumayan malu, tapi itulah faktanya. So, mari kita mulai.

Mindset Pelayan

Menurut data, 12,5% ASN memilih menjadi ASN karena pekerjaan ini aman. Instansinya tidak akan bubar, tidak akan kena PHK dan  prospek pendapatannya hingga hari tua. 12,5% ini adalah presentase 1 dari 8. Jumlah ASN di Indonesia sebanyak 4,2 juta maka lebuh dari 500 ribu ASN memiliki pendapat demikian.

Dari sekian banyak ASN yang saya jumpai, saya berkesimpulan bahwa ASN yang punya integritas tinggi dapat saya hitung dengan lima jari tangan. Sebagian malah terlihat terjebak pada siklus yang saya sebut di atas, namun ada juga yang punya etos kerja yang tinggi. Dan sialnya orang seperti ini malah di tertawakan.

Dalam prinsip change model. Mindset akan mempengaruhi perilaku dan perilaku akan mempengaruhi tindakan dan tindakan akan mempengaruhi hasil. Karena sebagian ASN berpikir bahwa, “kerja bagaimanapun gajinya tetap sama, tidak mungkin naik gaji sebelum waktunya atau tidak di PHK karena kerjaannya cuman sedikit.”

Mindset seperti ini harus kita ubah. Minimal dalam diri masing-masing harus ada pertanyaan gugatan, bahwa “setelah negara membayar saya, apa yang harus saya beri untuk negara dan masyarakatnya?”

Gambaran formalnya adalah UU Nomor 43 Tahun 1999 yang seharusnya mampu mengubah paradigma, bahwa dari administrasi kepegawaian menjadi manajemen PNS berbasis kompetensi dan prestasi kerja. Manajemen PNS adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban

Namun sayang, sebagian dari kita malah tidak mengindahkan hal tersebut, ASN sejak awal di desain untuk menjadi pelayan publik dan menjadi penyelenggara negara yang terlibat dalam membangun bangsa. Eh malah di pelesetkan menjadi beban negara yang tiap tahunnya menghabiskan hampir 257,3 triliun APBN.

Nah, mindset  ASN harus beroinetasi pelayanan publik dan loyal terhadap birokrasi, tanpa mengeyampingkan nilai-nilai kebenaran.

Etos Kerja

Tak jarang saya mendapati guyonan teman-teman semacam ini “datang duduk, main handphone dan gajian.” Sering pula saya mendapati ASN yang datangnya pagi-pagi hanya untuk merekam jarinya di sensor absen dan tak kelihatan lagi hingga siang hari. Ada juga yang datang ngerumpi dan pulang.

Ya, itulah faktanya. ASN hari-hari ini  memang layak kita daulat sebagai beban negara. Parahnya saat waktu evaluasi, tidak sedikit pekerjaan yang nunggak dan belum terselesaikan. Hal ini sialnya malah di amini sebagai kebiasaan, pengaruhnya akan sangat kuat apalagi jika dilakukan oleh banyak orang.  

Sudah saatnya lingkungan kantor di desain sebagai ruang yang di isi semangat dan etos kerja tinggi. Karena lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk di dalamnya adalah belajar. 

Terhadap faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti pengalaman, karena dengan lingkungan itu individu mulai mengalami dan mengecap alam sekitarnya.

Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu senantiasa tersedia di sekitarnya. Bila lingkungan kerja di bangun dengan kebiasaan. Maka langkah pertamanya adalah kita harus mampu meciptakan lingkunga dengan etos kerja yang tinggi dan disiplin.

Lingkungan yang mengedepankan kompetensi di segala bidang untuk menunjang kinerja. Kita mestinya sadar, bahwa ASN harus memiliki semangat disiplin yang tinggi, etos kerja profesional serta kreativitas dalam berinovasi dengan tetap berpedoman pada Undang-Undang.

Digital Mindset

Rasanya tak jarang, saya mendapati ASN yang dalam mengoperasikan software setenar Microsoft Office yang menjadi modal dasar setiap pekerjaan saja masih gagap. Tantangannya hari ini sistem digital menjadi grammar yang sudah ditetapkan dalam manajemen ASN.

Dalam menyongsong era digital, kompetensi yang dibutuhkan oleh ASN pada dasarnya adalah kemampuan menggunakan teknologi informasi dalam melakukan tugas dan fungsinya untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat. Untuk itu, perlu menggalakkan budaya literasi teknologi pada ASN yang mencakup dua hal yaitu literasi digital dan literasi data.

Berdasarkan data yang dirilis Kominfo tahun 2021 disebutkan bahwa indeks literasi digital masyarakat Indonesia berada pada taraf sedang yaitu 3,49 dari skala 5, hal ini membuktikan bahwa kemampuan masyarakat Indonesia dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi digital semakin membaik.

Hal ini juga perlu dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan publik yang cepat, praktis dan berbiaya murah dengan mengubah budaya kerja melalui transformasi digital. Ini adalah alasan kita sudah harus mengupgrade kemampuan kita dalam mengelola teknologi digital.

Literasi Digital berguna untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kecakapan penggunaan teknologi digital serta mendorong diri kita untuk lebih mengenal dan mengadopsi teknologi digital dalam melayani masyarakat. 

Jadi ASN gak boleh gaptek ya. So, berhentilah menjadi ASN yang hanya membebani negara, mari berdialog dengan diri sendiri dan tanyakan, "what bad habits should we get rid of?" dan lakukan perubahan.

Salam!!!