Sebelum pandemi, Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis angka proyeksi penduduk Indonesia tahun 2015-2045. Di dalamnya memuat bahwa bonus demografi di Indonesia terjadi pada tahun 2010-2036. Indonesia akan mengalami masa window of opportunity yang cukup singkat, yaitu tahun 2020 hingga 2022.
Setelah itu, rasio ketergantungan akan kembali meningkat sehingga bonus demografi akan berakhir pada tahun 2037 mendatang. Pemerintah pun telah bersiap-siap menyongsong masa bonus demografi ini.
Pendeknya masa window of opportunity Indonesia yang hanya selama tiga tahun harus dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin agar dapat membuahkan hasil percepatan pertumbuhan ekonomi. Setelah masa bonus demografi selesai, rasio ketergantungan muda semakin mengecil.
Sebaliknya, penduduk usia tua akan terus meningkat sehingga rasio ketergantungan tua akan membesar. Hal ini akan menjadi beban ekonomi bagi pemerintah terutama terkait masalah pelayanan fasilitas kesehatan dan kehidupan para manula.
Hasil Sensus Penduduk tahun 2020 yang dirilis BPS menunjukkan bahwa bonus demografi dan window of opportunity memang terjadi di tahun 2020. Proporsi penduduk usia produktif Indonesia adalah 70,72 persen di tahun 2020, merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah bangsa Indonesia.
Akan tetapi, benarkan Indonesia dapat memetik keuntungan ekonomi dengan adanya Pandemi Covid-19 di tahun tersebut? Padahal, tanpa adanya pandemi sekalipun, bonus demografi tetap masih dipertanyakan keuntungannya.
Bila disertai ketersediaan lapangan kerja maka bonus demografi akan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, bila lapangan kerja lebih sedikit dibanding generasi muda angkatan kerja maka pengangguran dan kemiskinanlah yang akan tercipta.
Kaitan Bonus Demografi Dan Pertumbuhan Ekonomi
Teori pertumbuhan ekonomi endogen menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh sumber daya alam, tenaga kerja, investasi, teknologi, dan modal manusia.
Semakin banyak sumber daya alam yang ada, semakin banyak tenaga kerja yang tersedia, semakin besar dana yang diinvestasikan, semakin canggih teknologi yang digunakan dan semakin baik modal manusia di suatu daerah maka akan mendukung pertumbuhan yang tinggi.
Besarnya tenaga kerja tersebut berasal dari banyaknya populasi di suatu daerah. Populasi yang mendukung pertumbuhan ekonomi merupakan penduduk usia produktif yaitu usia 15-64 tahun.
Negara yang memiliki penduduk usia produktif lebih besar dari penduduk usia non produktif akan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Keadaan ini dinamakan bonus demografi. Bonus demografi menyediakan tenaga kerja yang besar dan akhirnya akan meningkatkan pendapatan per kapita.
Dengan peningkatan pendapatan perkapita, maka tabungan masyarakat juga akan meningkat, baik untuk investasi maupun untuk pemenuhan pendidikan dan kesehatan sehingga modal manusia akan semakin baik. Modal manusia yang besar juga akhirnya akan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pengaruh Bonus Demografi Di Negara Lain
Negara-negara maju telah membuktikan bahwa transisi demografi yang telah dilaluinya dimasa lampau membuat kemajuan ekonominya sepesat sekarang ini. telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengkaji hal ini.
Transisi demografi sejak 1965 hingga 1990 di Asia Timur telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang ajaib dikarenakan pertumbuhan penduduk usia kerja yang tinggi (Bloom & Wiliiamson, 2015). Percepatan pertumbuhan ekonomi di Etiopia juga disebabkan oleh bonus demografi (Gribble & Bremner, 2012).
Selain itu, transisi demografi di negara berkembang Thailand terbukti meningkatkan angkatan kerja yang selanjutnya akan mengingkatkan pertumbuhan ekonomi melalui window of opportunity (Bloom, Canning, Fink, & Finlay, 2007; Roa, Saura, & Vazquez, 2010)
Demikian juga dengan bonus demografi di Korea Selatan yang menstimulasi pertumbuhan ekonominya menjadi yang tercepat. Selain itu, penurunan tingkat kelahiran dan penambahan proporsi penduduk usia kerja di China terbukti meningkatkan PDB per kapitanya (Liu & Hu, 2013)
Peningkatan PDB per kapita di India dan Pakistan juga berhubungan positif dengan pertumbuhan proporsi penduduk usia kerja dan berhubungan negatif dengan angka beban ketergantungan (Choudhry & Elhorst, 2010).
Oleh karena itu, sebelum pandemi covid-19 terjadi, telah diprediksi bahwa bonus demografi berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat disimpulkan dengan melihat data pertumbuhan ekonomi tahun 1958-2019 dan dihubungkan dengan rasio ketergantungan.
Kondisi bonus demografi Indonesia di saat Pandemi
Kondisi pandemi covid-19 membuat perekonomian menjadi lesu. BPS merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang biasanya stabil pada angka lima persen berkontraksi menjadi 2,07 persen di tahun 2020 dan hanya mampu tumbuh 3,69 persen di tahun 2021.
Sehingga keuntungan ekonomi yang didapat selama masa bonus demografi dan window of opportunity yang diharapkan terjadi di tahun 2020 hanya tinggal kenangan. Hal ini tidak sesuai dengan prediksi sebelumnya.
Selain keterpurukan ekonomi, pandemi juga mengakibatkan berkurangnya lapangan kerja secara drastis. Angka pengangguran yang dirilis BPS mengindikasikan lonjakan pengangguran dari 5,28 persen pada September 2019 menjadi 7,09 persen pada September 2020.
Padahal syarat mutlak percepatan pertumbuhan ekonomi dalam masa bonus demografi adalah luasnya kesempatan kerja. Apabila lapangan usaha berkurang maka besarnya angkatan kerja dalam masa bonus demografi malah akan menjadi pengangguran dan beban ekonomi.
Peningkatan pengangguran tersebut mengakibatkan lonjakan penduduk miskin dari 9,22 persen pada tahun 2019 menjadi 10,19 persen pada tahun 2020. Kelesuan ekonomi, berkurangnya kesempatan kerja, serta bertambahnya angka kemiskinan membuat bonus demografi malah menjadi tantangan, bukannya peluang seperti diharapkan sebelumnya.
Untungnya, revolusi industri 4.0 menjadikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berkembang pesat secara global, termasuk juga di Indonesia. Hal ini dapat dimanfaatkan agar bonus demografi tidak menjadi sia-sia.
Solusi
BPS merilis Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dari 3,88 (kategori rendah) pada tahun 2015 menjadi 5,59 (kategori sedang) pada tahun 2020.
IP-TIK disusun oleh 3 subindeks, yaitu subindeks akses dan infrastruktur yang mencerminkan kesiapan TIK, subindeks penggunaan yang mencerminkan tingkat penggunaan TIK, dan subindeks keahlian yang mencerminkan kemampuan yang diperlukan dalam TIK.
Peningkatan indeks ini mengindikasikan bahwa kemajuan TIK di Indonesia telah berkembang dengan pesat. Kemajuan TIK dalam menggerakkan perekonomian telah terbukti secara internasional.
Oleh karena itu, Indonesia bisa memanfaatkan peluang TIK ini dalam menggerakkan perekonomian nasional. TIK ini sangat popular di kalangan generasi muda yang sangat melimpah pada masa bonus demografi sekarang ini.
Dari sisi masyarakat, bonus demografi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi apabila semua penduduk ikut serta di dalamnya, kurangnya pekerjaan sebagai imbas pandemi dapat disikapi dengan kemajuan TIK dan geliat ekonomi kreatif penduduk muda pada periode bonus demografi.
Dari sisi pemerintah, skala prioritas pembangunan oleh Bappenas berupa transformasi ekonomi dan digitalisasi ekonomi mutlak diperlukan agar percepatan pertumbuhan ekonomi dapat dicapai. Peran pemerintah dalam memajukan infrastruktur TIK akan menunjang geliat ekonomi kreatif penduduk muda.