Senja telah berpamitan pada pagi seiring terbentang-nya cahaya merah di langit Barat Batulayar adalah sebuah lonceng berakhirnya kemunafikan para insan dengan pagi.

Mimpi tidak akan lengkang karena malam datang. Namun, malam adalah perenungan langkah menuju istana mimpi. 

Pikiran jarang berdamai dengan malam. Setiap tiba sang gelap pikiran tidak pernah berhenti bergejolak dengan  hiruk-pikuk dunia , lalu lalang ilusi keserakahan manusia, menghantui lalu ber-nari-nari tanpa sebuah visi yang jelas. Timur, barat, selatan, utara tidak luput dari cengkeraman otak.

Sekelompok orang  tersesat tanpa tahu misi dipundaknya. Mereka berjalan tanpa alas dan cahaya sehingga terjatuh pada lubang-lubang kesesatan. Dia Menuntut langkah menjejaki semak belukar sehingga  tiba pada singgasana mimpi.

semua keluh kesah, canda tawa, susah senang ter-lepaskan kepada malam. Walau hanya suara jangkrik, dan belalang yang menjawab, sang bintang enggan mendengarnya dia lebih memilih bersembunyi di balik awan hitam. Apalagi sang rembulan "aku pergi saja" ujarnya. 

Lingkungan membosankan tidak ada tantangan dan ekspektasi apalagi estetika "Dasar Pecundang , lebih baik kau mati saja" kata hembusan angin berbisik. Tidak berani keluar dari zona nyaman, bercengkerama dengan nyanyian "ninak bobo ohh ninak bobok". Terlena lalu terjebak dalam ilusi.

"Bermimpi-lah setinggi langit, bila engkau hendak terjatuh engkau akan terjatuh di antara Bintang-Bintang". Ucapan sang proklamator, Soekarno  kepada generasi bangsa Indonesia terngiang-ngiang jelas bersama redup nyala lampu.

Jangan takut bermimpi karena dengan mimpi hidup akan berwarna. Jangan pula takut terbentur karena dengan terbentur...terbentur...terbentur... engkau akan terbentuk.

Mimpi adalah sebuah energi yang membuat jiwa seorang menjadi teguh, tangguh, layaknya karang di lautan. 

Bermimpi-lah karena dengan mimpi kau akan mengenal jati diri, paham makna letih- nya perjuangan, sakitnya pengorbanan dan kau akan tahu nikmatnya sebagai  pemenang. Seorang musafir yang tersesat babak belur adalah mereka yang tidak jelas kakinya melangkah, terombang-ambing layaknya debu yang beterbangan.

Jiwa butuh badai untuk tangguh, seperti orang bijak pernah ber-sajak " pelaut ulung tidak terlahir dari ombak yang tenang, namun dari badai dan ombak yang besar". Itulah santapan bagi kaum aktivis jalanan.

Malam yang  identik dengan gelap. Saat-saat  para begundal beraktivitas, waktu wanita penghibur memetik rezeki. Para tikus berdasi berkongsi menggerogoti negara, tempat para pemabuk bersuka cita, semua memanfaatkan gelap karena dia adalah topeng yang menyembunyikan setan. Mereka selalu berharap malam tidak akan pernah berakhir, bila berakhir matilah aliran-aliran estetika, dan senangnya.

Malam bukan hanya gelap namun dia sunyi. Tempat untuk para pecinta melepaskan kerinduannya.. bercumbu saling bercengkrama, bercinta sampai jiwa lupa akan jasadnya. Mereka yang mabuk dengan rindu melepaskan ketika kesunyian di tengah malam. Bersujud sambil meneriakkan nama sang pujaan hati.

Wajah sang kekasih membelenggu kesadaran, hampir setiap detik dia menghantui pikiran-pikiran pecinta. Senyuman manisnya, lekukan tubuh dan jilbab biru yang membalut kepalanya ikut terlibat dalam pergolakan rindu.

Dia membelenggu diri pada malam yang tidak kenal kompromi. Membiarkan jiwa tidak memejamkan mata, berguling berglinding tidak jelas layaknya bola yang tidak bertuan.

gambaran wajahnya, gayanya serta tatapan matanya bergejolak dalam pikiran, malam menyiksa sepanjang datangnya.

Malam menjadikan aku sebagai pengembala bintang-bintang  menghitung satu persatu layaknya seorang gila, hingga angin menusuk jiwa.

malam adalah peristirahatan jiwa-jiwa yang letih akan pagi, bosan dengan sendiwara para penjilat, Melepas lelah para pekerja kasar, kedatangan malam selalu dinanti oleh mereka.

Dilain sisi mereka yang memberikan dirinya label intelektual, dan aktivis lebih suka berdialek serta bercinta dengan wacana, namun lumpuh pada aplikasi dan malam adalah sebuah teropong untuk mereka.

Hujan mengguyur bumi Batulayar, kesunyian berubah kebisingan. Bulan dan bintang hilang tenggelam, pikiran sepanjang malam bising akan dinamika cinta yang alay. Dramatika mereka yang punya kepentingan, dunia dipenuhi oleh manusia yang bertopeng.

****

Bila awang-awang kemerahan terbentang di langit bumi lombok timur. Tidak lama lagi nyanyian para perindu ber-sahut-sahut di dari toa-toa masjid, nyanyian panggilan rindu bagi jiwa-jiwa yang mati hanya pada malam.

Dan untuk mereka yang menjadikan malam sebagai waktu berkongsi dan berpesta ria. Suara-suara tersebut menghentikan kesenangan dan pesta mereka, terkadang membuat kesal mereka. "Dasar kampret. Tidak tahu orang lagi senang. Apa? ". Celoteh-nya.

Seiring itu, langkah kaki para buruh tani, para pedagang pasar telah berhamburan di muka bumi, kesana-kemari untuk memuaskan hasrat perut.

****

Bila burung-burung mulai bernyanyi, suara langkah kaki terdengar sebentar lagi sang fajar "nongol" dengan senyuman manis dia menyapa semesta. "Aku telah datang, silahkan kalian berjalan di muka bumi, carilah rezeki yang di turunkan Tuhan kepada kamu." Kata dia memberi salam kepada manusia dan binatang.

Manusia mereka itu tuli dari ayat-ayat yang tampak, bergantinya siang dan malam. Walau mentari sudah remaja mereka nikmat dengan selimut, bantal dan kasur yang empuk. Sungguh mereka pada "kampret". Mereka lebih tertarik pada singgah sana mimpi. Dan binatang-binatang-lah yang mendengarkan serta burung-burung bernyanyi karenanya. Malam membuat mimpi-mimpi tertelan dalam kesunyiannya.