Hubungan internasional semakin meningkat dan berkembang di berbagai bidang, hal ini didorong oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengakibatkan meningkatnya interaksi dan saling ketergantungan antar negara dan bangsa.

Melihat perkembangan dunia saat ini, masih banyak kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas. Hal yang sama pun terjadi di Indonesia hingga sebagian masyarakat menganggap penegakan HAM di Indonesia sangat buruk. Walaupun begitu, Indonesia tetap tidak akan tinggal diam.

Indonesia sebagai negara hukum menjunjung perlindungan HAM dalam Undang – Undang RI Nomor 39 tahun 1999. Dikutip dari Komnas HAM Republik Indonesia, Undang – undang tersebut menegaskan bahwa Hak Asasi Manusia sangat melekat bagi tiap manusia agar selalu dihormati, dilindungi, dan dijunjung tinggi harkat dan martabatnya.

Dibalik Undang – Undang RI Nomor 39 tahun 1999, terdapat sebuah lembaga mandiri yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia yang bernama Komisi Nasional (Komnas) HAM.  

Masa pemerintahan Joko Widodo mempunyai prinsip “inward-looking”  yang dianut dalam penerapan politik luar negeri Indonesia, yang kerap dikenal sebagai prinsip bebas-aktif.

Dalam Undang – Undang RI Nomor 37 tahun 1999 Pasal 3 ditegaskan maksud “bebas-aktif” yaitu politik luar negeri yang bukan merupakan politik netral, melainkan politik luar negeri yang bebas dalam menentukan sikap, bijaksana terhadap permasalahan internasional, dan tidak terikat secara a priori pada satu kekuatan dunia.

Tidak melupakan keaktifan dalam memberikan sumbangan baik dalam bentuk pemikiran ataupun partisipasi aktif untuk menyelesaikan konflik, sengketa, dan permasalahan dunia lainnya demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Prinsip ini menggambarkan Indonesia yang turut aktif berkontribusi dalam wadah Internasional.

Keaktifan terlihat dari terpilihnya Indonesia menjadi anggota Dewan HAM PBB dan Komisi III PBB. Isu yang diprakarsai antara lain, isu mengenai kebebasan beragama, kebebasan berekspresi, kebebasan berkumpul, penghapusan bentuk – bentuk penyiksaan, hingga perlindungan hak pekerja migran.

Indonesia juga pernah menjadi inisiator dan kofasilitator bersama dengan Filipina mengenai Violence against Women Migrant Worker (Indonesia dan Perlindungan Hak Asasi Manusia, 2019).

Tidak hanya itu, indonesia juga aktif dalam berbagai isu internasional. Pertama, dalam isu kesetaraan gender dan hak anak, Indonesia menjadi salah satu anggota awal dari Equal Futures Partnership (EFP). Kedua, pada tahun 2015 Indonesia kembali diundang untuk menjadi penggerak isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan melalui kampanye global #HeForShe.

Ketiga, Indonesia menjadi salah satu kelompok inti Convention against Torture Initiative (CTI) bersama Ghana, Denmark, Chile, dan Maroko. Kemudian, Indonesia aktif mengembarkan Guiding Principles on Business and Human Rights sebagai upaya meningkatkan kesadaran akan isu bisnis dan HAM. Kemlu Indonesia tujuan upaya ini untuk membuktikan komitmen Indonesia terhadap perlindungan untuk kelompok yang rentan di tataran multilateral.

Kontribusi aktif Indonesia terkait penegakan HAM di ranah internasional juga ditunjukkan dengan peran Indonesia di berbagai forum multilateral yang mengulas isu HAM seperti ECOSOC, Dewan Keamanan PBB, Commision on Population and Development (CPD) dan lainnya.

Wakil Tetap Indonesia untuk PBB Duta Besar Hasan Kleib secara aklamasi terpilih menjadi ketua sidang ke-45 CPD.

Pembahasan forum mulitlateral meluas dari bidang ekonomi, sosial, kesehatan, hak reproduksi, kependudukan, pembangunan, hingga isu keamanan berbentuk upaya memerangi terorisme dan pencegahan akses senjata pemusnahan massal yang dimiliki entitas nonpemerintah.

Indonesia bersama DK-PBB juga menyediakan konsensus mengenai kesempatan travel exemption pada proses rekonsiliasi di Afghanistan.

Terlebih lagi, Indonesia aktif membangun kemitraan di di bidang HAM dalam hubungan bilateral maupun multilateral di tingkat regional hingga global. Pelaksanaanya berupa forum dialog kerja sama, pembentukan  badan khusus HAM, dan juga banyak pembahasan tentang HAM di dalam maupun di luar mekanisme HAM PBB.

Mengerucut ke tingkat regional, ASEAN, perumusan dalam Komisi HAM ASEAN (ASEAN Intergovermental Commision on Human Rights- AICHR) melibatkan Kemlu Indonesia. Keterlibatan Kemlu juga meliputi pembahasan draft instrumen perlindungan tenaga kerja migran ASEAN (ASEAN Instrument on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers).

Mengutip dari kemlu.go.id (2019), Indonesia pun aktif dalam sejumlah kegiatan Organisasi Kerja sama Islam (OKI) dengan terpilihnya Kemlu Indonesia sebagai koordinator bahkan ketua komisi. Bersama OKI, Indonesia membentuk kerja sama menyelenggarakan Konferensi Tingkat Menteri ke-4 tentang Peran Perempuan dalam Pembangunan OKI (The 4th Ministerial Conference on the Role of Women in Development of OIC Member States).

Dilansir dari Perlindungan HAM (2019), kerja sama lainnya berbentuk pengadaan Seminar on Human Rights Education bekerja sama dengan Independent and Permanent Human Rights Commision of the Organization of Islamic Cooperation (Komisi HAM OKI).

Meskipun tingkat penegakan HAM di Indonesia masih tergolong rendah, semangat Indonesia tidak akan goyah dalam memaksimalkan hingga dapat menyelesaikan segala pelanggaran HAM. Indonesia juga berupaya menjaga hak asasi manusia agar tidak dimanipulasi, disalahgunakan, ataupun dirampas dari kehidupan masyarakat.