Sebagian orang mengatakan bahwa filsafat masih hidup. Sebagian lagi menyatakan sudah mati. Yang di maksud hidup dan mati sebuah bidang filsafat, itu karena seseorang belum bisa menemukan "makna" eksistensialnya.
Tetapi, apakah filsafat ada maknanya? Saya berpandangan bahwa filsafat jelas ada maknanya. Sangat bermakna, jika seseorang memakai filsafat untuk memahami dan menyelami: sesuai dengan kegunaannya. Apa fungsi filsafat? Fungsinya adalah untuk mempertanyakan hal-hal mendasar yang di anggap besar dan final.
Misalnya, eksistensi agama, keberadaan pencipta, hakikat alam raya, hakikat manusia, dan sejenisnya. Filsafat mempertanyakan hal-hal dasar dan semua itu yang di anggap belum berakhir.
Sebelum sains modern lahir, filsafat sudah sepenuhnya bergantung pada logika. Pertanyaan-pertanyaan tentang tuhan di analisa berdasarkan kemampuan-kemampuan akal.
Misalkan kenapa manusia diciptakan, dan siapa yang mengaturnya?
Karena belum ada yang menemukan mikroskop/teleskop. Beragam jawaban mereka adalah sepenuhnya spekulatif.
Tidak ada alat bantu yang bisa mengukur dan memahami hakikat eksistensi-Nya manusia, dan keberadaan alam raya. Selain daripada tebak-tebakan para filsuf.
Plato menebak bahwa eksistensi manusia adalah sebuah keteraturan (demiurge). Sesuatu yang bergerak pastilah ada yang mengaturnya. Bahasa lain adalah sejenis tuhan bagi orang-orang yang beragama.
Socrates, gurunya Plato, punya tebakan lain yang sedikit berbeda dari gurunya. Menurutnya karakter utama dari eksistensi manusia dan alam raya ini terjadi adalah karena ada yang "bergerak". Ciri khas utama yang "bergerak" adalah sesuatu yang hidup. Sesuatu yang hidup pasti ada yang menggerakkan.
Menariknya di sini pernyataan mereka adalah sesuatu yang hidup bisa bergerak. Itu karena, tidak ada kehidupan yang berasal dari benda mati. Menurut Louis Pasteur, semua kehidupan itu bermula dari benda yang hidup.
Dalam pandangan kedokteran modern. Itu di sebut sebagai konsep biogenesis, yang kelak menjadi filosofi dasar, ilmu sains dan biologi.
Tetapi, masalahnya, konsep itu sudah ada sejak jaman filsafat Yunani Kuno yang di pakai oleh Thales, Newton, Anaximandros, dan Xenophanes. Intinya menegaskan bahwa materi adalah esensi kehidupan. Tak mungkin ada materi yang berasal dari ketiadaan. Dan mustahil juga kehidupan bermula dari kekosongan.
Dalam sains modern, Stepen Hawking berhasil menguak soal hukum kekekalan materi. Bahwa energi/materi itu tidak dapat di produksi dan di hasilkan, tetapi bisa berubah bentuk.
Bagi Einstein, eksistensi manusia dan alam raya ini adalah energi itu sendiri. Jika alam raya ini adalah materi/energi. Maka konsekuensinya adalah dunia ini memang telah berusia cukup lama dan abadi. Dengan maksud lain, manusia, alam, dan agama. Itu tidak pernah diciptakan oleh siapapun. Melainkan semua itu ada dengan sendirinya, sejak permulaan.
Pandangan itulah, yang kemudian menjadi pegangan kuat dari eksistensi sains modern, dan ilmu pengetahuan.
Tetapi, benarkah Filsafat dan Agama mati, Karena Ulah Sains?
Sebelum sains modern lahir, manusia sudah duluan mengenal filsafat. Sebelum filsafat lahir, manusia sudah lebih dulu mengenal agama. Filsafat dan agama lahir lebih dulu dari sains modern. Filsafat berperan menggunakan logika. Sedangkan agama lebih mengandalkan wahyu dan mukjizat. Sains modern sendiri menggunakan energi/materi.
Antara agama, sains modern, dan filsafat itu sendiri adalah tiga entitas yang berbeda. Namun tujuannya mereka adalah sama. Seperti tubuh tanpa kepala, mata tanpa telinga, dan fisik tanpa jiwa. Itu tidak dapat bekerja tanpa memiliki hubungan satu-kesatuan yang sama dari suatu entitas yang berbeda. Pure Logic.
Jika Anda ingin minum, bukan karena Anda merasa haus. Tetapi karena cairan dalam bak tubuh Anda menurun. Sama juga seperti orang lapar. Ketika dia butuh makanan, bukan karena dia merasa kenyang. Tetapi karena energi/materi dalam sel tubuhnya mengalami berkurang.
Filsafat menghadirkan fiksi, ketika materi berkurang, agama menemukan imajinasi, ketika energi menurun. Sehingga seseorang yang merasa lapar tadi, akan merasa kenyang. Jika ia memakan nasi.
Sedangkan sains modern menjawab soal materi atau hukum kekekalan energi. Agar supaya itu semua tidak bisa di pisahkan dari fiksi dan imajinasi. Terlepas Anda percaya atau tidak, sesudah orang makan nasi. Pasti ia mendapatkan energi. Sains modern mengakui soal itu.
Jadi, benarkah Filsafat dan Agama mati, Karena Ulah Sains? Tidak.
Tampak di sini bahwa filsafat, sains modern, dan agama seperti memiliki hubungan. Titik tolak mereka berbeda. Konsekuensinya, adalah kesimpulan dari ketiganya pun memiliki hubungan yang sama. Kebenaran sains sama dengan kebenaran agama. Metode sains sama dengan metode agama.
Dalam dunia filsafat, penyakit dianggap sebagai kutukan Tuhan, dan penyiksaan para dewa. Mereka menumpahkan kemurkaan pada manusia.
Makanya, dulu banyak ritual agama dan tradisi penyucian dosa yang di anggap sebagai sarana penyembuhan. Tujuannya mereka adalah agar supaya murka sang kuasa berhenti dan menganugerahkan kesehatan.
Tetapi, Galileo Galilei dan Johannes Kepler yang pertama kali mengamati dan menyadari bahwa penyakit bukan bersumber dari angkara kemurkaaan Tuhan dan para dewa. Menurutnya mereka, penyakit adalah sebuah gejala dan fenomena alam yang biasa.
Penyakit itu utamanya terjadi. Dikarenakan tidak ada keseimbangan cairan dan sel-sel dalam tubuh. Dalam kedokteran modern, mereka menyebutkan konsep yang demikian sebagai prinsip homeostasis tubuh. Di ilmu perbintangan pun begitu. Dahulu, perpaduan antara agama, filsafat dan sains modern melahirkan Astrologi (Ilmu Perbintangan).
Esensi dari astrologi adalah semua kedudukan bintang dan benda-benda luar angkasa di langit berhubungan erat dengan kondisi manusia di bumi. Terutama menyangkut tentang soal kehidupan di masa yang akan datang.
Tetapi kita jangan salah, bahwa sains modern dulu berjasa menuntun manusia menjejaki kaki di bulan. Seperti kata Neil Armstrong “Jika mendarat di bulan: Ini hanyalah satu langkah kecil seorang manusia. Namun, di masa kini adalah lompatan besar bagi peradaban manusia.”
Lewat senjata khas sains berupa metode observasi, eksperimen, dan akurasi pengamatan fisika dan perhitungan matematis, kebenaran terungkap. Bumi bukanlah "pusat alam semesta". Melainkan matahari. Artinya bisa dikatakan, sains menghasilkan kemajuan masa depan. Sedangkan agama melahirkan hukum, dan ajaran. Sementara filsafat menghidupkan materi/energi yang terputus.