Setiap kali ada kabar harga BBM naik pasti ada banyak kegaduhan. Biasanya yang gaduh adalah pengamat di media dengan berbagai analisisnya. Ada yang berempati tak jarang juga yang menyalahkan pemerintah. Keadaan seperti ini sering kali terjadi, akan tetapi, apakah masyarakat juga demikian?
Masyarakat kecil memang merasakan dampak kenaikan harga BBM, salah satunya adalah biaya anggaran bahan bakar yang mungkin harus lebih diirit agar tidak tekor dan mengganggu pendapatan yang belum tentu juga ikut naik.
Apa yang terjadi di lapangan kadang berbanding terbalik dengan kegaduhan yang disuarakan pengamat tersebut. Kita bisa melihat di beberapa stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) selalu terlihat banyak antrian. Seolah mereka tak peduli dengan kenaikan harga BBM, mereka tetap mau berjajar memanjang di SPBU hanya untuk mengisi bahan bakar motornya.
Inilah yang terjadi di masyarakat, meski harga BBM naik eh, malah banyak antrian terjadi di stasiun pengisian bahan bakar. Hemmmm ...
Jika sudah begini, para pengamat ekonomi tersebut sebenarnya menyuarakan buat siapa? Ada beberapa penampakan yang terlihat, ternyata antrian tersebut banyak mengular di bagian penjualan bahan bakar tipe pertalite bukan yang pertamax. Harga yang berbeda jauh membuat konsumen menuju salah satu bahan bakar yang harganya lebih murah tersebut.
Padahal kita tahu, pertalite adalah BBM bersubsidi yang diperuntukkan kalangan kelas menengah ke bawah. Kenyataan di lapangan yang ikut antri bukan hanya motor, tapi juga mobil mewah. Sepertinya ada yang salah dengan cara pelayanan stasiun BBM tersebut.
Selama ini, konsumen yang bisa dicegah untuk membeli pertalite baru kendaraan milik instansi pemerintah. Kendaraan yang tergolong mewah masih dilayani padahal jelas pemiliknya pasti orang kaya. Lantas subsidi itu untuk siapa?
Kembali ke soal antrian tadi, apa yang dilakukan konsumen adalah wujud ketergantungan pada kendaraan bermotor khususnya roda dua. Mereka tidak menyadari telah melakukan pemborosan pada pendapatannya dengan selalu menggunakan kendaraan bermotor meski jaraknya tidak lebih dari satu kilo.
Malas adalah salah satu alasannya. Seharusnya mereka bisa berjalan kaki untuk sekedar pergi ke satu tujuan yang jaraknya tidak lebih satu kilo. Rasa malas ini membuat mereka apatis akan kondisi pengeluaran keuangan yang tak terasa telah dikeluarkannya. Nah meski harga BBM naik mereka seolah tak peduli toh tetap saja mereka sanggup membeli.
Salah satu cara memprotes kenaikan harga BBM adalah mengurangi ketergantungan terhadapnya dengan cara mengurangi intensitas untuk membelinya. Masyarakat bisa mulai melakukan aktivitas dengan meminimalkan penggunaan kendaraan bermotor. Berteriak pun tidak akan mengubah keadaan, misalnya harga kembali turun lagi.
Kebiasaan untuk selalu menggunakan kendaraan pribadi juga turut membuat masyarakat seolah tak memperkirakan dampak terhadap ekonomi pribadinya. Mereka bisa menggunakan kendaraan umum untuk bepergian yang jaraknya memang jauh.
Selain itu juga harus ada pemisahan saat pengisian bahan bakar, bahwa BBM bersubsidi hanya untuk motor ber cc kecil dan kendaraan umum. Jika ini tidak diterapkan secara ketat selalu saja masyarakat yang dirugikan karena bila pertalite habis mereka pun terpaksa membeli yang pertamax dengan harga yang lebih mahal.
Hukuman bagi pelanggar cara mengonsumsi BBM yang tidak tepat ini harus betul-betul diterapkan tanpa pandang bulu. Jangan lagi ada orang kaya yang masih mengonsumsi BBM bersubsidi. Kondisi ini sama dengan keributan Gas Elpiji 3 kg yang masih saja dicuri oleh perusahaan yang tidak seharusnya menggunakan gas ukuran tersebut.
Perilaku masyarakat harus berubah untuk melawan ketergantungan terhadap BBM. Berjalan kaki atau naik kendaraan umum bisa jadi solusi. Kendaraan pribadi harusnya digunakan seperlunya bukan semaunya. Jika ini bisa diterapkan, saya rasa antri yang memanjang di SPBU akan berkurang.
Tentunya akan menjadi paradoks yang bisa mengundang kelucuan saat pengamat berteriak pada pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM eh masyarakat malah tambah banyak terlihat sedang antri untuk mengisi BBM.
Siapa yang salah melihat hal seperti ini. Apakah mereka yang berteriak mempunyai efek di masyarakat atau hanya sekedar ingin bersuara agar mempunyai panggung dan terkenal. Dan siapa tahu ada manfaatnya di kemudian nanti misalnya, untuk kepentingan pribadinya atau partai pengusungnya.
Apapun yang terjadi, realitanya, harga BBM naik tapi semakin panjang antrian di SPBU. Nah..Lho.