Patut diakui bahwa penataan ruang dan wilayah kota-kota di Indonesia, sejauh ini memang belum bisa mengalahkan perencanaan masa kolonial Belanda, sewaktu sebagian besar wilayah Indonesia masih bernama Hindia Belanda.

Sebagai contoh, adalah tata ruang dan wilayah di kota Malang yang dibangun pada akhir abad 19 oleh pemerintah kolonial Belanda, dimana penataan kota mengadopsi tata kota Bandung yang telah terbangun terlebih dahulu.

Setelah merdeka terbebas dari belenggu masa pendudukan koloni kerajaan Belanda, maka mulai terdapat kecenderungan pembangunan sarana dan prasarana umum di Indonesia yang kurang mengedepankan sistem tata ruang dan wilayah. Antara lain dalam hal mengabaikan penataan fungsi drainase.



…memiliki kedalaman dan luasan yang sanggup menampung beberapa orang berukuran tubuh dewasa…

Drainase Jaman Belanda

Semakin lama, pembangunan rumah juga jalan raya di kebanyakan kota di Indonesia, tak disertai dengan tata drainase yang memadai, yang alirannya menuju ke titik area resapan, atau waduk buatan, juga sungai.

Sebagai contoh, di kota Malang terdapat kawasan yang dibangun semasa kolonial Hindia Belanda, yakni kawasan elit bernama Idjen Boulevard yang membentang di sepanjang Jl. Ijen termasuk beberapa ruas jalan penyangganya, antara lain Jl. Pahlawan Trip serta area sekitarnya. Di kawasan elit tempat hunia keluarga Eropa semasa kolonial, terdapat sistem drainase terpadu, yang arah aliran air dalam drainasenya menuju ke sungai Brantas di bantaran perumahan padat penduduk, di kawasan Oro-Oro Dowo.

Drainase terpadu tersebut, bahkan memiliki kedalaman dan luasan yang sanggup menampung beberapa orang berukuran tubuh dewasa, yang masuk dan bekerja di dalamnya. 

Pada tahun 1970-an, semasa masih anak-anak, pernah saya melihat pekerja pembersihan drainase tersebut bersama rekan kerjanya masuk ke dalam lorong-lorong drainase bawah tanah, sambil berdiri berjalan.

Sekarang, entah bagaimana pengelolaan sistem drainase rancangan insinyur-insiyur teknik Sipil jaman Belanda. Termasuk cetak biru sistem drainase terpadu kawasan elit di kota Malang itu masih ada atau sudah musnah, yang mungkin dibakar saat bumi hangus kota Malang sewaktu pendudukan oleh Jepang kisaran tahun 1942.



…Kabalon, pemandangan alamnya bagai Nirwana…

Sempat Menjadi Kota yang Hilang

Kota Malang adalah suatu kawasan di lereng pegunungan yang di dalamnya banyak sungai mengalir. Titik sentral pertemuan sungai-sungai yang mengalir di dalam kota Malang adalah kawasan Kebalen.

Kebalen satu wilayah yang bersejarah, yang ratusan tahun lalu bernama Kabalon, menjadi pusat pelaksanaan ibadah dan ritual beberapa kerajaan yang berpusat di sekitar kota Malang, beberapa ratusan tahun yang lalu.

Bentuk kontur tanah wilayah Kebalen relatif tinggi karena wilayah perbukitan. Sehingga bisa dibayangkan Kebalen dan sekitarnya yang ratusan tahun lampau masih bernama Kabalon, pemandangan alamnya bagai Nirwana, berupa tempat pusat ritual keagamaan di tanah tinggi yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.

Kawasan Kebalen Kota Malang, dataran tinggi yang dikelilingi banyak aliran sungai.

Sempat melalui banyak perjalanan sejarah yang panjang, mulai masa kerajaan Jawa Kuno sebagaimana catatan petilasan yang menunjukkan sejak abad ke 7 Masehi, seperti Kanjuruhan, Gajayana, Tumapel, Singhasari hingga Majapahit.

Kemudian masa-masa hening wilayah Malang pasca keruntuhan Majapahit pada pertengahan abad 15, yang membuat pusat kerajaan Jawa kuno dari wilayah Jawa Timur berpindah ke Demak dan poros Solo-Jogjakarta di Jawa Tengah, sebagai kerajaan Mataram.

Selanjutnya, setelah bangsa Eropa yang karena kebijakan raja dan ratu mereka untuk melakukan ekspedisi guna meraih kekayaan, kejayaan dan penyebaran agama (Gold, Glory, Gospel) hingga jauh ke wilayah timur bumi, mereka lalu mengenal wilayah Melayu dan Nusantara pada pertengahan abad 17, maka secara perlahan namun pasti bangsa Eropa seperti Belanda, Inggris, Portugis bergantian menduduki dan berkoloni di pulau-pulau Nusantara, antara lain Jawa.

Bisa dibayangkan, wilayah Malang hingga dikenal oleh pemerintah kolonial kerajaan Belanda pada awal abad ke-19 adalah bagaikan kota yang hilang, terselimut hutan belantara di lereng pegunungan.



…terpendam pada area-area yang memiliki kontur tanah yang ‘aneh’…

Petilasan-Petilasan yang Terpendam

Selama kurang lebih 400-an tahun menjadi wilayah terlupakan oleh perjalanan sejarah panjang, lalu setelah pemerintah kerajaan Belanda pulih ekonominya setelah babak belur akibat biaya perang Jawa menghadapi pemberontakan Diponegoro, maka wilayah Malang yang sempat hilang pun mendapat perhatian untuk dibangun menjadi sebuah kota modern pada jamannya.

Berada di ketinggian 506 meter di atas permukaan laut, berhawa sejuk karena berada di lereng pegunungan Kawi dan dikelilingi oleh banyak pegunungan, menjadi pertimbangan para ahli tata ruang dan wilayah pemerintah kolonial Belanda waktu itu, guna mendisain kota Malang menjadi sangat mirip dengan kota Bandung, yang lebih awal terbangun.

Sempat ratusan tahun menjadi kota yang hilang, membuat beberapa petilasan kuno di wilayah kota Malang pun menjadi kehilangan jejak sejarah. Di wilayah kota Malang, beberapa petilasan kuno seperti keberadaan Candi Badhut (Badyut), kolam segaran Wendit dan Watu Gong, serta Candi Singhasari dan pemandian air hangat Songgoriti yang berada di luar kota Malang adalah peninggalan orang-orang terdahulu ratusan tahun lalu di wilayah kota Malang dan sekitarnya.

Bahkan, masih ada kemungkinan adanya petilasan kuno yang terpendam pada area-area yang memiliki kontur tanah yang ‘aneh’, di tengah kota, yang berbentuk perbukitan namun  mengerucut cenderung berbentuk limas, seperti di wilayah Kebalen.

Bisa jadi, apabila di lakukan ekspedisi arkeologi, maka pada kedalaman tertentu di wilayah Kebalen adalah petilasan kuno, sejalan dengan ratusan tahun lalu semasa masih bernama Kabalon, maka wilayah Kebalen adalah pusat tempat ritual keagamaan kerajaan kuno, di suatu ketinggian yang pada bagian bawahnya mengalir banyak sungai.



…Oro-Oro Dowo memiliki makna tanah lapang luas dan memanjang.

Hanya Satu Hutan Kota

Lebih dari seratus tahun kemudian, setelah pemerintah kolonial Belanda membangun wilayah hunian warga Eropa tepat di area luas yang memiliki kontur tanah datar, di kawasan Idjen Boulevard dan sekitarnya, yang sekaligus menjadi penengah antara dataran tinggi Dinoyo di wilayah barat dan dataran rendah tempat pusat pemerintahan kota di kawasan Alun-Alun Bunder di wilayah timur, maka pasca meraih kemerdekaan secara perlahan terjadi pergeseran ilmu, teknologi dan budaya dalam hal perencanaan tata ruang dan wilayah di kota Malang.

Pergeseran dimaksud, khususnya dalam hal pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur umum baik perumahan-perumahan, jalan-jalan raya dan bangunan-bangunan pusat perbelanjaan.

Pergeseran cara pandang terhadap tata ruang dan wilayah di kota Malang, tanpa disadari telah mengabaikan faktor alam, khususnya tentang perlunya suatu wilayah khusus resapan dalam satu kota besar, berpenduduk padat.

Hingga saat ini, praktis hanya terdapat satu lokasi yang diandalkan sebagai wilayah resapan di kota Malang, yakni Taman Hutan Malabar, di dekat pasar tradisional Oro-Oro Dowo.

Dulu, sebelum bernama Taman Hutan Malabar, maka wilayah hutan kota tersebut adalah makna dari Oro-Oro Dowo itu sendiri. Dalam bahasa Jawa, maka Oro-Oro berarti tanah lapang luas. Sedangkan Dowo berarti panjang.

Sehingga Oro-Oro Dowo memiliki makna tanah lapang luas dan memanjang. Taman Hutan Malabar memang terbangun dari Oro-Oro Dowo. Sementara nama Malabar adalah karena hutan kota tersebut berada di wilayah jalan bernama Malabar.

Jalan Malabar di kota Malang, suatu tempat yang relatif sepi, yang pada tahun 1970 hingga 1980-an menjadi tempat favorit bagi anak-anak lelaki usia belasan, untuk menyelesaikan urusan mereka yang tak bisa diselesaikan secara baik-baik melainkan kudu berkelahi fisik, secara sportif, elegan dan jantan.



…dibangun semasa jaman kolonial Belanda, telah tak berfungsi karena tertutup…

Pergeseran Ilmu Tata Ruang dan Wilayah

Dapat dibayangkan, hanya terdapat satu hutan kota sebagai wilayah yang diandalkan menjadi satu-satunya area resapan di satu wilayah perkotaan yang memiliki jumlah penduduk yang relatif besar dengan tata bangunan gedung-gedung baik perumahan maupun niaga yang padat, jelas membuat daya tampung air ketika hujan melanda, tak bakal muat.

Ditambah dengan tata kelola drainase yang sangat mungkin tak hanya mengabaikan kebersihan dari sampah penyebab mampat, namun juga sebagian drainase yang telah terbangun sejak awal, yang bahkan bisa jadi dibangun semasa jaman kolonial Belanda, telah tak berfungsi karena tertutup oleh pondasi bangunan gedung-gedung baru, terutama di sepanjang poros jalan raya menuju ke utara, ke arah luar kota Malang.

Dampak dari pergeseran ilmu, pengetahuan dan budaya dalam menata ruang dan wilayah di kota Malang, adalah terjadinya limpahan air saat hujan melanda menjadi banjir yang melanda di beberapa titik wilayah, khususnya di sisi utara, di sepanjang poros berkontur menurun, menuju luar kota Malang.

Tak hanya jalan raya yang terhempas oleh banjir, namun juga hingga menggenangi wilayah padat perumahan di sekitar poros jalan Letnan Jenderal Sutoyo atau dikenal pula sebagai poros jalan raya Blimbing.



…agar banjir tak menghanyutkan impian dan harapan…

Sumbangan Konsep Sesuai Kapasitas

Hingga kini, fenomena banjir di wilayah tersebut sejak dua hingga tiga tahun lalu, menjadi semakin parah, sebagaimana terlihat pada banjir yang melanda pada hari Jum'at, tanggal 18 Maret 2022 lalu, setelah kota Malang diterjang hujan deras dan angin kencang selama beberapa jam.

Meski relatif lekas surut karena berada di dataran tinggi, namun terjadinya banjir di kota Malang, khususnya di area poros jalan Blimbing, menjadi bahan perbincangan tersendiri oleh warga di luar kota Malang ataupun orang-orang yang pernah menghabiskan masa kecil hingga remaja di kota Malang, dalam konteks yang cenderung negatif perihal;

  • ‘Kenapa dataran tinggi bisa kebanjiran?
  • Solusi apa saja yang dipersiapkan dan dilakukan oleh kalangan cendekiawan dan pemerintah kota Malang dan sekitarnya?
  • Mengapa ada indikasi terjadi jurang lebar pemisah peluang kerjasama antara pemerintah kota (Pemkot) Malang dengan pemerintah kabupaten (Pemkab) Malang Raya?’

Sebenarnya, apabila dilakukan perencanaan yang melibatkan unsur-unsur kelembagaan di kota Malang, maka perlakuan kegiatan pencegahan banjir di kota Malang bisa segera dimulai, tanpa menunggu kejadian yang lebih parah pada tahun depan, atau mungkin yang terjadi dalam waktu dekat.

Dalam hal lembaga kalangan Cerdik Pandai, maka di kota Malang terdapat perguruan tinggi yang memiliki satu-satunya fakultas tentang Teknologi Pengairan di Indonesia. Menjadi kekuatan tersendiri dalam menyumbang konsep sesuai dengan kapasitas keilmuan tentang pengelolaan air alam.

Lalu ada lembaga Legislatif, sebagai sekumpulan wakil rakyat yang mewakili golongan dari partai bernama apa pun, yang pasti merasa tak nyaman dengan kejadian banjir di kota Malang saban musim hujan. Suatu lembaga yang mewakili aspirasi masyarakat kota Malang agar banjir tak menghanyutkan impian dan harapan.

Kemudian ada lembaga Eksekutif yang kerjasama sinergis antar aparatur negara dalam wadah bernama Pemkot Malang dan Pemkab Malang Raya dalam konteks mencegah banjir, sangatlah dibutuhkan. Air hujan yang tak terbendung dari ketinggian yang diakibatkan oleh menipisnya jumlah pepohonan, tak lain menjadi ranah tanggungjawab sebagian Pemkab Malang Raya, atas wilayah yang berlahan gundul bahkan erosi.

Sebaliknya, limpahan aliran air banjir keluar kota Malang yang masuk ke sebagian wilayah kabupaten Malang, maka menjadi ranah tanggungjawab Pemkot Malang.



…lebih berbaik hati, mendukung dan memberi kesempatan…

Kota Terkepung Kabupaten

Secara geopolitik lokal, maka keberadaan kota Malang memang benar-benar terkepung oleh wilayah Kabupaten yang jauh lebih luas dan kaya akan kelimpahan sumber alam, khususnya pertanian dan perkebunan.

Semasa pemerintahan kolonial Belanda dan beberapa dekade pemerintahan pasca kemerdekaan Indonesia, lokasi kantor Pemkab Malang terletak di pusat kota Malang di sekitar wilayah alun-alun besar, tepatnya bersebrangan dengan pusat belanja Gajah Mada Plaza. Sementara kantor Pemkot Malang terletak di alun-alun Tugu, sekira satu kilometer-an sebelah utara alun-alun besar.

Pasca Reformasi Indonesia tahun 1998, maka kewenangan pengelolaan wilayah Kabupaten se Indonesia pun diperluas. Kantor Pemkab Malang Raya yang tadinya berada di pusat kota Malang pun berpindah ke selatan di daerah Pakisaji, sebelum Kepanjen.

Berubahnya sistem pengelolaan pendapatan daerah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, memberi pengaruh yang lebih menguntungkan bagi Pemkab seluruh Indonesia, termasuk wilayah Malang Raya.

Sebaliknya, wilayah perkotaan dituntut lebih kreatif dalam hal mendulang pendapatan daerah masing-masing dengan mengandalkan kelimpahan sumber daya alam seminim mungkin, termasuk wilayah kota Malang.

Bisa dibayangkan, betapa Pemkot Malang memiliki tantangan tersendiri dalam mengumpulkan pundi-pundi kas keuangan agar proses pembangunan berkesinambungan berjalan. Tak hanya mengandalkan perpajakan, namun juga upaya meningkatkan daya tarik wisata kota dengan sentuhan sejarah masa kolonial.

Hingga, memacu kegiatan ekonomi kreatif ala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) seperti kuliner, kafe anak muda nongkrong karena kota Malang dikenal sebagai kota pelajar dan kerajinan hingga aneka cemilan sebagai oleh-oleh, antara lain kripik tempe khas Malang.

Hanya saja, dalam hal penanganan banjir di kota Malang yang notabene ada ‘sumbangsih’ limpahan air dan sebagian tanah longsor dari wilayah kabupaten Malang, maka menjadi sangat penting bagi Pemkab Malang Raya untuk lebih berbaik hati, mendukung dan memberi kesempatan bagi Pemkot Malang dalam upaya membangun sarana/prasarana mencegah banjir.

Kebijakan Pemkab Malang Raya yang bisa terpandang sebagai ‘ngerjain’ Pemkot Malang seperti pembangunan Pasar Karang Ploso yang berada di wilayah yang tepat lurus dari pintu keluar Tol Surabaya Malang, sehingga sedikit banyak berdampak pada berkurangnya keuntungan di Pasar Besar dan Pasar Gadang kota Malang karena calon pengunjung pasar, yang dari luar kota Malang tak perlu masuk ke kota Malang, bisa menjadi bahan evaluasi untuk masa mendatang.

Dengan demikian, pada masa mendatang perlu ada kebijakan yang menunjukkan kerjasama sinergis antara Pemkot Malang dengan Pemkab Malang Raya, khususnya dalam penanganan banjir di kota Malang dengan cara misalnya, pembangunan saluran irigasi dan waduk-waduk buatan, Situ-Situ, guna bisa menampung air limpahan dataran tinggi wilayah Malang ke dataran rendah di Malang Raya, sisi utara maupun sisi selatan.

Hal yang sama mirip dengan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam bentuk poros Kali Malang yang mulai ujung timur Jakarta hingga jauh ke Kabupaten Karawang. Selama berpuluh tahun, saluran irigasi Kali Malang pun telah sempat membuat wilayah timur Jakarta sebagai wilayah lumbung padi.



…sebagai penyeimbang egosentris kekuasaan antara Bupati dan Walikota…

Wedana Jabatan Liaison Strategis

Pasca Reformasi Indonesia tahun 1998 dan terbitnya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, yang sedikit banyak memberi peluang yang jauh lebih menguntungkan bagi Pemkab di seluruh Indonesia terkait peluang memanfaatkan lahan dan kelimpahan sumber daya alam, sekaligus memberi dampak tentang munculnya jurang pemisah koordinasi pembangunan wilayah dengan Pemkot.

Jauh-jauh hari sebelum Reformasi 1998 yang bahkan berlaku sejak jaman kolonial Belanda, terdapat satu jabatan yang masuk kriteria aparatur negara yang memiliki fungsi sebagai penyelaras komunikasi antara pengambil keputusan tingkat Kabupaten dengan Kota.

Jabatan itu disebut Wedana.

Memiliki fungsi sebagai semacam Liaison jabatan Wedana yang seolah terpandang tak penting karena tak sekuat Bupati ataupun Walikota, namun memiliki fungsi yang sangat strategis, yakni sebagai penyeimbang egosentris kekuasaan antara Bupati dan Walikota beserta aparatnya, ketika proses suatu pembangunan yang dinilai penting bagi masyarakat menyentuh wilayah batas Kabupaten dan Kota.

Fungsi Wedana yang meliputi ranah wilayah Kawedanan, tak sekedar Pembantu Bupati. Melainkan sosok Wedana menjadi fasilitator komunikasi politis dan koordinatif antara dua aparatur negara dalam ranah Eksekutif, sehingga memberi peluang terdapatnya dua kepentingan yang berbeda bisa melebut menjadi satu tujuan bersama.

Sayangnya, jabatan Wedana jelang akhir masa Orde Baru hingga pasca Reformasi 1998 sudah tidak ada. Hubungan tugas pokok dan fungsi antara Bupati dan Walikota lebih ke perlombaan mengais pundi-pundi pendapatan daerah, serta persiapan modal dalam meramaikan jadwal politis pemilihan kepala daerah semata.

Dalam hal kota untuk memacu pendapatan daerah dituntut kreatif dalam menangkap peluang, sebagaimana kota Malang, maka bagaimana sempat menggagas hal-hal yang kreatif ketika banjir keburu menerjang?



…membangkitkan militansi Arek-Arek Malang, Arema, dalam konteks pencegahan banjir di kota Malang…

Pembangunan Jangka Panjang dan Kegiatan Terjadwal

Sehingga, memulai untuk lebih menjalin kerjasama yang sinergis antara Pemkot dan Pemkab, tak hanya di wilayah kota Malang dan Malang Raya, menjadi hal yang mendesak untuk segera dilaksanakan, sebelum lagi-lagi banjir menerjang pada musim hujan.

Poros Jl. Letjend. Soetojo wilayah Blimbing kota Malang tak ada badan penerima limpahan air berupa sungai, juga sistem drainase terindikasi tak berfungsi. Adapun bantaran sungai Brantas di sebelah barat daya, di sepanjang perumahan Oro-Oro Dowo memiliki kontur yang lebih tinggi.

Dalam hal penanganan aliran air yang melimpah membanjiri sebagian kota Malang, khususnya di poros Blimbing, maka menarik untuk dilakukan kajian perihal peluang membangun kanal drainase dari titik tertinggi arus genangan di wilayah Blimbing seperti di poros Jl. Kedawung yang masih wilayah Blimbing, menuju ke timur hingga jembatan Sulfat arah ke perumahan Sawojajar yang di bawahnya mengalir sungai Bango.

Kanal menuju wilayah timur tersebut, bisa dipertimbangkan bakal terbangun lurus, yang juga menyapu luapan air di wilayah poros Sulfat-Pandanwangi hingga terbuang ke sungai Bango. Sungai ini pun mengalir menuju ke kontur tanah yang lebih rendah ke wilayah utara, antara lain melewati kolam segaran Wendit, lalu terus mengalir menuju wilayah Kabupaten Malang Raya di sisi utara.

Sehingga, bisa menjadi alternatif solusi selain membangun kanal timur dari area sekitaran Jl. Kedawung yang menuju sungai Bango di bawah jembatan Sulfat, diimbangi pula oleh pembangunan area bak kontrol berupa waduk buatan, Situ, sebagai tempat buangan kelebihan air di wilayah kota Malang utara.

Termasuk, terdapat pula Situ sebagai bak kontrol di sisi Selatan, yaitu wilayah Kedungkandang dan sekitarnya wilayah pertemuan sungai Bango dengan ungai Amprong. Agar sungai Bango tak kelebihan beban debit air ketika hujan melanda wilayah kota Malang, khususnya poros Blimbing di sisi utara.

Area jembatan Sulfat yang menuju ke arah Sawojajar di sisi timur, tepat di bawahnya mengalir sungai Bango yang menuju ke arah utara, arah luar kota Malang.

Pembangunan jangka panjang kanal timur dan Situ bak kontrol di sisi utara dan sisi selatan tersebut harus pula diimbangi dengan pembangunan jangka pendek.

Berupa kegiatan massal terjadwal rutin yang melibatkan Pemkot pada bidang dinas terkait, masyarakat setempat, penyumbang dana kalangan Crazy Rich di kota Malang maupun di perantauan, satgas Parpol, Tim SAR, Cendekia Pengairan Perguruan Tinggi setempat, hingga TNI-Polri. 

Keterlibatan banyak pihak tersebut, guna bergotong-royong memperbaiki drainase mulai tingkat RT, RW, Kelurahan hingga Kecamatan.

Suatu kegiatan bersama yang pada intinya adalah membangkitkan militansi Arek-Arek Malang, Arema, dalam konteks pencegahan banjir di kota Malang yang sangat dicintainya.

Adapun kegiatan gotong-royong rutin terjadwal tersebut khususnya untuk memperbaiki sistem drainase poros jalan Blimbing hingga ke utara, menuju wilayah Karanglo, perbatasan kota Malang sisi utara.

Bila perlu, aliran air ke arah utara tersebut, menjadi kanal tersendiri, yang bermuara pada Situ di daerah Singosari yang notabene masuk wilayah Kabupaten Malang Raya sebelah utara. Sehingga kedepannya terdapat dua Situ di sisi utara, yaitu; di wilayah Wendit dan Singosari.

Kelak, keberadaan Situ, suatu waduk buatan sebagai bak kontrol debit air sungai, bisa dikelola pula sebagai wilayah yang berpeluang terjadi perputaran ekonomi di dalamnya, dalam bentuk wisata alam.



…(KPI) sebagai catatan unjuk kinerja dari setiap pelaksana tugas…

Sinergi Menuai Manfaat

Kerjasama Sinergis antara Pemkot Malang dan Pemkab Malang Raya dalam upaya mengatasi banjir, kelak bisa menuai manfaat kedua belah pihak, antara lain; pihak Pemkab Malang Raya memiliki peluang menambah pundi-pundi pendapatan daerah pada sektor wisata alam hasil pengelolaan Situ-Situ.

Sementara itu, Pemkot Malang bisa lebih berkonsentrasi untuk mengembangkan ide-ide kreatif dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah melalui pendekatan wisata kota yang bersih, nyaman, terbebas dari kesan kota tempat banjir mampir, serta perluasan UMKM.

Penanganan terhadap sarana dan prasarana pendukung pencegahan banjir di kota Malang, sudah bukan lagi menjadi program kerja yang bisa ditunda-tunda lagi oleh pihak Pemkot Malang.

Sudah menjadi program darurat untuk segera dilaksanakan, melalui pemilahan program kerja jangka pendek, menengah dan panjang, serta terukur setiap capaian program yang ditetapkan, menjadi bagian dari Key Performance Indicator (KPI) sebagai catatan unjuk kinerja dari setiap pelaksana tugas sesuai peran dan tanggungjawabnya.

Dengan demikian, kebutuhan agar Pemkot Malang dan Pemkab Malang Raya menjadi saling lebih berkolaborasi khususnya dalam hal pembangunan sarana dan prasarana umum yang berorientasi pada kelestarian lingkungan hidup, menjadi sangat penting dan perlu disikapi dengan lebih serius.

Tak ada lagi jurang pemisah kepentingan yang menyebabkan egosentris sektoral yang dalam waktu lama bakal menuai penderitaan bagi masyarakat baik di kota Malang maupun kabupaten Malang Raya, seperti bencana banjir.



…Tuhan menghancurkan kebatilan, menjadi titik pertahanan akhir Negara Kesatuan Republik Indonesia…

Merawat Benteng Terakhir Pertahanan NKRI

Oleh karenanya, dituntut peran Gubernur maupun Wakil Gubernur Jawa Timur dalam memfasilitasi komunikasi dalam menjalin koordinasi antara Pemkot Malang dan Pemkab Malang Raya, yang bertujuan agar pembangunan yang berorientasi pada kelestarian lingkungan hidup di wilayah terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya sebagai ibukota Propinsi ini, bisa tercapai.

Selain itu, mengambil hikmah perjalanan sejarah panjang tentang keberadaan wilayah Malang sejak jaman kerajaan Jawa kuno ratusan tahun lalu, kemudian masa pendudukan kolonial bangsa Eropa, Asia Timur semasa dunia dilanda perang, hingga bangsa Indonesia mempertahankan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 melalui periode perang-perang kemerdekaan, maka tak berlebihan apabila wilayah kota Malang yang bersemboyan Malangkuçeçwara, atau Tuhan mengalahkan kebatilan, menjadi titik pertahanan akhir Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Tak berlebihan menyebut wilayah Malang sebagai benteng akhir pertahanan NKRI, karena juga pada kenyataannya kesatuan-kesatuan pertahanan negara seperti Kostrad, lapangan udara militer hingga industri amunisi dan perbekalan perang, berada di wilayah Malang.

Apabila aktifitas di wilayah Malang terganggu bahkan lumpuh, seperti banjir yang tak tertangani setiap musim hujan, hingga suatu saat menjadi sangat parah sehingga berkategori bencana, maka secara tak langsung, fungsi benteng pertahanan akhir NKRI pun menjadi sangat berkurang.