Sebagai salah satu kekuatan besar pemenang Perang Dunia II menjadikan Rusia yang merupakan penerus Uni Soviet menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Hak yang diberikan sebagai anggota tetap Dewan Keamanan pun cukup istimewa, yakni dapat memveto setiap resolusi substantif termasuk penerimaan anggota baru maupun penentuan jabatan dalam internal PBB.
Dengan kata lain, melakukan veto berarti negara tersebut memiliki kendali untuk memblokir atau membatalkan kesepakatan, sekalipun kesepakatan tersebut telah disetujui oleh hampir seluruh anggota Dewan Keamanan. Kekuatan inilah yang dimanfaatkan Rusia beserta keempat negara anggota tetap lainnya (Perancis, Inggris, China, Amerika Serikat) untuk memenuhi kepentingan nasionalnya seperti dengan memblokir resolusi-resolusi yang dinilai akan merugikan negara tersebut.
Misi utama dari kebijakan luar negeri Rusia di bawah Presiden Vladimir Putin adalah untuk mendapatkan kembali pengakuan bahwa Rusia merupakan kekuatan dunia seperti Uni Soviet sebelumnya. Di Dewan Keamanan PBB, upaya dilaksanakan salah satunya melalui aliansi dengan China untuk melawan kepentingan Barat. Hal ini termasuk dengan aksi perlindungan terhadap negara-negara sekutu di bawah pengaruhnya.
Seperti yang terjadi pada perang sipil di Suriah yang dimulai tahun 2011, dimana Rusia melakukan veto kurang lebih sebanyak tujuh belas kali atas draft resolusi PBB mengenai penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran HAM rezim Bashar al-Assad beserta persoalan lainnya. Rusia juga sempat mendorong rezim Bashar al-Assad untuk menangguhkan keikutsertaannya dalam The Syrian Constitutional Committee, yakni sebuah proses yang difasilitasi oleh PBB untuk mendamaikan pemerintahan al-Assad dengan oposisi.
Rusia khususnya dibawa pemerintahan Vladimir Putin memang memiliki hubungan bilateral yang kuat dan stabil dengan rezim al-Assad. Dalam persoalan mengenai dugaan penggunaan senjata kimia di Suriah, Putin mengklaim bahwa bukan rezim al-Ashad yang bertanggung jawab atas serangan tersebut karena Suriah telah menyerahkan seluruh pasokan senjata kimianya. Akibat veto yang dilakukan oleh Rusia tersebut, draft resolusi Suriah pun mengalami banyak kegagalan dan Rusia mendapat kecaman dari banyak negara terutama negara-negara barat.
Pada peristiwa tersebut, terlihat dengan jelas bahwa Rusia memiliki kuasa untuk melindungi negara aliansinya melalui hak yang ia miliki di Dewan Keamanan PBB. Keberlangsungan eksistensi dari negara aliansi sendiri penting untuk kepentingan nasional Rusia, mengingat sebuah aliansi merepresentasikan alur di mana negara dapat mengoordinasikan tindakan militer, baik secara ofensif maupun defensif. Pentingnya aliansi ini sudah tergambar sejak era Perang Dunia I dengan adanya beberapa blok yang di dalamnya terdiri dari sejumlah negara.
“There is only one thing worse than fighting with allies, and that is fighting without them.” – Winston Churchill, 1945.
Penggunaan hak veto oleh Rusia untuk melindungi kepentingan nasionalnya juga tergambar pada aksinya terhadap negara tetangganya sekaligus negara bekas Uni Soviet, yakni Ukraina. Pada tahun 2014, Rusia diketahui mengambil alih wilayah Krimea dari Ukraina. Presiden Vladimir Putin menilai bahwa tindakan ini dilakukan untuk melindungi etnis Rusia yang tinggal di Krimea dari ancaman ekstrimis sayap kanan yang dinilai sebagai kelompok pro Barat. Putin menambahkan bahwa pengerahan pasukan Rusia di semenanjung Krimea ditujukan untuk memastikan kondisi yang layak bagi rakyat Krimea agar dapat mengekspresikan keinginan mereka dengan bebas.
Meski pada akhirnya referendum memberikan hasil bahwa lebih dari 90% penduduk Krimea menginginkan bergabung dengan Rusia, negara-negara Barat tetap menilai referendum tersebut tidak sah dan mengecam bahwa tindakan Rusia melanggar kedaulatan Ukraina.
Persoalan tersebut kemudian dibawa ke Dewan Keamanan yang kemudian dibentuk resolusi. Namun, resolusi DK PBB yang menyatakan bahwa referendum Krimea merupakan illegal mendapat veto dari Rusia sebagai satu-satunya negara yang menolak resolusi tersebut. Oleh karena itu, hingga saat ini wilayah Krimea tetap berada di bawah kekuasaan Rusia meski masih terdapat berbagai pro kontra.
Masih antara Rusia dengan Ukraina, baru-baru ini tepatnya dimulai sejak bulan Februari 2022 Rusia diketahui melakukan invasi militer skala penuh ke Ukraina. Invasi ini dilakukan menyusul adanya langkah dari Ukraina untuk bergabung ke Aliansi Pertahanan Atlantik Utara atau yang lebih dikenal North Atlantic Treaty Organization (NATO). Sebagai negara dengan letak berdekatan dan memiliki ikatan historis yang cukup panjang, bergabungnya Ukraina ke kelompok negara-negara lawan Rusia menjadi ancaman tersendiri bagi kekuatan dan pengaruh Rusia di masa depan.
Invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina kali ini menyebabkan terjadinya agresi militer konvensional terbesar di negara Eropa sejak Perang Dunia II, serta memunculkan salah satu momen paling menegangkan antara NATO dan Rusia. Peristiwa tersebut juga mampu membelah masyarakat dunia menjadi berbagai kubu dan mempengaruhi kemerosotan perekonomian global.
Besarnya dampak dari Invasi ini membuat Dewan Keamanan PBB melakukan berbagai pertemuan untuk membahas penyelesaian invasi sekaligus menekan Rusia, di mana semua kesepakatan atau resolusi yang dihasilkan diveto oleh Rusia. Seperti yang terjadi pada 26 Februari 2022 di mana Rusia memveto resolusi agar Moskow segera menghentikan serangannya terhadap Ukraina dan menarik semua pasukan.
Tindakan yang sama kembali dilakukan pada bulan September 2022, di mana Rusia kembali memveto resolusi yang mendeskripsikan bahwa tindakan penguasaan Rusia atas empat wilayah Ukraina merupakan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional. Kekuatan yang dimiliki Rusia tersebut membuat invasi masih berlangsung hingga saat ini.
Dari beberapa contoh peristiwa di atas, dapat dilihat bahwa hak istimewa yang diperoleh Rusia sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB memiliki kontribusi yang besar terhadap eksistensi kekuatan Rusia sebagai salah satu negara super power. Melalui hak tersebut pula, Rusia tak hanya mampu memenuhi kepentingan nasionalnya sendiri, tetapi juga mampu turut mengatur jalannya pemerintahan internasional di bawah pengaruhnya.