…yang tak hanya menyasar para pendukung kesebelasan tuan rumah…
Awan Duka Di Bumi Arema
Mengawali bulan Oktober tahun 2022, hati orang se-Indonesia terperanjat demi menyadari fakta lebih dari 180 orang tewas, ratusan orang luka-luka, setelah satu pertandingan sepak bola antara dua klub rival sejati, Arema melawan Persebaya, di stadion Kanjuruhan Malang.
Semua korban adalah para penonton, pendukung kesebelasan Arema. Tak ada pemain pun tak ada official team kedua klub kesebelasan.
Sejauh ini, penyebab utama kematian para korban adalah karena berdesakan berebut jalan keluar stadion yang mendadak rusuh seusai laga yang tak dimenangkan oleh tim kesebelasan tuan rumah, Arema.
Mereka panik, karena aparat keamanan, yang gabungan Polri dan TNI, melepaskan tembakan gas air mata, yang tak hanya menyasar para pendukung kesebelasan tuan rumah yang beramai-ramai memasuki area utama stadion, namun juga para penonton yang ada di tribun.
Penggunaan gas air mata untuk mengawal keamanan satu pertandingan sepak bola, memang telah jelas dilarang dalam aturan FIFA.
Gas air mata memiliki nama kimia o-chlorobenzylidene malononitrile (C10H5ClN2) bersifat reaktif memiliki banyak ikatan rangkap, termasuk mengandung gugus aromatik benzen. Merupakan substansi berbahaya sesuai Piktogram yang menandakan senyawa kimia tersebut bersifat iritan, beracun, berbahaya, mengganggu pernafasan dan berbahaya bagi lingkungan hidup.
Tragedi memilukan ini menjadi perhatian tak hanya nasional namun juga mendunia. Bisa dimengerti, mengingat laga antara dua klub kesebelasan terpandang di Jawa Timur tersebut, dalam format satu pertandingan resmi berlabel FIFA.
Bahkan, Presiden Republik Indonesia pun memberi amanah kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Kapolri, agar tragedi ini bisa diusut tuntas, guna perbaikan kedepan, agar kejadian yang sama tak terulang.
Suasana ricuh dalam stadion Kanjuruhan, Sabtu malam 1 Oktober 2022. Kabut gas air mata yang ditembakkan oleh aparat keamanan terlihat memenuhi tribun penonton.
Ujian yang sangat berat bagi institusi Polri, setelah kasus pembunuhan yang melibatkan seorang petinggi Polri, sekarang publik menanti pertanggungjawaban profesionalitas aparat Polri selaku penanggung jawab keamanan pada laga pertandingan di stadion Kanjuruhan tersebut.
Kedua ujian berat yang mempertaruhkan kepercayaan publik pada Polri sebagai satu-satunya lembaga penjamin keamanan negara, setelah merayakan hari Bhayangkara ke-76 pada 1 Juli 2022 lalu.
Tapi kalo sudah urusan sepak bola, ampun dah,…
Fanatisme Berlebihan Mencoreng Persaudaraan
Persaingan dua klub sepak bola besar di Jawa Timur yang sejatinya berasal dari dua wilayah serumpun di Jawa Timur, yakni; kesebelasan Persebaya yang melegenda sejak tahun 1927, telah menjadi kesayangan Arek-Arek Surabaya dengan nama suppoternya yang dikenal sebagai Bonek, Bondo Nekat, dengan kesebelasan Arema yang sejak tahun 1987 menjadi kesebelasan yang meski terbilang baru namun mampu mendulang banyak prestasi dan disegani berkat dukungan militan dari para supporternya, Arek-Arek Malang, yang tergabung sebagai Aremania.
Persaingan ketat memang tak hanya di atas lapangan rumput saat kedua kesebelasan tersebut bertanding. Namun juga antar para supporter kedua kesebelasan tersebut. Hampir tak pernah akur Aremania dengan Bonek.
Sejak pertandingan di kota Malang diselenggarakan di stadion Gajayana pada akhir tahun 1980-an, hingga saat ini saat stadion pindah ke daerah luar kota Malang, wilayah Kepanjen, letak stadion Kanjuruhan, tercatat dalam sejarah persepakbolaan bahwa Aremania dan Bonek tak pernah akur dalam setiap laga Arema versus Persebaya.
Sebaliknya juga berlaku apabila pertandingan kedua kesebelasan itu terselenggara di wilayah kota Surabaya.
Padahal, dalam kenyataannya, orang Malang punya banyak saudara di Surabaya, sebaliknya orang Surabaya juga banyak saudara di Malang. Tapi kalo sudah urusan sepak bola, ampun dah, persaudaraan mendadak ada jurang.
Oleh karenanya telah menjadi kebijakan panitia penyelenggara bahwa dalam setiap laga kedua kesebelasan tersebut, maka salah satu pasukan supporter tak diijinkan datang bertandang, apabila tim kesebelasannya bukan selaku tuan rumah, demi menghindari hal-hal yang tak diinginkan.
Memang, apabila menikmati pertandingan sepak bola, ketika menjadi satu bagian massa sesama supporter, maka hormon adrenalin bisa terpompa naik. Orang yang tadinya biasa-biasa saja, apabila pas ketemu supporter pendukung kesebelasan yang sama berjumlah ribuan begitu, maka dia bisa larut dalam bersuka cita massal.
Masih diakui pula bahwa pada umumnya, pertadingan sepak bola di tanah air, yang berlabel FIFA sekalipun, memiliki risiko ricuh yang bahkan bisa membahayakan jiwa orang-orang yang berada di dalam stadion pun di luar sekitar stadion.
Masih belum sepenuhnya tersadari bahwa militansi supporter memiliki peluang yang luar biasa dalam perputaran ekonomi, serta hubungan sosial, apabila terkelola dengan tanpa melibatkan unsur fanatisme berlebihan dalam mendukung kesebelasan kesayangannya.
Termasuk, menjadi ajang rekreasi yang menyenangkan, berupa kegiatan menonton sepak bola secara langsung di dalam stadion lapangan terbuka, bersuka cita bareng anak dan kelak para cucu, tanpa khawatir kejadian anarkis karena fanatisme berlebihan.
…bisa menjadi pijakan penting guna melakukan perbaikan menyeluruh…
Kesempatan Berbenah Ada Karena Sanksi FIFA Tak Ada
Tak hanya karena fanatisme berlebihan pada tim kesebelasan yang didukung, namun juga belum tersadari betapa pentingnya mengelola emosi. Khususnya, apabila menghadapi kenyataan bahwa tim kesayangannya kalah. Lalu menerima kekalahan itu dengan lapang dada, guna introspeksi dan melakukan evaluasi.
Pedoman pun aturan tertulis yang diterbitkan pihak berwenang dalam mengurus sepak bola tingkat nasional, PSSI maupun tingkat dunia, FIFA, seolah tak cukup untuk membangun karakter dan perilaku supporter, melainkan keteladanan.
Membangun pemahaman dan mindset bahwa kemenangan tak mesti selalu harus berkelanjutan, melainkan bisa terjeda sejenak. Guna memberi kesempatan untuk mengintrospeksi diri, salah satunya memaknai kekalahan sebagai suatu hikmah, lalu melakukan tindakan perbaikan agar kembali meraih kemenangan.
Mindset tentang mundur selangkah guna maju sepuluh langkah seperti hal itupun, perlu keteladanan.
Nasib baik masih berpihak pada dunia persepakbolaan Indonesia, terpetik kabar pada Jumat 7 Oktober 2022 bahwa FIFA tak memberi sanksi PSSI terkait tragedi stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022.
Namun demikian, sebagaimana disampaikan oleh Presiden Repbulik Indonesia menanggapi keputusan FIFA tersebut, maka bakal dibentuk tim transformasi sepak bola Indonesia antara pemerintah Republik Indonesia dengan FIFA.
Tentu kabar baik ini bisa menjadi pijakan penting guna melakukan perbaikan menyeluruh terhadap pengelolaan sepak bola di Indonesia, termasuk dalam hal membangun karakter supporter dan menjamin keamanan jalannya pertandingan tanpa ada satupun korban jiwa, kelak.
Dalam mentransformasi pengelolaan pertandingan sepak bola di Indonesia nantinya, dengan mengambil hikmah dari tragedi stadion Kanjuruhan, beberapa hal berikut bisa menjadi usulan yang menarik guna menjadi poin-poin penting, menjadi bagian transformasi tersebut, yakni;
1. Mempertegas aturan yang tak membolehkan penonton turun ke lapangan, selama pertandingan sepak bola, baik ketika akan, sedang hingga laga usai.
2. Menyelaraskan SOP aparat keamanan, yang merupakan gabungan Polri dan TNI, dengan FIFA.
Bisa jadi SOP aparat keamanan dalam menjalankan tugas pengamanan, pada situasi tertentu memang harus menggunakan gas air mata, guna menghalau massa yang dinilai rusuh. Sementara, aturan FIFA telah mengharamkan penggunaan gas air mata, selama mengawal keamanan sebuah laga pertandingan sepak bola berstandar FIFA.
3. Memperbaiki media komunikasi baik luring ataupun daring antara klub-klub Sepak bola di Indonesia dengan lembaga-lembaga supporternya, dengan menambah muatan-muatan sportif, kemajuan sepak bola tanah air, putaran ekonomi sektor riil dan lain sebagainya, yang bertujuan membangun kegiatan sepak bola yang aktif, impresif dan kondusif.
4. Menginspeksi ulang kualitas stadion yang akan digunakan sebagai ajang pertandingan sepak bolak berstandar FIFA.
Khususnya, dalam hal mengukur waktu yang dibutuhkan untuk mengosongkan stadion, ketika terjadi kondisi darurat seperti ricuh massal ataupun force majeure.
Sebagai contoh; di Allianz Stadium Muenchen Jerman, hanya perlu 6 menit, buat evakuasi darurat orang-orang seisi stadion.
5. Menerapkan manajemen risiko berbasis Analisa Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis/JSA), dimana tim panitia termasuk tim aparat keamanan perlu belajar menyususn JSA ketika hendak mengawal keamanan suatu pertandingan sepak bola.
Suatu upaya untuk mencegah kondisi dan tindakan yang memicu kerusuhan. Seperti mempertimbangkan; apabila tim kesebelasan tuan rumah menang bagaimana penanganannya, sebaliknya apabila tim kesebelasan tuan rumah kalah bagaimana penanganannya.
Tindakan penanganan yang persuasif empati lebih diutamakan daripada represif, mengingat euphoria massal para supporter yang terbangkitkan akibat hormon adrenalin yang mengalir sangat deras, selama pertandingan berlangsung.
…mungkin terkait dengan tragedi tersebut, dalam konteks indikasi persaingan elit politik…
Perubahan Besar Berawal dari Tragedi di Kawasan Aman Tentram(?)
Kota Malang memiliki motto Malangkucecwara yang bermakna Tuhan menghancurkan kebatilan, berkelindan dengan kondisi kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya ini, dalam hal keamanan kondisi sosial masyarakatnya dan menentramkan hawa serta pemandangan alam sekitarnya.
Lalu, terjadi tragedi stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022, yang juga bertepatan dengan hari bersejarah 57 tahun lalu yang mendadak mengubah wajah sosial politik dan tatanan bernegara di Indonesia, terjadi
Tragedi memilukan yang mendadak terjadi di kawasan yang terbilang aman dan tentram selama ini.
Termasuk, catatan prestasi Aremania yang menggurat sejarah mampu meraih predikat supporter teladan nasional, yang tentunya sanggup dan berkomitmen untuk menjaga agar setiap pertandingan di stadion Kanjuruhan, tempat tim kesebelasan Arema sebagai tuan rumah berlaga, terselenggara dalam kondisi meriah, menyenangkan.
Bahkan, ramah dan aman bagi wanita, anak-anak dan orang tua, yang berminat menonton pertandingan.
Ada apa sebenarnya?
Penyidikan masih berlanjut sebagaimana amanah dari Presiden Republik Indonesia kepada Kapolri, agar tragedi Kanjuruhan dapat terusut tuntas, sekaligus menyibak aktor intelektualnya, apabila ternyata ada.
Banyak spekulasi yang berkembang. Kebanyakan membahas bahaya gas air mata dan kecerobohan aparat keamanan ketika menggunakannya ketika membubarkan massa. Berasal dari manapun lembaga aparat keamanan yang mengawal pertandingan, masyarakat hanya punya satu pikiran, yakni; Polisi.
Bahkan, satu stasiun jaringan televisi swasta internasional pun pernah menyorot tulisan ‘Polisi Jahat’ yang kemudian bakal terbaca oleh jutaan pemirsa di dunia, pasca tragedi Kanjuruhan.
Lalu, adalagi alur sebab akibat yang mungkin terkait dengan tragedi tersebut, dalam konteks indikasi persaingan elit politik jelang pemilihan presiden, Pilpres 2024.
Bagaimana itu?
Begini, menjelang akhir minggu ke-2 bulan September 2022 beredar Tabloid yang mengkampanyekan seorang calon presiden, capres RI, di masjid-masjid di wilayah kota Malang.
Kenapa kota Malang yang dibidik penyebaran itu Tabloid?
Beberapa saat kemudian ada peristiwa tragedi stadion Kanjuruhan.
Mengapa Arema, Kanjuruhan dan sepak bola yang diincar?
Esoknya, berselang dua hari kemudian, pasca tragedi Kanjuruhan, ada deklarasi capres RI yang sebelumnya kampanye lewat Tabloid tadi, di Jakarta.
Tak ada peristiwa yg berdiri sendiri, tanpa rangkaian peristiwa yang mendahului dan yang nanti bakal mengikuti. Adakah benang merah antara tragedi stadion Kanjuruhan dengan persaingan elit politik jelang 2024(?)
Agar, kekuatan besar yang masih tersembunyi tersebut bisa lebih leluasa berkembang,…
Indikasi Pengerdilan Lembaga Keamanan Negara
Mempertegas mengapa membidik kota yang terbilang aman dan tenteram, maka kota Malang dan sekitarnya memang satu barometer keamanan/pertahanan nasional secara Kostrad, Linud, Lanud, Pindad, semua ada di wilayah Malang. Termasuk, akses yang relatif dekat dengan Pangkalan AL.
Tragedi stadion Kanjuruhan telah melunturkan barometer itu.
Kemudian, perihal diincarnya warga kota Malang, juga sepakbola, bisa terkait selayaknya karakter Jawa Timur yang berbeda dengan daerah lain, misal Jawa Tengah.
Salah satunya, dibanding dengan orang Jawa Tengah, maka kebanyakan orang Malang itu kurang lihai berpolitik.
Berpikiran dan berperilaku apa adanya. Kalo iya, mereka bilang iya. Sebaliknya kalo nggak, mereka bilang nggak.
Sehingga, mindset lebih mudah digiring, yang dalam konteks persaingan elit politik mendompleng tragedi Kanjuruhan, adalah harapan akan adanya hasil dalam wujud terjadinya pemberontakan.
Apalagi nanti didukung oleh penggemar sepak bola nasional bahkan dunia.
Buktinya? Surat permintaan maaf oleh presiden dan pejabat tinggi terkait sudah sudah diajukan, yang hingga saat ini tengah dipelajari guna tindakan yang lebih memadai dan tepat dalam skala nasional, oleh staff khusus kepresidenan Republik Indonesia.
Rangkaian peristiwa yang mungkin menjadi mata rantai, baik pra maupun pasca tragedi Kanjuruhan, tentu menarik untuk menjadi catatan dan cakupan pengusutan atas tragedi tersebut.
Jika memang demikian, adanya kekuatan besar yang menjadi otak atas tragedi tersebut, yang kemudian menjadi pijakan perubahan mendasar atas tatanan negara Republik Indonesia dalam kemasan persaingan calon presiden, menjadi satu diantara banyak kemungkinan yang adalah kenyataan.
Dengan demikian pula, institusi Polri yang akhir-akhir ini menjadi bulan-bulanan, maka dengan adanya alur indikasi tersebut di atas, adalah satu skenario dalam upaya pengerdilan lembaga keamanan negara. Agar, kekuatan besar yang masih tersembunyi tersebut bisa lebih leluasa berkembang, siap mengubah tatanan mendasar bernegara di Indonesia, kelak pasca pilpres 2024.
Tak ada yang mampu menghindar dari perubahan, karena akan selalu ada. Hanya saja, suatu perubahan yang mendasar sehingga berisiko terjadi kekacauan besar yang bahkan bisa meluas hingga regional bahkan internasional mengingat kebutuhan akan eksistensi Indonesia bagi banyak negara, maka itu adalah perubahan yang tak diinginkan.
Cukup para korban yang berserah diri pada Sang Pencipta atas tragedi Kanjuruhan. Semoga amalan mereka tak sia-sia, karena menorehkan hikmah tentang Tuhan menghancurkan kebatilan, Malangkucecwara.
Bahan bacaan menginspirasi tulisan;
- Tabloid Anies Baswedan Disebar Di Masjid Kota Malang Saat Salat Jumat. www.detik.com, 19 September 2022
- Deklarasi Anies Baswedan dan Karpet Merah dari Nasdem…. www.megapolitan.kompas.com, 4 Oktober 2022
- Stafsus Presiden Beri Respons Pertanyakan Dasar Somasi Aremania, www.cnnindonesia.com, 5 Oktober 2022
- Breakin News – Jokowi: Indonesia Tidak Dikenakan Sanksi FIFA! www.bola.kompas.com, 7 Oktober 2022