Belum lama ini dunia internasional, khususnya negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN dikejutkan dengan terbentuknya pakta pertahanan strategis trilateral bernama AUKUS yang dibentuk oleh aliansi tiga negara yang berpengaruh besar terhadap situasi politik dan keamanan dunia, yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.

Pakta pertahanan ini diratifikasi pada tanggal 15 September 2021 oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison dengan tujuan utama penguatan kerja sama militer, demi meningkatkan keamanan dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik. 

Pakta pertahanan AUKUS dapat memberikan potensi dampak yang cukup signifikan dalam mengguncang tatanan geopolitik global wilayah Indo-Pasifik. 

Hal tersebut didasarkan dari akar pembentukan AUKUS yang disebut sebagai upaya melawan pengaruh Cina di kawasan, dan diharapkan menjadi penyeimbang kekuatan pertahanan serta dominasi Cina atas penguasaan wilayah Laut Cina Selatan, dimana wilayah tersebut telah menjadi sengketa antara Cina dan anggota ASEAN lainnya. 

Pakta Trilateral AUKUS tercipta demi menandingi pengaruh Cina di kawasan Indo-Pasifik. Wilayah ini mendapat perhatian lebih dalam beberapa tahun belakangan dimana Cina secara terang-terangan melakukan berbagai macam politik luar negerinya untuk memperluas pengaruhnya. 

Pencaplokan sebagian besar wilayah Laut Cina Selatan dengan dalih Nine Dash Line-nya membawa Cina terlibat dengan perseteruan dengan beberapa negara ASEAN termasuk Indonesia. 

Ambisi Cina di kawasan Indo-Pasifik mendapat kecaman besar dari Amerika Serikat dan negara-negara blok barat. Manuver untuk menandingi kekuatan Cina tersebut segera dilakukan dengan tujuan membendung pengaruh Cina semakin meluas di kawasan.

Pemilihan Australia sebagai mitra kerjasama AUKUS didasarkan oleh banyak pertimbangan. Australia merupakan salah satu mitra lama Amerika dan Inggris di kawasan Oceania. 

Australia juga dinilai sebagai negara yang tepat untuk mitra kerjasama pertahanan ini dikarenakan ambisi kekuatan maritim Cina semakin mengarah ke selatan yang dimana Australia merupakan tujuan akhir dari ambisi tersebut. 

Sebagai salah satu "saudara jauh" dari Amerika Serikat dan negara-negara blok barat lainnya, Australia merupakan salah satu negara kunci untuk mempertahankan pengaruh mereka di kawasan Indo-Pasifik. 

Di sisi lain, untuk menghadapi ancaman dari ambisi Cina, Australia sendiri masih belum cukup siap dikarenakan perkembangan militernya yang masih belum cukup signifikan. Richard Maude, mantan pejabat tinggi keamanan Australia menuturkan bahwa AUKUS dinilai sebagai jalan keluar bagi Australia untuk memperkuat pertahanannya secara signifikan.

Indonesia sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Australia dapat merasakan tensi politik di kawasan Indo-Pasifik. Ibu Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri Indonesia telah menyampaikan kekhawatirannya berkali-kali atas adanya pakta trilateral ini. 

Memang benar bahwa AUKUS memiliki tujuan utama untuk menyaingi pengaruh Cina di kawasan Indo-Pasifik, akan tetapi negara-negara sekitar khususnya Indonesia akan merasakan intensitas tersebut. Berbagai macam politik luar negeri Indonesia dimasa mendatang kini harus menambahkan AUKUS dan Cina sebagai pertimbangan khususnya untuk ancaman bagi keamanan negara. 

Sikap Indonesia terhadap AUKUS dapat terbilang defensif untuk mencegah kemungkinan terburuk seperti terpecahnya kubu negara ASEAN yang memihak AUKUS dan yang menentang kehadiran AUKUS karena kaitannya dengan perlombaan senjata. 

Pengadaan kapal selam bertenaga nuklir hasil dari kerjasama AUKUS memang tidak mengincar Indonesia maupun negara-negara ASEAN lainnya. PM Australia, Anthony Albanese sudah mengeluarkan pernyataan resmi terkait hal itu. 

Akan tetapi, ada ancaman non militer yang muncul dari kehadiran kapal selam bertenaga nuklir ini. Dimasa mendatang kelak, kapal selam tersebut nantinya tidak akan menutup kemungkinan akan digunakan untuk melakukan kegiatan mata-mata di sekitar kawasan Laut Cina Selatan. 

Proses operasi intelijen tersebut akan melewati Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yakni di sekitar ALKI I (Selat Sunda) dan ALKI II (Selat Lombok, Laut Sulawesi, Selat Makasar, dan Laut Flores). Dalam prosesnya, kapal selam bertenaga nuklir tersebut nantinya tidak akan menutup kemungkinan dapat memunculkan ancaman berupa kebocoran bahan atau zat berbahaya yang dapat menjadi ancaman serius bagi lingkungan disekitar ekosistem ALKI. 

Hal ini didasarkan bahwa belum ada laporan ataupun pernyataan resmi dari pemerintah Australia maupun pihak AUKUS mengenai kejelasan kapal selam bertenaga nuklir ini. Tentunya Indonesia perlu memperkirakan segala macam bentuk ancaman yang dapat terjadi di dalam wilayahnya.

Indonesia membutuhkan adanya suatu jaminan keamanan akan kehadiran AUKUS. Pemerintah Indonesia sudah menyatakan kekhawatirannya atas kontestasi senjata di kawasan Indo-Pasifik. Hal ini akan berujung pada meningkatnya intensitas konflik dan tensi antar aktor regional yang dapat berpotensi menimbulkan kerugian yang masif. 

Mekanisme perlintasan kapal bertenaga nuklir ataupun kapal yang mengangkut muatan nuklir sebelumnya sudah diatur dalam konvensi hukum laut internasional (United Nation Convention on the Law of the Sea 1982) yang telah diturunkan dalam PP No 37 Tahun 2002 yakni bahwa, “Kapal asing bertenaga nuklir, atau yang mengangkut bahan nuklir atau barang atau bahan lain yang berbahaya atau beracun, harus membawa dokumen dan mematuhi tindakan pencegahan khusus yang ditetapkan oleh perjanjian internasional”. 

Akan tetapi, kembali mengacu pada hal yang sebelumnya telah disebutkan bahwa hingga saat ini baik dari Pemerintah Australia maupun pihak AUKUS belum ada yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai kapal selam bertenaga nuklir tersebut. 

Pasal UNCLOS 1982 yang telah disebutkan di atas dapat menjadi dasar hukum awal yang dapat digunakan oleh Pemerintah Indonesia sebagai opsi pembuatan kebijakan keamanannya.

Selanjutnya, yang dapat dilakukan yakni memanfaatkan kesepakatan bilateral antara Indonesia dan Australia untuk menjamin penggunaan serta mekanisme dari aktivitas kapal selam bertenaga nuklir tersebut. 

Perlu diketahui bahwa Indonesia dan Australia memiliki sebuah kesepakatan bilateral yang bernama Lombok Treaty. Lombok Treaty 2006 ialah kesepakatan bilateral antara pemerintah Indonesia dan Australia pada tahun 2006 yang berisi tentang kesepakatan kerangka kerja untuk mengatasi tantangan keamanan antar kedua negara. 

Kesepakatan ini dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia untuk dikembangkan mengenai jaminan penggunaan kapal selam bertenaga nuklir tersebut. Perjanjian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai dasar hukum bagi keamanan Indonesia di tengah-tengah tensi politik kawasan Indo-Pasifik kontemporer.